o. birthday
Jam dinding menunjukkan pukul satu malam, Taehyung yang memutuskan pulang dengan Gyura terlambat di jam-jam larut agar memberi sebuah kejutan ulang tahun untuk Aeri malah tak ditemukan siapa pun di rumah.
Kue tart dengan setengah lilinnya yang telah meleleh dan kini memilih Taehyung padamkan apinya karena ia rasakan Aeri tak kunjung pulang, dan jangan lupakan tentang beberapa hiasan dinding ada di sana, ucapan-ucapan selamat ulang tahun dan beberapa harapan yang dibentuk burung dari kertas origami itu bergelantungan di atap.
Semua itu hanya Taehyung dan Gyura yang mempersiapkan.
Setiap sudut ruangan terasa begitu sepi dan dingin, tak ada wanita itu di sana. Taehyung terus berjalan kesana kemari sembari memilin pelipisnya merasa pening yang amat sangat. Berkali-kali ia menelepon Aeri namun tak ada satu panggilan pun yang masuk.
Sampai sebuah notifikasi yang belum terbaca ia buka, baru sempat Taehyung melihatnya karena ponsel yang sengaja ia tinggal dirumah sedari ia pergi.
Itu pesan dari Hera yang mampu membuat Taehyung ingin melempar tubuhnya sendiri ke jurang yang terdalam. Detik itu juga dunianya sudah hancur, Taehyung tau itu.
Aeri menemuiku, Taehyung.
Matanya kini menyalang penuh kemarahan, ponsel yang digenggamnya erat-erat ia lempar ke dinding sampai berserakan. Kemudian Taehyung mencoba memastikan Gyura yang benar-benar tertidur di kamar dan mengunci segala pintu dan jendela rumah karena ia memutuskan mencari Aeri di setiap sudut jalanan.
Taehyung berjalan tergesa menuju teras, menyalakan mesin mobilnya sampai terdengar deru halus. Namun pandangannya beralih ke sebuah mobil yang berhenti tepat di jalanan depan rumahnya. Terlihat seseorang yang mengenakan dress putih keluar dari mobil tersebut, dengan melambaikan tangannya beberapa kali sebagai tanda selamat jalan.
Itu Aeri, bersama sosok pria yang tak Taehyung kenali sebelumnya. Mata kedua lelaki itu bertemu, dengan tatapan satu sama lain yang tak kalah menyalang dari kobaran api. Merasa sama-sema menahan emosi.
Aeri kini berjalan gontai, berusaha meraih knop pintu dan segera masuk. Aeri menyadari presensi Taehyung tentu saja, namun wanita itu berusaha mengabaikan.
"Apa pantas seorang wanita yang sudah menjadi istri seseorang keluar dengan pria lain hingga larut pagi? Nyonya Park?"
Suara berat yang berasal tepat dari belakang tubuh ringkih itu terasa menyambar telinganya. Aeri hanya mematung, sebelum membalikkan badannya untuk berhadapan dengan sosok pria itu.
"Namanya Seokjin, dia kakak Jungkook. Sudah pernah ku ceritakan tentang sahabatku bukan? Kami hanya pergi makan kue dan mengunjungi beberapa festival. Maaf karena tak memberitahumu, karena kau begitu ceroboh meninggalkan ponselmu di nakas, Kim."
Aeri masih terlihat setenang air danau, suaranya tetap lembut dan penuh kesopanan.
"Tetapi kau tau ini jam berapa? Apa kau pikir itu hal yang pantas?"
Wanita itu sepertinya telah banyak kehilangan emosi, sampai hanya kekehan yang ia lontarkan setiap mendengar Taehyung yang tengah menyudutkannya.
"Dan apa kau pikir sebuah kepantasan untuk seorang pria yang telah berkeluarga pulang pada rumah lain? Jangan merasa tak pernah melakukan apapun, Kim."
Taehyung hanya stagnan atas perkataan yang keluar dari mulut Aeri.
"Apa kau begitu tergoda ketika wanita itu bersedia membuka selangkangannya untukmu, Kim?"
"PARK AERI!!"
Tangan Taehyung mengacung di udara, tak sampai ia melemparkan sebuah Tamparan pada pipi wanita itu.
"Kau akan memukulku? Pukul saja, aku rasa seluruh saraf rasa sakitku sudah mati."
Taehyung kini memperhatikan sudut bibirnya Aeri yang sedari tadi terlihat lebam. Itu benar-benar lebam karena Taehyung pikir tadi hanya sebuah lipstik.
"B-bukan begitu maksudku."
Air mata wanita itu menggenang, namun berusaha ia tahan sekuat tenaga. Ia pasti akan terlihat begitu buruk jika selemah itu.
"Bisakah kau pergi dari hadapanku?"
Wanita itu menunjuk pintu keluar untuk mempertegas bagaimana ia meminta Taehyung untuk keluar, namun tatapannya tak bertemu satu sama lain. Aeri terlalu hancur untuk sekadar menatap iris Taehyung yang mampu memporak-porandakan hatinya.
"Ku mohon tenanglah, Aeri. Hera tidak seperti yang kau—"
"KIM TAEHYUNG! Kau yang pergi atau aku?!" Ucapannya kali ini begitu tegas, menyulurkan sorot marah, kecewa, dan segala perasaan sakit yang tak mempu dijelaskan lagi. Tangisnya lolos, Aeri benar-benar berada di puncak rasa sakitnya sampai rasanya ia hanya butuh kematian saat ini.
Aeri melempar sebuah vas bunga hingga pecahannya berserakan di mana-mana. Ia mengambil salah satu pecahan kaca tersebut dan mengacungkan pada urat nadi tangannya.
"Ku mohon pergilah. Aku ingin mati ketika menatapmu, Kim." Isakan itu terus menggema, "Aku—menyerah. Semua terserah padamu sekarang."
"Baik. A-aku akan pergi. Ku mohon jangan lukai dirimu, Aeri."
Semuanya sekarat, tidak ada kata baik di antara keduanya. Apalagi dua bola mata kecil yang ternyata sedari tadi mengintip dibalik pintu penyekat ruang tengah.
Gyura ternyata terbangun sedari tadi, menatap Taehyung yang kini akan pergi keluar dengan langkah yang gontai.
"Ayaaah!"
Gadis kecil itu berlari, namun langkahnya dicegah oleh Aeri yang segera memeluk gadis kecilnya agar tak menghentikan langkah Taehyung.
"Ibu, hentikan Ayah! Dia berjanji padaku tidak akan pergi lagi!" Gadis kecil itu terisak dan terus meronta dengan satu tangannya yang terulur, mencoba meraih Taehyung dan membawanya kembali.
Taehyung ingin sekali memeluk Gyura, melihat kedua perempuan yang harusnya ia jaga dengan baik malah begitu hancur karena dirinya, Taehyung begitu tertekan. Menyalahkan diri dan egonya sendiri karena begitu serakah.
Kini Taehyung memantapkan langkah kakinya untuk berjalan semakin jauh. Ia begitu pengecut, membuat segalanya menjadi seolah korban tanpa tau siapa yang sebenarnya menjadi korban. Pria itu memilih mencari tempat penginapan yang tak jauh dari tempat tinggalnya, hanya untuk sementara sampai semua kondisi dapat ia perbaiki perlahan.
Taehyung tau, ia terlalu banyak menyembunyikan sesuatu.
---
Di balik sebuah kamar yang berukuran tak terlalu besar, Hera tak tidur dengan nyenyak. Menggelengkan kepalanya ke kanan kiri untuk menghempas suara-suara yang ia dengar Dan datang sebagai mimpinya.
Gadis sepertimu tidak pantas bersanding dengan Taehyung! Harusnya kau sadar, Nona Lee.
Suara seorang wanita itu terus menggema di alam bawah sadarnya. Bersama rintih kepedihan yang selalu wanita itu ingat, bagaimana ia di tarik paksa mesuk dalam kubangan hitam yang menyakitkan oleh seseorang yang selalu terlihat baik di matanya dan sangat ia hormati.
Wanita itu terbangun dengan napasnya yang tersengal. Mengusap keringat dinginnya yang bercucuran.
Ingatannya selalu kembali, tentang bagaimana ia harus di tendang keluar dan bersembunyi di California bersama seorang pria yang bahkan tak ia kenal membuatnya sangat tertekan. Merasa frustrasi dan trauma yang bertahun-tahun belum mampu ia hilangkan.
Dunianya begitu hancur, bagaimana sang Bibi yang selama ini merawat Hera seperti menjualnya dengan menukarkan beberapa pundi uang hanya untuk melancarkan suatu misi dari seseorang yang sangat menginginkan Hera enyah dari kehidupan Taehyung.
Wanita itu menjalani hari dengan penuh kehilangan, di mana tak ada lagi pelukan hangat sosok Taehyung dan deru napasnya di setiap hari. Padahal ia hampir memeliki pria bermata hazel itu satu langkah lagi. Namun kemudian ia mendapat tamparan keras yang dengan sekejap memisahkan mereka.
Ketika diingat, ternyata Hera tak memiliki secuil pun ingatan manis kecuali ada Taehyung di dalamnya. Pria yang dulu mencintainya dengan sungguh, ingin memilikinya penuh, kini seperti telah samar-samar hilang.
Hera hanya bisa mengingat bagaimana berbinarnya mata Taehyung ketika membicarakan istri dan putrinya ketika bersamanya. Mungkin Taehyung tidak sadar, mungkin siapapun di bumi ini tidak sadar, namun Hera mengetahui perasaan Taehyung dengan baik, bahwa pria itu sangat mencintai Aeri dan Gyura.
Hanya saja Hera tak yakin apa yang membuat Taehyung begitu payah dalam menyatakan perasaan, padahal Taehyung yang ia kenal adalah seseorang yang tak membiarkan sejengkal pun orang yang dikasihi lepas.
Selain itu semua, yang Hera ingat hanya dirinya yang dipaksa menerima segalanya di hari itu.
Bersama Min Yoongi, sampai ia menjadi seorang ibu dari putra kecil yang ia beri nama Taeguk.
Kejadian itu memang sudah berlalu, tetapi kenyataan bahwa ia masih mencintai Taehyung tidak pernah berubah. Ia tidak pernah menganggap Taeguk adalah sebuah kesalahan.
Baginya, semua adalah garis takdir. Di mana ia memang dilahirkan untuk menerima sakit bertubi-tubi, dan membiarkan semuanya jalan sebagaimana mestinya. Membiarkan seolah dirinyalah pelaku atas segala kesalahan.
Tanpa ada yang tau, bahwa selama ini dirinyalah yang benar-benar paling sekarat.
----
ADUH WOY NULIS APA SI JARI SAYA INI.
POKOKNYA TO BE CONTINUE:'v
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top