ES [7]
Bekerja di Maria Florist itu cukup melelahkan sekali, bayangkan saja dalam sehari toko bunga ini bisa memperoleh order sampai dua puluh pesanan. Dan harga yang dipatok untuk setangkai hand bouquet bunga standar, sekitar seratus ribu. Sementara untuk rangkaian bunga papan harganya cukup bervariasi di mulai dari dua ratus ribu hingga satu jutaan. Bisa di bayangkan berapa penghasilan pemilik toko ini dalam sehari.
Para pelanggan juga bisa memesan rangkaian bunga lewat online, sehingga para pelanggannya semakin banyak. Jadi tidak mengherankan kalau usaha Maria Florist semakin berkembang, bahkan saat ini sudah melayani pemesanan di dua puluh kota seluruh Indonesia.
Gaji yang aku terima per bulan cukup lumayan, meskipun jika dibandingkan dengan bayaran jasaku per malam jauh lebih tinggi. Setiap para pelanggan pria yang ingin tidur denganku, mereka harus rela dompetnya terkuras habis. Karena jujur aku memasang tarif yang tinggi untuk tubuhku. Bukan maksud untuk sombong tapi wajah dan tubuhku memang bisa dikatakan sangat menjual untuk menarik napsu kaum lelaki di luar sana. Maka dari itu aku selalu memilih pelanggan yang memang memiliki uang banyak dalam kantongnya. Tapi terkadang aku pernah tak mendapat pelanggan karena mereka hanya sekedar minum atau tak punya duit untuk memakaiku.
Meskipun begitu, aku tak menyesal sudah meninggalkan masa lalu kelam tersebut. Sekarang aku bahagia dengan hidupku saat ini. Walau gaji tak seberapa tapi setidaknya cukup untuk memenuhi kebutuhan aku juga Kasih. Yang paling penting dari semua itu, sekarang aku bisa menghasilkan uang yang halal. Dan itu semua berkat bantuan Fathir.
Apa kabarnya pria itu? Semoga dia bahagia dan sehat selalu. Sudah dua hari ini Kasih tidak menanyakan mengenai Fathir lagi. Aku rasa dia sudah mulai mengerti dan menerima penjelasan yang aku berikan padanya. Dan hal itu cukup membuatku lega.
Sore ini meskipun dalam keadaan letih, aku masih dapat tersenyum puas begitu siap menyelesaikan semua pekerjaanku. Dengan begitu aku bisa pulang lebih cepat dari jam biasanya. Mungkin karena terlalu terburu-buru membalikkan badan, aku tak sengaja menabrak tubuh dari sosok pria yang tak lain adalah anak pemilik toko bunga ini. Aku terhuyung sedikit ke belakang akibat benturan keras dari dada miliknya.
"Astaga, maafkan saya tuan Dante. Saya tidak sengaja," Ujarku menunduk sopan.
Tapi karena pria itu tak kunjung memberi respon, aku mencoba mendongakkan kepala untuk menatapnya.
"Kamu sengaja," Ucapnya tegas.
"Maaf?" Tanyaku bingung. "Saya tidak mengerti maksudnya. Sengaja untuk apa?"
"Kamu sengaja pura-pura menabrak saya, hanya untuk menarik perhatian saya. Bukan begitu?"
"Maaf. Saya sungguh tidak sengaja. Tadi saya berniat untuk cepat pulang tapi saya tidak tahu kalau Tuan juga sedang berjalan ke arah yang sama."
Dia melipat kedua tangannya di depan dada seraya menatap tubuhku. "Untuk penilaian payudara wanita, punya kamu oke juga. Terasa kenyalnya buat aku."
Pria ini benar-benar tidak tahu sopan-santun terhadap seorang wanita. Aku mengabaikan ucapannya tadi dan segera berjalan ke depan, namun dia menahan lenganku.
"Kenapa? Kamu risih atau tidak suka dengan perkataanku barusan?" Tanyanya pongah.
"Maaf. Meladeni pembicaraan tuan Dante bukan bagian dari tugas saya. Permisi."
"Saya tahu siapa kamu."
Langkahku spontan terhenti namun aku tidak berbalik.
"Saya sering lihat kamu di tempat hiburan malam itu."
Kali ini aku berbalik dan menatapnya. Dia berjalan mendekatiku.
"Katakan padaku, apa hubunganmu dengan Fathir. Kenapa dia bisa mengenalmu?" Tanyanya mengintimidasiku. Sepertinya dia berteman baik dengan Fathir.
"Kami tidak memiliki hubungan apa-apa," Jawabku jujur.
Dia mendesis. Dan tiba-tiba saja dia mendorong tubuhku ke belakang hingga punggungku berbentur dengan pintu kaca toko. "Jangan coba membohongi saya. Saya tahu persis jenis wanita sepertimu! Kalian akan menggunakan banyak cara kotor untuk mencapai sesuatu yang ingin kalian dapatkan!"
Aku terkejut dengan perlakuannya itu. Tapi aku berusaha untuk tenang dan mengabaikan nyeri pada tubuhku. "Saya berkata jujur. Saya tidak punya hubungan apapun. Fathir adalah pria yang baik dan dia banyak membantu saya, itu saja. Jadi, biarkan saya pulang." Aku mencoba meloloskan diri darinya. Tapi lagi-lagi dia menarik dan mencengkram kuat lenganku.
Tanpa memikirkan apakah aku kesakitan atau tidak atas tindakannya tadi, dia tetap saja membentakku. "Kamu pikir saya percaya dengan jawaban seorang pelacur sepertimu? Tidak akan!"
Aku tidak punya kesalahan apapun dengan pria ini. Tapi kenapa dia begitu membenciku? Memangnya kenapa kalau aku seorang mantan pelacur? Kenapa setiap perkataan yang keluar dari bibir kami dipandang sebelah mata? Kenapa orang-orang tidak bisa dipercaya?
Kenapa? Siapa yang membuat peraturan semua itu? Pelacur juga manusia biasa sama dengan manusia lainnya.
Rasanya aku ingin menangis karena tuduhannya itu. Tapi aku tidak ingin menunjukkan kelemahanku di depan pria ini.
"Dulu masa lalu saya memang seorang pelacur, lalu mengapa? Saya rasa Anda pun pasti punya masa lalu yang kelam. Setiap orang pasti akan ada saatnya menyesal dan memperbaiki kesalahannya. Sekarang saya sudah sadar dan berusaha untuk memperbaiki diri. Jadi tolong, jangan pandang saya dari masa lalu. Saya sudah tidak hidup di sana. Saya sudah meninggalkan masa lalu itu."
"Benarkah seorang pelacur bisa secepat itu bertobat?" Dia tertawa mengejekku. "Saya yakin dibalik pertobatanmu itu terselip motif yang jahat. Kamu pasti ingin memiliki Fathir bukan? Kamu ingin dia menikahimu jadi kamu tidak perlu susah payah untuk mengangkang melayani pria di luar sana lagi. Saya akui kamu cukup pintar menarik simpati Fathir. Tidak heran dia meminta saya untuk memberi pekerjaan pada seorang wanita di toko bunga milik Mama saya ini. Katanya kamu memiliki seorang putri yang sedang mengidap penyakit jantung bocor. Dan kamu yang harus banting tulang demi putrimu. Karangan ceritamu itu sungguh begitu dramatis. Pantas saja Fathir percaya."
Kedua tanganku terkepal menahan emosi. "Sesempit itukah kacamata Anda menilai diri saya sepenuhnya hanya dari pekerjaan masa lalu?" Aku memandangnya dengan penuh rasa benci. "Terimakasih banyak untuk pujian Anda pada cerita dramatis saya. Terserah Anda percaya atau tidak, itu hak Anda sepenuhnya. Tapi apa yang Anda dengar dari Fathir, itu semuanya benar."
Kepalaku tertunduk sesaat untuk mengabaikan rasa sakit hatiku untuk semua ucapannya tadi. Setelah cukup kuat, aku kembali menatapnya. "Tak penting bagaimana Anda memandang buruk masa lalu saya. Cukup Tuhan yang menciptakan saya saja yang melihat ketulusan hati saya. Saya tidak butuh pengakuan dari orang-orang seperti Anda. Karena di akhir nanti, kita semua manusia akan mempertanggungjawabkan hidup ini langsung kepada-Nya.
Saya meninggalkan masa lalu itu bukan agar mendapat sanjungan dari Anda ataupun orang lain di luar sana. Tapi karena saya tahu masa depan saya bergantung dengan kebaikan yang saya lakukan di hari ini. Jadi, Anda tak perlu menghakimi hidup saya seperti itu. Urus saja diri Anda, apakah sudah lebih baik atau lebih buruk dari saya. Terkadang kita lupa diri saat sedang menunjuk seseorang dengan jari telunjuk. Perlu kita ingat juga bahwa sisa empat jari lainnya itu sedang mengarah ke diri kita sendiri! Saya rasa Anda cukup pintar untuk mengerti perumpamaan itu. Dan tolong biarkan saya pulang."
Dia menatapku dan aku balik menantang tatapannya. Sampai akhirnya dia memberi aku jalan untuk keluar. Tapi sebelum aku mencapai pintu, dia kembali berseru.
"Fathir sudah memiliki calon tunangan dari kalangan wanita terhormat, terpelajar dan yang pasti beragama. Dia wanita yang soleha. Saya harap kehadiranmu tidak mengacaukannya. Jangan bermimpi bisa mendapat pria seperti dia. Hanya karena dia baik padamu bukan berarti dia punya rasa. Sadar diri dan sering-sering bercermin. Pria baik hanya berjodoh dengan wanita baik juga."
Tidak ada yang salah dari perkataan Dante. Di satu sisi aku senang mendengar Fathir menemukan wanita yang sebanding dengannya. Tapi di sisi lain aku merasa ada yang sedang meninju hatiku, sehingga aku merasakan sakit yang begitu luar biasa. Sampai air mataku berlomba ikut jatuh menetes.
"Terimakasih sudah mengingatkanku." Setelah itu aku pergi dengan perasaan yang sulit aku artikan sendiri.
*****
Sebelum pulang ke rumah, aku pergi jalan-jalan sebentar untuk menenangkan pikiranku yang agak kacau. Sekitar jam tujuh malam aku tiba di rumah dan seketika aku mengernyit saat melihat sebuah motor kawasaki hitam terparkir di sana. Segera kupercepat langkah kakiku untuk mengetahui siapa orang yang ada di dalam rumah bersama putriku. Semoga Kasih baik-baik saja.
Saat memegang gagang pintu, aku mendengar suara tawa dari Kasih. Detik itu juga perasaanku luar biasa lega mengetahui dia baik-baik saja. Tanpa berlama-lama lagi, aku langsung membuka pintu.
"Mama! Lihat siapa yang datang ke rumah kita. Om Fathir, Ma! Om Fathir datang bawain boneka gede untuk Kasih!" Teriak putriku kegirangan.
Aku hanya berdiri mematung di depan pintu rumah seraya memandang pria itu. Kenapa dia harus muncul lagi di sini? Tidak tahukah dia, kalau itu hanya akan membuat aku dan Kasih semakin sakit? Sakit karena mengharapkan sesuatu yang lebih dari dirinya.
5-Februari-2018
Ini cast untuk Kaladhipa.
Cast untuk Fathir belum. Ada saran?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top