p. feel

Dinding seputih awan dengan beberapa dokumen yang dimiliki dokter Yeonho di meja ruang konsultasinya adalah satu-satunya yang bisa dilihat Hera.

Ia rasa semua kenangan buruk yang kembali menyeruak akhir-akhir ini terlampau kelewat batas. Wanita itu kadang sampai merasa bahwa suara-suara Yoongi, deru mesin rumahnya di California, sampai bentuk kekerasan yang ia terima dulu seolah masih ada di sekitarnya.

"Kau tahu bahwa berlebihan menanggapai halusinasi akan membuat syndorm yang kau miliki kembali bukan?" tanya Yeonho, ia adalah psikiater yang menangani Hera sudah satu tahun ini. Kondisi mengerikan wanita itu disaat pertama kali bertemu dengannya bahkan sangat jauh dari kata baik, berbeda dengan saat ini di mana ia lebih mampu berpikir secara rasional untuk menanggapai sesuatunya.

Yeonho mempersilahkan Hera untuk mengetes apakah syndrome itu kembali atau tidak. Diletakannya tiga buah benda plastik di atas meja dengan posisi berderet dengan jarak yang tidak terlalu jauh.

"Ambil benda urutan ke dua."

Hera belum berkutik, hanya memandangi benda berbentuk bola tersebut tanpa mau menyentuhnya untuk waktu yang cukup lama. Ia berusaha berkonsentrasi penuh atas itu.

Sampai tangannya mulai bergerak, mendekati benda dihadapannya yang berbaris. Namun alih-alih menyentuh benda nomor dua, tangan Hera malah bergerak semakin menjauh, sampai tangannya menyentuh dan menggeser sebuah jam di meja sampai terjatuh tanpa bisa ia kendalikan. Aku tak bisa melakukannya.

Ia sadar beberapa hal, bahwa sejatinya ia hanya bisa menghilangkan semua ini ketika ia mampu mengatasi segala kenangan buruknya. Bukan mencari kenangan indah lainnya. Namun, Hera tidak sanggup. Ia terlalu berdosa, ia merasa tak pantas di maafkan atas segala yang terjadi.

Karena ia telah membunuhnya, membunuh pria bermarga Min yang merupakan ayah dari Taeguk.

"Hera, dengarkan aku. Satu yang harus kau lakukan adalah memaafkan dirimu. Kau tidak sengaja melakukannya, itu semua karena bentuk reflek perlawanan dari seseorang yang mengalami strangelove syndrome sepertimu."

Hera melipat kedua tangannya, terisak kembali ketika terbayang hal apa yang membuatnya pergi dari California dan kembali ke Korea. Yaitu kabur dari segala tuduhan pembunuhan yang di lontarkan orang-orang ketika Hera sudah divonis tidak bersalah karena suatu kelainan yang ia miliki.

Ia membawa Taeguk pergi, kembali ke rumah lamanya di Daejoon walaupun tidak ada satupun sanak saudara yang Hera miliki. Ia sebenarnya tak berharap bertemu kekasih lamanya di sana, namun sepertinya takdir sungguh bermain-main dengannya.

Hera benar-benar bertemu dengan Taehyung. Namun pria itu tidak sendiri saat itu. Matanya telah berbinar lebih dari apapun, bermain-main dengan sosok gadis kecil yang amat mirip dengan pria itu, dan sosok perempuan yang duduk manis sembari tersenyum melihat keduanya saling meledek satu sama lain.

Satu yang ia temukan di sana adalah, Taehyung yang benar-benar sudah melupakan segala tentangnya.

Namun, serakah memang sifat dasar manusia. Jujur Hera ingin mengambil Taehyungnya lagi seperti dulu, menggunakan cara licik untuk memenangkan pria itu.

Sampai Hera menyadari, Taehyung bisa saja mengucapkan segala tutur cinta untuknya lagi seperti dulu, segala kata yang ia keluarkan bahwa ia masih ingin hidup bersamanya memang ada. Namun, sorot mata dan perasaan Taehyung sudah tidak lagi di sana. Di sana tidak ada lagi Hera yang pria itu cintai.

Sebelum semakin terselubung dan menambah segala beban hidup, dengan segala perasaan yang masih penuh. Hera akhirnya mengalah, mengatakan pada Taehyung bahwa semua yang mereka lakukan adalah sebuah kesalahan. Walaupun awalnya pria itu tak mau menerima dan membantah, namun seiring Hera terus memberi tahu Taehyung bahwa ia harus pulang pada rumah yang sebenarnya, perlahan Taehyung menyadari bahwa ia takkan mampu merelakan keluarga kecilnya hancur bersama keegoisannya.

Mulai saat itu, Taehyung mencoba mengkondisikan keadaan, memberi perasaan sebagaimana porsinya.

Namun Taehyung tidak menyadari bahwa semakin lama ia memperbaiki keadaan dengan cara menyembunyikan, titik hitam rasa kecewa di lubuk hati Aeri semakin kentara, semakin membuat Aeri mencoba menyerah atas segala keadaan.

Dan pada akhirnya, semua kembali seperti awal niat Taehyung. Yaitu hancur.

***

Pria beriris hazel itu kini berdiri di tepi balkon hotel. Surainya yang kecoklatan kini beterbangan terbawa semilir angin, pria itu merasa kosong. Sangat kosong.

Langkah kaki rasanya terlalu jauh untuk sekadar melangkah pergi menemui Aeri. Ia kini hanya bisa berpikir matang-matang, menatap ponsel yang baru saja ia beli dan mengatur sim card miliknya di kantor pusat untuk mengembalikan nomor lamanya agar ia tetap bisa dihubungi oleh siapapun walau ponsel remuk yang ia banting kemarin tertinggal di rumah.

Aku harus bagaimana? Kalimat itu tak henti-hentinya bersarang di kepala pria itu, memikirkan jalan keluar terbaik agar semuanya tidak menjadi lebih runyam.

Taehyung merasa dunianya hancur. Menjadikan dirinya pengecut atas segala yang menimpanya saat ini. Tubuhnya melemas, menatap jari-jari kakinya sendiri yang turut gelisah atas keadaan.

Pikirannya terus menerus pada rumah. Sedangkan di balik dinding kokoh yang tak sehangat seharusnya, Aeri tengah terjaga di samping sang putri yang sudah terlelap sedari tadi.

Wanita itu mencoba menjalani hari seperti biasa di depan sang putri, berusaha sebisa mungkin mengalihkan pikiran gadis kecilnya agar tidak menanyakan keberadaan sang ayah.

Lagipula, sepertinya Gyura sudah mulai lelah menanyakan keberadaan Taehyung, walaupun Aeri selalu menjawabnya dengan baik. Bagaimanapun, kekacauan hanyalah miliknya dan Taehyung, bukan milik Gyura.

Di tengah malam, ketika sunyi menerpa jiwanya. Aeri diam-diam terisak pelan, menggenggam tangan kecil sang putri sebagai sumber kekuatannya ketika bayangan Taehyung dengan gamblang merobohkan pertahanan yang ia bangun kuat-kuat.

Sepasang takdir itu kini di ambang batas, tak hidup dan tak pula mati. Tak ada yang berani mengakhiri sesuatu yang bahkan rasanya belum sempat dimulai.

Taehyung disiksa bimbang dan Aeri di siksa rindunya. Keduanya seperti merasakan sekarat yang tiada akhir.

Kini Aeri menggenggam ponsel di salah satu tangannya. Menelepon satu-satunya sosok yang mengerti akan keadaannya, yang mampu memberi solusi atas segala resahnya.

"A-aku harus bagaimana?" Suara Aeri sedikit terisak ketika mendapati seseorang di seberang menerima panggilannya.

"Aku ingin mengakhirinya. Sungguh ingin, Seokjin. Tetapi aku tak bisa. Seperti katamu, ada Gyura yang harus tumbuh dengan cinta dari kedua orang tuanya. Dan aku—aku tidak bisa egois."

Tangisnya pecah, mendengar suara di balik ponsel itu menenagkan dengan suara rendahnya. Ketika pertama kali Aeri menceritakan semuanya pada Seokjin, wanita itu memang berkali-kali mengucap kalimat yang menuju pada keinginannya untuk mengakhiri semuanya dengan Taehyung. Namun Seokjin masih jauh bisa berpikir nalar. Ia mengingatkan Aeri tentang bagaimana pertumbuhan Gyura yang masih memerlukan banyak cinta.

Awalnya Aeri membantah, bersikukuh untuk membesarkan Gyura seorang diri dengan seluruh cinta yang ia miliki. Awalnya ia percaya bahwa Gyura akan tetap tumbuh baik meski akan jarang bertemu dengan ayahnya. Namun ia sadar, ia tak mampu menjadi tangan hangat Taehyung yang biasa menjahili Gyura, ia tak bisa memberi senyum kotak bodoh yang dimiliki suaminya untuk putri kecilnya. Ia tak bisa menjadi dua orang karena Aeri dan Taehyung jelas berbeda. Ia jelas tau itu.

Itu sebabnya, ia terus bertahan. Menyembunyikan segalanya dan menunggu sebuah kejujuran keluar dari mulut manis Taehyung.

Namun membayangkan malam di mana tangan Taehyung terangkat ke udara dan hampir melayangkannya pada Aeri. Hatinya begitu menciut, satu kenyataan yang harus ia terima.

Bahwa berakhir atau tidak. Ini akan sama menyakitkannya bagi dirinya.

🌟🌟

Hallo..
I'm back huhuu😭

Adakah yang masih nunggu Epoch berlanjut? Wkwkk
Gak ada juga gapapa😭

Btw.
Yang belum pollow, mari pollow-pollowan.
Yang belum kenal, mari kenalan. Jangan diem-diem bae kek orang kebelet boker dong.
Seenggaknya tinggalin vote lah biar aku tau wujud kalian yang mana 😭

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top