ES [28]
Sepanjang perjalanan, kami bertiga hanya diam di dalam mobil. Aku menatap Fathir dari kaca spion atas yang tampak serius menyetir.
"Aku udah nggak tinggal di kontrakan lama lagi," Kataku memberitahunya.
Nabila spontan menoleh ke belakang untuk melihatku, lalu bergantian menatap Fathir di sebelahnya.
"Kamu sering datang ke rumah kontrakan Kala?" Tanyanya.
"Dulu," Jawab Fathir jujur.
"Ternyata kalian berteman dekat sekali."
Fathir mengangguk lalu melirikku melalui kaca spion di atas kepalanya. "Jadi sekarang kamu tinggal di mana?"
"Di toko bunga milik tante Maria."
Untuk kedua kalinya Nabila menoleh lagi ke belakang. "Hmm... teryata hubungan kamu dan Dante udah seserius itu ya? Sampai tante Maria ngizinin kamu tinggal di sana."
Sebaiknya aku berhenti berbohong tentang hubunganku dengan Dante. Aku tidak ingin menambah masalah lagi. Bahkan untuk besok, entah apa yang harus aku jelaskan ke tante Maria. Beliau pasti terkejut mengetahui masa laluku.
"Aku dan Dante itu sebenarnya...."
Sejenak aku berhenti bicara ketika lagu All I Ask milik Adele terdengar di dalam mobil. Nabila menoleh ke Fathir, karena pria itu sengaja menyetel musik dengan volume suara yang cukup kuat.
"Fathir, aku sama Kala lagi bicara." Nabila protes.
"Silahkan. Kan aku nggak ngelarang kalian bicara."
"Tapi Fathir, suara musiknya terlalu kuat."
"Aku mulai ngantuk Nabila, jadi sengaja pasang musik biar tetap fokus nyetirnya."
"Kalau kamu ngantuk, yaudah sini gantian. Biar aku yang nyetir mobilnya."
Fathir bergeleng. "Nggak usah. Aku belum ngantuk banget."
Nabila menghela napas. Lalu kami kembali diam dan hanya lagu Adele yang terdengar.
[1]
I will leave my heart at the door
I won’t say a word
They’ve all been said before
So why don’t we just play pretend
Like we’re not scared of what’s coming next
Or scared of having nothing left
[II]
Now, don’t get me wrong
I know there is no tomorrow
All I ask is
[III]
If this is my last night with you
Hold me like I’m more than just a friend
Give me a memory I can use
Take me by the hand while we do what lovers do
It matters how this ends
Cause what if I never love again?
[IV]
I don’t need your honesty
It’s already in your eyes and I’m sure my eyes, they speak for me
No one knows me like you do
And since you’re the only one that matters, tell me who do I run to?
[Back to II, III]
[Bridge]
Let this be our lesson in love
Let this be the way we remember us
I don’t wanna be cruel or vicious
And I ain’t asking for forgiveness
All I ask is…
[Back to III]
***********
"Fathir, rumah aku udah lewat loh. Kenapa nggak berhenti?" Tanya Nabila yang menatap arah rumahnya melalui sisi kaca mobil.
"Kita antar Kala dulu, baru aku balik antar kamu."
"Astaga Fathir, kamu jadi bolak-balik lagi. Kan itu dua kali kerjaan."
"Nggak apa-apa."
Aku hanya diam mendengar pembicaraan mereka berdua. Sepertinya Fathir tidak mau berdua denganku di dalam mobil. Jadi dia sengaja melewatkan rumah Nabila. Kalau Fathir memang tidak mau melihatku lagi, kenapa dia tidak membiarkanku pulang dengan naik taksi saja?
Apa dia ingin menunjukkan padaku, bahwa dia begitu menjaga perasaan Nabila?
Aku tidak ingin menangis, tapi air mataku mengkhianati. Tanpa izin, dia jatuh menetes di pipiku. Namun segera kuhapus seraya memalingkan pandanganku ke kaca mobil. Aku lebih memilih menatap sisi jalan daripada harus melihat kebersamaan Fathir dan Nabila.
Begitu sampai di depan toko, aku mengucapkan terimakasih pada mereka berdua. Lalu aku keluar dari mobil, tanpa menoleh ke belakang, aku terus berjalan ke pintu toko. Setelah mobil Fathir memutar arah dan pergi balik mengantar Nabila, air mataku kembali menetes. Banyak hal yang sudah aku lalui selama hidup, tapi aku tidak pernah selemah ini. Dan sekarang aku sangat membenci diriku sendiri yang lemah hanya karena cinta.
Bahkan kunci ditanganku sampai terjatuh berkali-kali dari karena aku tidak fokus memasukkannya ke dalam lubang pintu. Setelah cukup lama, akhirnya aku berhasil dan segera masuk ke dalam toko.
Aku langsung berjalan ke kamar untuk mengganti gaunku dengan baju tidur. Selesai menggantinya, aku merebahkan diri di atas ranjang dan menatap langit-langit kamar. Kira-kira Fathir langsung mengantar Nabila pulang ke rumah ataukah mereka jalan berdua dulu di luar?
Aku bergeleng cepat dan mengambil bantal untuk kepalaku. Lebih baik aku tidur saja daripada memikirkan sesuatu hal yang akan membuatku sakit hati sendiri.
Dan tidur nyenyakku pun terganggu saat mendengar bunyi ponselku yang berdering. Dalam keadaan setengah mengantuk aku menatap nomor baru yang muncul di layar ponselku. Siapa yang menghubungiku di jam 1 pagi begini?
Awalnya aku ingin mengabaikannya tapi entah kenapa aku malah menjawab telepon itu.
"Halo?"
"...."
"Haloo? Ini siapa?" Tanyaku lagi karena orang yang di ujung telepon sana tidak menjawab.
Orang itu masih diam, namun aku dapat mendengar hembusan nafasnya beberapa kali. Seketika aku bangkit bangun dan duduk di pinggir ranjang, begitu tahu siapa dia. Aku sangat mengenal sekali suara itu.
"Fathir?" Panggilku memastikan.
"...."
"Ini kamu kan?"
"I'm jealous," Suaranya terdengar pelan. "Aku pikir bisa melupakanmu, tapi ternyata sulit sekali."
Aku terdiam dan mendengarnya bicara. Sesekali aku mendengar suara mobil yang melintas juga dari ujung telepon.
"Hidup itu terkadang lucu. Dulu aku pacaran sama wanita yang ditaksir Dante, sekarang dia yang pacaran sama wanita yang aku cinta. Ternyata cemburu itu, nggak enak sama sekali. Baru ini aku merasakannya, dan itu karena kamu Kala."
"Kamu lagi di mana Fathir?" Tanyaku sambil keluar dari dalam kamar.
"...."
Dia kembali diam. Sementara aku terus berjalan ke depan sambil tetap memegang ponsel di telinga. Perasaanku mengatakan kalau Fathir sedang berada di parkiran toko. Dan ternyata dugaanku benar. Dari pintu kaca depan, aku dapat melihat mobilnya terparkir di sana. Mungkin dia sudah melihatku di sini, jadi dia keluar dari dalam mobil.
Aku memutuskan telepon dan berjalan menghampirinya yang berdiri di samping mobil.
"Tadi kamu bilang apa?" Tanyaku dengan suara yang terdengar gemetar. Mungkin ini efek bahagia melihatnya ada di sini. Atau bisa jadi karena jantungku yang sedang berdebar-debar.
"Hidup itu lucu?"
Aku bergeleng pelan. "Sebelumnya."
"Sulit melupakanmu?"
"Sebelumnya lagi."
"I'm jealous?"
"Kamu cemburu sama siapa?"
Fathir memalingkan pandangannya dariku. "Sama semua pria yang dekati kamu. Termasuk Dante dan pria berkaca mata itu."
"Sebenarnya a---aku juga cemburu lihat kamu sama Nabila."
Dia kembali melihatku. "Kenapa kamu cemburu?"
Aku berjalan perlahan menutup jarak di antara kami. Setelah itu aku memeluknya, memejamkan mata menghirup dalam-dalam aroma tubuhnya yang begitu kurindukan.
"Maafkan aku Fathir. Sebenarnya selama ini aku berbohong. Aku pikir... aku bisa hidup tanpa kamu, tapi ternyata tidak. Maafkan kebodohanku." Aku menangis sambil memeluknya erat.
"Jadi kamu dan Dante cuma bohong?"
"Iya."
"Astaga Kala," Ujarnya geram. Namun dia tetap membalas pelukanku. "Aku itu gemes banget lihat kamu. Sebenarnya aku tahu kamu juga punya perasaan ke aku. Tapi kamu takut untuk berjuang kan?"
Aku mengangguk. "Karena aku pikir kita pasti nggak akan bisa bersama dengan perbedaan di antara kita."
"Aku cuma minta kamu untuk tetap ada di sampingku. Selebihnya biarkan aku yang berjuang untuk hubungan kita. Kamu percaya sama aku kan?"
Aku mengangguk dengan posisi yang masih memeluknya. "Terus gimana dengan Nabila?"
"Nabila bukan tipe wanita yang suka memaksakan kehendaknya. Mungkin Nabila akan kecewa tapi dia pasti bisa mengerti kenapa aku nggak bisa milih dia. Karena cinta itu nggak bisa dipaksakan."
"Waktu itu aku nangis karena kamu cuekin di bank. Aku pikir kamu udah lupain aku."
Fathir tertawa. "Ya habisnya aku kesal, kalau ingat penolakan kamu. Baru kali itu aku ngerasain ditolak perempuan. Padahal di luar sana, banyak yang mau dekat-dekat sama aku."
"Iya. Maafin aku."
Fathir melepas pelukan kami, lalu menggenggam wajahku dengan kedua tangannya. "Mulai hari ini, aku nggak akan pernah lepasin kamu lagi. Meskipun suatu saat nanti kamu berubah pikiran dan ingin berpisah, aku nggak akan mau. Walaupun kamu nangis sampai memohon, paham Kala?"
Aku mengangguk seraya memeluknya kembali dengan kedua tanganku di pinggangnya.
"Mau sampai kapan kita pelukan di sini?" Tanyanya setengah tertawa.
"Hmm... sebentar lagi. Aku masih mau lepas rindu."
"Oke. 10 menit cukup ya? Aku harus balik ke rumah. Besok pagi kerja soalnya."
"Hmm...." Aku hanya bergumam.
Lalu Fathir memelukku lagi seraya mencium ubun-ubun kepalaku.
23-April-2018
Ciyeee-ciyeee ada yg baru jadian. *lempar telur
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top