u. choose | Last Chapter

UDAH LAST CHAPTER TETEP GAK
MAU VOTE ATAU KOMEN?!!!
G kok Canada wkwk :v

---

Derap langkahnya begitu gusar, wanita itu hanya menampakkan wajahnya yang kelewat datar tanpa secuil pun ekspresi setelah mendengar beberapa pernyataan yang membuat kalimat-kalimat idiot itu terus berputar dan berdengung begitu larut di pikirannya. Ia melangkah tergopoh-gopoh untuk segera meraih daun pintu rumahnya---untuk sekadar mencari ketenangan, barangkali.

Namun, bukan ketenangan yang ia dapat. Setelah beberapa langkah memasuki rumah ia justru melihat beberapa bingkai foto pernikahannya bersama Taehyung. Aeri sungguh tak habis pikir, di atas senyum yang ia agungkan, di atas manik-manik indah yang ia kenakan, dan di atas kebahagiaan yang sudah sepakat mereka ciptakan, ada penderitaan seseorang yang terkubur begitu dalam, bersemayam di dasar kerak bumi sampai tak diketahui.

Wanita itu berlutut, bahkan kakinya tak mampu lagi menopang segala kenyataan yang harus ia terima. Tangisnya larut, menjadikan ruangan tersebut dipenuhi suara isak tangis yang ia buat. Ditengah isaknya, suara derap langkah kaki lain terdengar semakin dekat. Yang Aeri yakin itu adalah Taehyung.

Dan benar saja, Taehyung yang melihat Aeri begitu kacaunya langsung terbelalak tak mengerti, takut kalau saja hal berbahaya menimpa istrinya. Taehyung langsung merengkuh Aeri ke dalam peluknya, ia lebih memilih menenangkan wanitanya terlebih dahulu dari pada menanyakan apa yang terjadi. Karena Taehyung tahu, Aeri takkan mau mengatakan apapun sebelum tangisnya sedikit mereda.

"Hey Aeri, lihat aku," pinta Taehyung sembari mencoba mendongakan wajah wanita di depannya. Tetapi Aeri menolak, wanita itu terus terisak sembari menggelengkan kepalanya.

"Apa yang terjadi padamu, Aeri? Astaga, jangan membuatku kepalang panik begini."

Taehyung kembali merengkuh tubuh itu, mengusap puncak kepala istrinya dan sesekali menyeliokan kecupan kecil di puncak kepala Aeri.

"Aku takut---sungguh. Kali ini aku benar-benar takut kau akan meninggalkanku, Tae."

Lagi-lagi tangisnya pecah, Aeri berusaha sangat keras untuk menahan liquid yang keluar dari matanya. Tetapi lagi-lagi gagal. Dalam hati, ia terus merutuki dirinya sendiri. Berkali-kali menyumpahi bahwa ia wanita yang tak tahu malu sama sekali, membawa pergi Taehyung demi menginginkan kebahagiaan yang utuh.

"T-taehyung ku mohon dengarkan aku. D-dia, tidak, maksudku Hera. Lee Hera, dia akan kembali ke California hari ini. Ku mohon temui dia sekarang, aku yakin kau belum mengetahui satu hal yang wanita itu sembunyikan darimu."

Isaknya tertahan, mencoba melanjutkan kembali kata-katanya yang sangat sulit untuk ia sampaikan, "Dan jika kau telah mengetahui semuanya---aku takkan menahanmu jika kau memang menginginkan dirinya, Kim. Aku bersumpah aku takkan menahanmu."

Taehyung tidak bisa mencerna apapun, dengan Aeri yang tiba-tiba pulang dengan tangis. Dan apa ini? Tiba-tiba ia membicarakan tentang Hera? Rahasia?

"Aeri, aku takkan sebodoh itu untuk meninggalkanmu. Aku berjan---"

"Kim Taehyung!" Napasnya tersengal, matanya yang kini berselaput merah menatap Taehyung dengan tajam, "Jangan mengatakan janji apapun. Temui Hera sekarang juga, dan kau akan tahu mengapa aku tak menginginkan kau mengucapkan janji apapun padaku."

Taehyung menatap wanitanya begitu tak percaya. Yang kemudian seperti tersirat sekelebat amarah yang memenuhi sudut pupil miliknya.

"Aku bersumpah demi seluruh kehidupan yang aku miliki. Kim Aeri, aku takkan sudi meninggalkanmu demi kebahagiaan lain. Kau yang paling baik diantara yang terbaik."

Lantas Taehyung segera berdiri, meninggalkan Aeri yang masih berlutut dan terisak penuh akan tangisnya dan terpaku pada beberapa hal yang menggerogoti jiwanya. Ini terasa gila, sungguh terasa gila bagi Aeri yang kini tengah menatap dirinya sendiri yang begitu porak-poranda pada refleksi kaca.

Ia sejujurnya sungguh khawatir, tentang bagaimana jika nanti keadaan memaksakan Taehyung untuk memilih kembali kepada wanita itu. Ia takkan mampu menahan Taehyung lagi, tentu saja. Aeri telah memberikan pilihan secara utuh padanya. Apapun yang akan ia terima dari pria itu, hal tersebut pula yang harus ia setujui tanpa terkecuali.

Sedangkan di sudut jalanan lain, Taehyung mencoba ke rumah milik Hera, tetapi ksong. Tidak ada bising sama sekali yang dapat ditangkap oleh inderanya, Taehyung pikir mereka sudah pergi. Sampai dering ponselnya menandakan sebuah pesan yang masuk. Itu dari Aeri.

Temui dia di Bandara, Tae!

Sial! Taehyung langsung mengangkat kaki jenjangnya untuk bergegas ke Bandara, dengan deru mesin Mobil yang mengiringi penuhnya pikiran Taehyung, pria itu menancap gas dengan penuh sampai tiba di tempat sepuluh menit lebih cepat.

Matanya menelanjangi setiap kepala, setiap tempat, dan setiap langkah kaki. Peluhnya bercucuran memasuki pintu ruang tunggu, sampai netranya menemukan sosok itu. Tubuh ringkih yang tengah berjalan di tengah kerumunan. Taehyung langsung berlari, menghampiri dan menghentikan Hera dengan cepat, meraih tangan wanita itu sampai kini saling berhadapan.

"Kenapa tak mengatakan apapun padaku? Kau selalu pergi tiba-tiba tanpa alasan, kau tahu?" ucapnya dengan napasnya yang masih tersengal.

Hera hanya tersenyum menatap lekat-lekat pria di depannya. Tetap diam tanpa mengatakan apapun, wanita itu hanya sedang merekam setiap detail lekuk wajah Taehyung. Karena mungkin saja ini adalah pertemuan terakhir bagi mereka.

Tiba-tiba air matanya menggenang ketika netranya salaing bertatap lekat, Hera memandangi netra kecoklatan sempurna milik Taehyung sembari memikirkan satu hal. "Dia pasti akan sangat mirip denganmu kalau saja aku bisa menjaganya lebih baik."

Taehyung hanya mengernyitkan dahinya, ia tak tahu apa yang sedang Hera gumamkan. "H-hey, kenapa kau menangis? A-aku salah berbicara?"

Hera menyeka sungai kecil yang membentang di pipinya. "Tidak, Tae. Dan ini," ucapnya sembari memberikan sebuah amplop cokelat berukuran sedang "Aku tak yakin akan memberi itu padamu awalnya, tetapi aku rasa kau berhak tahu walupun tak akan mengubah apapun."

Taehyung sungguh bingung, ia hanya membuka dengan ragu apa isi dari bungkusan cokelat itu. Ada beberapa benda seperti kalung kecil dengan huruf 'T' yang manis, sebuah test pack dengan garis yang menandakan positif, dan satu yang membuat Taehyung berusaha keras menyingkirkan segala asumsinya. Sebuah hasil USG dengan gumpalan kecil yang ia yakini adalah awal berkembangnya benih yang akan menjadi manusia lucu.

Taehyung hanya menatap Hera kelewat datar, seperti meminta penjelasan atas apa yang ia lihat saat ini.

"Taerim. Ah, atau mungkin Taeil? Aku tidak tahu, dia belum terlihat perempuan atau laki-laki saat itu." Aeri memperjelas, yang membuat peluh di dahi Taehyung semakin bercucuran, tatapan kelewat datarnya menjadi sebuah sendu tanpa batas, terlalu mendalam.

Hati laki-laki itu berkecamuk, atau barangkali hati keduanya yang begitu hancur sampai melebur dengan sungai kecil yang membentang di pipi keduanya. Menahan getaran tangis yang semakin merangsak lolos.

"K-kau---" ucap Taehyung terpotong ketika Hera segera mengangguk dan memoerjelas perkataannya.

"Ya. Aku tak pernah meminum obat yang kau beri, Tae. Kau tahu bukan bahwa dulu kita sangat menginginkannya? Apalagi kau memutuskan untuk menikahiku, A-aku kira---"

Peluk Taehyung menghambur pada wanita itu, beradu Tangis tanpa isakan karena tertahan dengan hebat. Menahan jeritan-jeritan konyol dan rutukan pada semesta yang begitu gila.

"Aku kira aku akan membesarkannya bersamamu, t-tapi Tuhan begitu menyukai anak kita, dia menyukainya, Tae. Dia pasti sangat lucu, aku yakin dia sangat lucu sampai Tuhan tak mengizinkannya lahir di dunia yang menyebalkan ini. Dunia ini tidak pantas untuk anak semanis dia, aku yakin."

Taehyung hanya bisa menelusupkan kepala Hera di dada bidangnya, ia sungguh tak tahu bagaimana menghadapi hal gila ini secara tiba-tiba. Kali ini Taehyung benar-benar ingin menghina semesta mentah-mentah, mencacinya atas segala benci yang merangsak di dada. Andai bisa, ia juga ingin menuntut semesta karena mengambil separuh hidupnya dengan paksa.

Mata keduanya semakin memerah, dengan pelukan yang rasanya tak ingin dilepas begitu saja. Hanya sekali ini saja, Taehyung berjanji untuk menghilangkan segala tentang Hera di pelukan terakhir ini. Pelukannya kali ini tidak untuk memperkuat perasaan, namun meleburkan sisa-sisa yang seharusnya telah hancur. Jika bisa dilihat dengan mata, mungkin akan ada serpihan-serpihan yang melebur ke tahan sebagai tanda perasaan mereka yang telah sepenuhnya berguguran.

Taehyung mengelus puncak kepala wanita itu dengan harapan mampu menenangkan.

"Benar. Dia pasti sangat manis. Dan aku rasa dia Taerim, karena dia terlihat sepertimu."

Hera hanya mengangguk, mencoba melerai tangisnya dan menyudahi pelukan Taehyung yang masih terasa begitu nyaman.

"Kau akan ke sana lagi?" tanya Taehyung yang kini menatap lekat mata Hera.

"Ya, keluarga Min mencariku dan menyuruhku untuk di sana dengan mereka. Taeguk juga sudah aku berangkatkan lebih dulu beberapa hari yang lalu."

Taehyung hanya mengangguk, mengusap pucuk kepala wanita di depannya dengan senyum yang terulas di sana.

"Hati-hati. Mari saling berdoa untuk kebaikan masing-masing. Mari berbahagia di jalan kita masing-masing."

Jabatan tangan mereka menjadi hal terakhir, dengan segala perasaan masing-masing yang telah kembali pada tempatnya. Dan dengan kehidupan masing-masing yang akan berlanjut tanpa harus kesakitan yang berlanjut. Wanita itu melambaikan tangan, dengan langkahnya yang semakin menjauh dan menghilang dari pandangan.

Namun, nyatanya Taehyung tidak mungkin sekuat itu. Bukan pada kenyataan yang membawa Hera pergi, tapi pada sebuah kenyataan yang kini ada di genggaman tangannya. Bahwa ia pernah hampir memiliki kebahagiaan utuh bersama wanita itu walaupun pada akhirnya semua hancur.

Lututnya melemas, terjatuh di lantai dengan tangisnya yang masih saja memberontak keluar. Sampai sebuah tangan meremas pundaknya dari belakang. Itu Aeri, dengan senyum terhangatnya mencoba membangkitkan Taehyung dengan uluran tangannya. Wanita itu memang sedari tadi melihat Taehyung dan Hera, ia bahkan telah datang sebelum Taehyung datang ke Bandara hanya untuk mencegah segala kemungkinan kalau-kalau Hera sudah memasuki jam terbangnya. Namun, kini yang Aeri bisa berikan hanya rengkuh dan peluknya yang erat pada prianya.

"Dunia memang kadang semenyebalkan itu bukan, Tae?" tanya Aeri Yang kini menyandarkan dagunya pada pundak Taehyung.

"Dan---maafkan aku."

Pria itu segera melepas peluknya, menggelengkan kepalanya dan menyejajarkan tinggi badannya dengan Aeri. "Tidak, kau bukan sebuah kesalahan. Kau lebih dari anugerah, kau dan Gyura. Kalian lebih dari setengah hidupku."

Hati mereka menghangat, seperti setiap ruasnya kini telah terisi penuh oleh apa yang seharusnya mengisi. Kehangatan, cinta, maupun buncahan perasaan demi perasaan yang mereka salurkan. Taehyung benar-benar bersyukurlah jika mengingat bagaimana Aeri bisa bersamanya. Pria itu tak menyalahkan apapun, tentang perpisahannya dengan Hera atau hal lain. Karena jika tetap bersama pun, barangkali hidupnya takkan sepenuhnya terisi seperti ketika ia bersama Aeri.

Wanitanya yang selalu memberi cinta dengan kadar yang tinggi, sampai hampir saja Taehyung tak mampu melampaui tingginya. Namun, sekarang tak ada lagi Taehyung yang tak mampu memberi cinta, sebab segalanya telah ia serahkan pada Aeri, wanita bak titisan malaikat yang dengan sabar menjadi pendampingnya, menerima keluh kesahnya, dan tahu apapun tentangnya namun seolah-olah tak ada rasa jenuh yang terlahir dari wanita itu. Yang Aeri tahu hanya rasa ingin bersama Taehyung yang semakin menggunung di setiap hari.

"Ayo pulang, Tae. Ini hampir masuk jam untuk menjemput Gyura pulang."

---

Daun pintu terbuka lebar, menampakkan sosok keluarga kecil yang manis dengan langkah kaki si kecil yang di imbangi kedua orang tuanya. Gyura baru saja selesai mengikuti latihan teaternya, mempersiapkan drama baru untuk pertunjukannya yang lebih baik dari sebelumnya.

Dan hari ini juga sebenarnya pertama kalinya Taehyung dan Aeri menjemput Gyura bersama. Benar, pertama kalinya Gyura mendapat jemputan dari kedua orang tuanya, tentu saja gadis manis itu kepalang bahagia.

"Ayah, ayo membuat puding dengan Gyura lagi," ucap gadi kecil itu dengan semangat.

Taehyung hanya mengangguk dan tersenyum untuk menyetujuinya, tetapi Aeri tahu jika di mata Taehyung masih ada samar luka yang tersirat. Wanita itu memaklumi tentu saja, itu bukan sebuah hal kecil bagi siapapun. Menerima dengan baik kenyataan yang selama ini tersembunyi dengan apik.

Aeri merasa begitu bersalah pada Hera karena telah menyumpahi wanita itu dengan segala ucapan kotornya. Mengetahui bagaimana Hera bahkan tetap menyembunyikan alasan ia pergi dari Taehyung sampai akhir demi menjaga hubungan Taehyung dan sang Ibu. Menjadi terlalu baik menjadikan Kita akan begitu mudah tersingkirkan bukan? Hukum alam memang kadang setidak adil itu.

Bahkan Aeri tidak yakin akan memilih tetap hidup atau mati jika ia ada diposisi Hera dengan segala kerumitan yang dihadapi. Dengan segala tuntutan-tuntutan alam yang mendepaknya keluar dari lingkarang kebahagiaan yang jelas-jelas ia bangun dari awal dengan segala harapan yang nyatanya berbuah pahit.

Hidup tak mampu di hentikan, maka mau tidak mau semuanya memang harus berjalan sesuai kehendak. Bagaimana seharusnya semuanya bertempat, bagaimana seharusnya masing-masing mendapat porsi, dan tentang bagaimana mereka memiliki perisai untuk bertahan menghadapi hal-hal menyakitkan yang terus-menerus dilontarkan pada masing-masing.

Kini mata Aeri menelusuri dua manusia paling berharga di hidupnya yang tengah melontarkan haha-hihi sebahagianya. Mencolek beberapa bumbu dapur seperti saus atau kecap pada kening masing-masing. Padahal, tadi meminta untuk membuat puding, tapi rasanya semua bahan dapur di keluarkan tanpa sisa. Yang artinya Aeri akan bekerja keras untuk membersihkan semua itu setelahnya.

Aeri hanya terkekeh kecil dengan bahunya yang bergetar memperhatikan keduanya, ia terasa baru saja terlepas dari tuntutan-tuntutan ujian hidup yang harus ia hadapi.

Sesak maupun bahagia, semuanya ada. Kehidupan takkan membiarkan kita dalam seonggok rasa sakit tanpa menyelipkan sedikit rasa manis. Namun, kembali lagi pada bagaimana kita menyikapi.

Taehyung dan Gyura menghampiri Aeri yang sedari tadi hanya berdiam diri. "Aeri, tak ingin ikut membuat puding bersama?"

Lamunan Aeri tergugah, namun baru sempat ia membuka mulut tiba-tiba Taehyung menyela, "Atau kalau tidak mau. Bagaimana kalau aku beri tawaran untuk membuat adik manis untuk Gyura?" Lelaki itu sedikit terkekeh.

"Adik?" Gyura yang mendengar Taehyung berbicara tiba-tiba menyahuti.

"Iya, Gyura mau adik kecil?" tanyanya pada sang anak yang terlihat sedikit bingung namun antusias.

"Iya, Gyura mau. Yang banyak, Gyura mau main sama adik-adik."

Yang kemudian hanya ada desisan kesal dari Aeri yang menatap Taehyung kesal.

Bisa-bisanya dia membahas itu dengan Gyura? Kim sialan!

---

END

---

Haloo, saya restyn.
Terimakasih banyak yang sudah menemani Taehyung dan Aeri sampai sejauh ini :')

Cerita ini masih sangat jauh dari kata sempurna. Masih seadanya dan mungkin dari segi penulisan banyak yang keliru. Tapi, yang menyempurnakan cerita ini bukan masalah itu semua. Cerita ini sempurna karena adanya kalian yang ikut andil di dalamnya💜

---

Ada yang mau di tanyakan? Sampaikan? Dan lainnya? Kritik dan saran?

Sambil nunggu epilog, temrnin Taehyung-Aeri di cerita yang baru yuk.

Judul: Misery Guts
Genre: romance, fantasy, empire, merriage.

[baca sinopsisnya aja dulu, kalau nggak tertarik, nggak usah dilanjutin]

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top