ES [34]
Tanganku gemetar memegang testpack itu. Pandanganku mengabur karena menahan air mata saat menatap dua garis merah yang muncul di sana. Hasilnya positif.
TIDAK! AKU TIDAK MUNGKIN HAMIL!
Aku menangis histeris dan membuang jauh benda kecil itu dari tanganku. Kenapa aku harus mengalami kejadian ini? Apa yang harus aku katakan kepada Fathir kalau aku hamil dan tidak tahu siapa pria yang melakukannya?
Aku harus gugurkan janin ini, sebelum ada yang tahu kehamilanku. Ya, itu lebih baik. Aku bangkit berdiri untuk pergi, namun kehadiran Fathir di depan pintu membuatku terkejut. Dia berjalan ke arah kursi lalu menunduk untuk memungut benda kecil di lantai yang kubuang dengan asal.
"Milik siapa ini Kala?" Fathir menatapku serius.
Aku hanya diam dengan kedua mata memerah.
"Apa testpack ini milikmu? Jawab Kala!" Bentaknya kuat. Aku terkejut sekali. Ini pertama kalinya dia berbicara dengan intonasi tinggi padaku.
"A-aku hamil," Jawabku dalam keadaan menangis. Perlahan aku berjalan mendekatinya, namun dia mundur menjauhiku. Detik itu kurasakan nyeri pada hatiku.
"Kenapa kamu mengecewakanku Kala?"
Aku bergeleng menangis. "Aku dibius dan diperkosa, Fathir. Aku tidak tahu siapa yang melakukan itu. Maafkan aku...."
Fathir hanya diam saat aku memeluk tubuhnya. Biasanya dia akan membalas pelukanku dan menenangkanku. Tapi sekarang tidak. Dia begitu kecewa padaku.
Lalu apa yang harus aku lakukan? Aku juga tidak menginginkan ini terjadi.
"Aku butuh waktu untuk berpikir, Kala."
"Apa itu artinya kamu akan meninggalkanku sendiri?" Tanyaku dengan suara pilu.
"Aku bisa menerima masa lalumu, tapi untuk kehamilan itu? Aku... aku butuh waktu untuk bisa menerimanya. Maaf, Kala." Dia melepaskan pelukanku dan pergi meninggalkanku sendiri.
"Fathir!" Aku menangis dan mengejarnya. "Fathir jangan pergi, aku mohon. Aku membutuhkanmu di sampingku."
"Aku butuh waktu untuk berpikir. Jadi tolong mengertilah, Kala."
Kepalaku terasa pusing sehingga aku berhenti mengejarnya. Samar-samar aku melihat sosok Fathir pergi dengan motornya. Ingin aku memanggilnya, namun aku terlanjur jatuh dan tak sadarkan diri.
*****
"Fathir!" Teriakku ketika terbangun dari tidur. Napasku terengah-engah dan sekujur tubuhku berkeringat. Ternyata semua itu hanya mimpi.
Beberapa minggu setelah kejadian itu, aku memang sering terbangun dengan berkeringat dingin, karena tidurku dihantui mimpi buruk. Tapi mimpi tadi terasa begitu nyata, bahkan tubuhku masih gemetar hebat dan berkeringat dingin seperti ini.
Sehari setelah kejadian di hotel, aku langsung mengantisipasinya dengan meminum pil kb darurat agar tidak hamil. Semoga saja obat itu bekerja dengan baik.
Di pagi harinya, aku memulai aktivitas seperti biasanya. Yaitu menjalankan bisnis toko bunga yang sudah berjalan sebulan lebih. Orderan pelangganku selalu meningkat setiap minggunya. Ditambah lagi Fathir juga ikut mempromosikan kepada teman-temannya sehingga banyak yang memesan di sini. Dan sekarang aku sudah memiliki dua orang pegawai di toko. Karena aku tidak sanggup mengerjakan semuanya sendiri, dengan orderan yang begitu banyak sekali.
"Mbak Kala," Panggil Nila salah satu pegawaiku.
Aku menoleh seraya mengerjakan rangkaian buket bunga untuk ulang tahun. "Ya?"
"Ada yang mau order sepuluh papan bunga pernikahan ukuran 200x175cm."
"Untuk hari apa?"
"Besok," Ujarnya tertawa.
Seketika aku terbelalak memandang Nila. "Mana bisa ngerjain 10 papan dalam satu malam ukuran jumbo begitu. Yaudah tolak aja, lagian orderan kita udah penuh sampai minggu depan."
"Satu juta dikali sepuluh sama dengan sepuluh juta. Sayang Mbak ditolak, rezeki loh?"
"Masalahnya orderan kita udah penuh Nila. Kita cuma tiga bertiga di sini. Memangnya kamu sama Rima sanggup lembur ngerjainnya?"
"Ini aku udah nolak orderannya. Tapi dia bilang mau bayar dua kali lipat. Gimana dong Mbak?" Tanya Nila seraya menunjukkan chat pesanan itu padaku.
"Terima aja mbak Kala," Seru Rima yang sedang menyusun bunga-bunga di luar toko. "Nanti kita bertiga lembur, lumayan itu duitnya."
"Aku juga nggak masalah kalau lembur," Sambung Nila.
"Kalau kalian berdua semangat, yaudah kita terima orderannya." Kataku pasrah. Sebenarnya aku sudah janji pada Fathir mau malam mingguan hari ini. Tapi sepertinya harus diundur jadi besok malam.
*****
Wajah kami bertiga tampak kelelahan karena tadi malam begadang mengerjakan pesenan papan bunga pernikahan. Aku meminta jasa kurir pick up untuk mengantar pesanan tersebut. Setelah itu Nila dan Rima pamit pulang dari toko.
Aku berhenti menutup pintu saat melihat sosok Fathir datang dengan motornya. Lalu dia turun dan berjalan ke arahku sambil memegang sebuah amplop bewarna coklat di tangannya. Biasanya dia tersenyum tapi hari ini tidak.
"Untukmu," Ujarnya menatapku serius.
Aku menelan ludah dengan susah payah saat memandang amplop itu. "Apa isinya?"
"Buka dan lihat sendiri."
Tanganku gemetar membuka isi dari amplop tersebut. Air mataku nyaris tumpah ketika melihat foto diriku yang tertidur di hotel. Dalam gambar-gambar itu, tubuh polosku hanya ditutupi selimut seperti habis berhubungan intim.
"Apa wanita di dalam foto itu adalah kamu? Inikah yang kamu tutupi selama beberapa minggu dari aku?" Tanya Fathir dengan mencengkram kedua bahuku.
Aku tertunduk diam karena tidak berani menatapnya. Hanya air mataku yang jatuh menetes saat dia memaksaku untuk berbicara.
"Jawab Kala! Aku ingin mendengar jawaban darimu. Sebenarnya apa yang terjadi?!"
Aku tersentak mendengar bentakan Fathir. Bentakannya itu mengingatkan mimpiku yang semalam.
"Jadi kamu memilih diam daripada menjelaskannya padaku?" Tanyanya lagi.
"Iya. Wanita yang ada di dalam foto itu adalah aku. Tapi di situ kondisi aku nggak sadar sama sekali. Saat terbangun, tiba-tiba aku udah ada di dalam kamar hotel dan pakaianku berserakan di lantai. Aku nggak tahu apa yang terjadi, tapi kemungkinan paling besar aku udah diperkosa. Apa itu yang ingin kamu dengar Fathir?" Tanyaku dengan mata berlinang.
"Kenapa kamu nggak pernah cerita masalah ini sama aku?" Dia memandangku dengan tatapan kecewa.
"Bagaimana mungkin aku menceritakan aib itu ke kamu? Aku takut kamu kecewa sama aku."
Rahang Fathir tampak mengeras karena menahan emosinya. "Kamu selalu seperti itu, Kala. Membuat pemikiran sendiri dan menyimpulkannya sendiri. Kamu nggak pernah mau berbagi atau melibatkan aku didalamnya. Seolah kamu bisa menyelesaikan semuanya sendiri tanpa memikirkan perasaan aku yang terluka. Berapa kali aku katakan, kalau kamu ada masalah cerita sama aku. Jangan memendamnya sendiri. Apa pernah aku pergi atau menjauh setiap kali kamu ada masalah? Enggak kan? Aku selalu berdiri di sampingmu, meskipun berkali-kali kamu nyuruh aku untuk menjauh."
"Aku cuma nggak mau menyakiti kamu," Ucapku jujur.
"Tapi nyatanya kamu nyakiti aku sekarang."
Aku tertunduk lagi dan menghapus air mataku yang tak kunjung berhenti. "Maaf. Aku mengaku salah."
"Aku lelah dengan sikap kamu yang terus seperti itu, Kala."
Dia mengatakan lelah dengan sikapku. Itu artinya dia menyerah. Aku tidak akan memaksanya untuk bertahan seperti yang ada di dalam mimpiku.
Aku mengangguk pelan dan menahan diri untuk tidak mengeluarkan isakan tangisku di depannya. "Kalau kamu ingin mengakhiri hubungan kita sampai di sini, nggak apa-apa. Aku lepasin kamu pergi. Maaf ya, kalau selama hubungan ini aku hanya membuat kamu lelah. Aku memang jahat dan egois. Jadi aku minta maaf. Dan sebenarnya aku nggak bermaksud untuk mengusirmu dari sini. Tapi semalam aku, Nila dan Rima begadang mengerjakan pesanan papan bunga sampai pagi. Jadi sekarang aku butuh istirahat. Maaf aku harus menutup pintunya."
Setelah itu aku masuk ke dalam kamar tanpa memperdulikan gedoran dan suara Fathir yang memanggilku dari pintu luar toko.
4-Mei-2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top