Jealous
Tetsuya melirik jam di pergelangan tangannya. Masih ada tiga menit lagi sebelum Akashi sampai di kampusnya. Beberapa menit yang lalu, tepat setelah kelas berakhir, ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari Akashi yang mengatakan bahwa laki-laki tersebut akan menjemputnya.
Di gigitnya bibir bawah, sebisa mungkin menahan senyuman bahagia. Ia tidak ingin dilihat sebagai orang bodoh karena tersenyum tanpa sebab. Jelas lah orang lain tidak akan mengerti bagaimana bahagianya Tetsuya saat ini. Tidak hanya senang karena Akashi menjemputnya, tapi teman masa kecilnya itu juga meminta Tetsuya—bukan Furihata—untuk menemaninya.
Sudah seperti kencan saja.
Blush.
Semburat merah muda samar menyapu permukaan pipi Tetsuya. Astaga, barusan apa yang otaknya pikirkan? Bukan kah sudah hal biasa ia menemani Akashi hanya berdua saja? Dan apa pula tiba-tiba dirinya merasa gugup seperti ini?
Sadar lah Kuroko Tetsuya. Sei-kun hanya meminta mu untuk menemani ke suatu tempat, bukan meminta mu untuk melakukan sesuatu seperti peluk atau cium.
Ah benar. Perihal cium, Tetsuya jadi mengingat kejadian beberapa malam lalu saat Akashi menciumnya. Bagaimana bibir Akashi menyapu bibir tipis Tetsuya dengan lembut. Ciuman yang memabukkan.
Seandainya Sei-kun melakukannya lagi... Eh?! Apaan sih yang kau pikirkan?! Sadar lah!
Tetsuya memukul-mukul kepalanya yang terus memikirkan hal yang tidak-tidak. Menutup wajahnya—yang sangat ia yakini sudah semerah tomat—dengan kedua telapak tangannya. "Tetsuya bodoh. Bodoh. Bodoh."
"Siapa yang bodoh?" Sebuah suara baritone mengintrupsi kegiatan-tidak-jelas-yang tengah dilakukan Tetsuya. Di dongakkan kepalanya dan menemukan laki-laki bersurau hijau tengah tersenyum. Tangannya sudah bertengger manis di kepala Tetsuya, kemudian mengelus surau baby blue Tetsuya lembut.
"Midorima-kun? Sedang apa disini?"
"Huh? Bukan kah harusnya pertanyaan itu untuk mu? Dan lagi, kau belum menjawab pertanyaanku, Kuroko. Siapa yang bodoh?"
"A-ah i-itu... ap-apa kau melihatnya?"
"Melihat apa? Jika yang kau maksud adalah melihatmu tersenyum-senyum seorang diri dengan wajah semerah tomat, ya, aku melihatnya."
Sumpah demi dewa bumi dan langit. Kalau Tetsuya bisa, ia ingin berubah menjadi butiran debu detik ini juga. Menghilang dari hadapan Midorima dan tidak akan kembali lagi. Tidak ada yang lebih memalukan dari Midorima menyaksikan hal bodoh yang dilakukan dirinya.
Tawa renyah Midorima terdengar. Emerald-nya menatap lembut laki-laki yang perawakannya lebih pendek dan lebih kecil dari dirinya. Pemilik aquamarine yang secerah langit biru di musim semi tersebut tengah tersipu malu. Kulit wajah dan telinga nya sudah berubah warna menjadi merah (lagi).
"Kuroko, tidak perlu malu seperti itu."
"Datte... itu karena Midorima-kun melihatku seperti orang bodoh."
Midorima terkekeh kemudian mengelus surau baby blue Tetsuya. Kebiasaan yang selalu dilakukan Midorima setiap kali Tetsuya bersamanya. "Kuroko terlihat menggemaskan jika seperti itu."
"Midorima-kun!" Aquamarine Tetsuya menatap datar emerald Midorima. Tetsuya selalu tidak mengerti kenapa orang-orang selalu beranggapan kalau dia itu menggemaskan. Sebagai laki-laki martabatnya seperti terinjak-injak. Ia juga ingin seperti Midorima yang selalu terkenal dengan ketenangannya sehingga terlihat seberapa gentle dan karismatik laki-laki yang berdiri di hadapannya.
Midorima mengangkat ke dua tangannya, membentuk gestur 'surrender'. Kelopak matanya hampir menutupi dua manik emerald akibat senyumnya yang semakin melebar. Ia tau betul bahwa Tetsuya tidak pernah suka di puji seperti itu, tapi fakta tetap lah berdasarkan kenyataan. Sebagaimana pun Tetsuya berusaha untuk terlihat 'keren', yang terjadi justru malah terlihat 'menggemaskan'.
"Ah, benar! Midorima-kun, perihal individu project beberapa hari lalu apa kau sudah mengerjakannya?"
"Em... aku baru berniat mengerjakannya malam ini. Ada apa, Kuroko?"
"Assa! Bagaimana jika kita mengerjakannya bersama? Well, aku sedikit kesulitan jika mengerjakannya seorang diri. Jadi, apa Midorima-kun mau membantu ku? Please? Pretty please, Midorima-kun?" Tetsuya menangkupkan kedua tangannya di depan dada. Aquamarine-nya berbinar-binar penuh harap.
Sebenarnya, tanpa perlu memasang wajah memelas sekali pun Midorima akan dengan senang hati menerima tawaran dari Tetsuya. Hanya saja, wajah memelas Tetsuya terlalu menggemaskan. Membuatnya selalu membiarkan Tetsuya melakukannya.
"Baiklah, jika Kuroko memaksa."
Senyum Tetsuya mengembang. "Yeay! Arigato, Midorima-kun."
Untuk ke sekian kalinya, Midorima mengelus surau baby blue Tetsuya. Mengabulkan permintaan Tetsuya barusan bukan lah perihal yang sulit dan tidak terlalu berarti bagi Midorima, tapi Tetsuya sudah sesenang ini. Seandainya Midorima bisa, ia ingin sekali membuat Tetsuya selalu bahagia dan tersenyum seperti ini. Akan ia buat Tetsuya bahagia sampai-sampai laki-laki mungil di hadapannya lupa bagaimana tersakiti atau bagaimana caranya menangis.
"Tetsuya." Sebuah suara dengan intonasi dingin dan penuh penekanan mengintrupsi keduanya. Sepasang aquamarine dan emerald menatap ke sumber suara dengan pancaran yang berbeda. Satu dengan pancaran excited-nya dan satu lagi dengan tatapan dingin dan datar.
Dan disitu lah penderitaan utama Tetsuya berdiri. Ini memang kali pertama Midorima bertatap muka dengannya, tapi bukan berarti Midorima tidak tau siapa sosok di depannya saat ini. Akashi Seijuurou. Bertahun-tahun selalu berada di samping Tetsuya membuat Midorima cukup mengenal seperti apa sosok Akashi.
"Sei-kun!" Pekik Tetsuya ketika melihat kehadiran Akashi, langkahnya menghampiri dimana Akashi berdiri. "Sudah lama sampai? Gomen aku tidak menyadarinya."
Tanpa Tetsuya sadari, terjadi peperangan tatapan dingin antara sepasang emerald dan heterokom ruby-gold milik Midorima dan Akashi.
"Tidak. Baru saja sampai."
"He? Kenapa tidak menunggu di mobil?"
Heterokom Akashi menatap lembut Tetsuya. Kemudian tangannya mengelus pipi Tetsuya, membuat rona merah samar kembali mampir di kulit pipinya.
Awalnya Akashi memang berniat menunggu Tetsuya di mobil, tapi entah mengapa melihat tangan lain mengelus-ngelus rambut Tetsuya membuat Akashi mendidih. Ia tidak suka jika Tetsuya di sentuh oleh orang lain selain dirinya.
"Karena aku tidak sabar bertemu dengan Tetsuya."
"Tch! Berhenti membual Sei-kun." Akashi terkekeh kemudian heterokom-nya melirik dingin Midorima yang masih bergeming di tempatnya.
"Should we go, Tetsuya?" Tetsuya mengangguk. Dikaitkan jari jemari Akashi dengan milik Tetsuya. Rasanya Akashi ingin cepat-cepat membawa kabur Tetsuya dari sini.
"Matte, Sei-kun." Tetsuya menahan pergelangan tangan Akashi. Membuat mau tak mau laki-laki bersurau merah tersebut menghentikan langkahnya. Tak mengindahkan kening Akashi yang mengkerut mempertanyakan apa yang baru saja Tetsuya lakukan, laki-laki bersurau baby blue tersebut membalikkan badannya. Tersenyum ke arah Midorima. Dengan satu tangan yang melambai tinggi-tinggi.
"Midorima-kun, sampai bertemu malam nanti."
Midorima tersenyum kemudian melambai kan tangannya. "Hm. Sampai bertemu malam nanti, Kuroko."
- Epiphany -
"Sei-kun lebih prefer strawberry atau blueberry sebagai topping-nya?" aquamarine Tetsuya menatap intens dua buah yang berada di tangan kanan dan kirinya. Menimbang-nimbang mana buah yang sebaiknya ia beli.
Saat ini Tetsuya tengah menemani Akashi berbelanja kebutuhan membuat cake di supermarket. Sejak dulu, Akashi dan Tetsuya sering membuat cake bersama. Mereka akan mencoba membuat cake yang berbeda setiap kesempatan. Sebenarnya lebih tepat Tetsuya yang membuat cake tersebut dari proses awal sampai proses dekorasi nanti. Sedangkan Akashi hanya akan membantunya dengan hal-hal yang mudah seperti melelehkan cokelat sampai membawa cake tersebut ke dalam oven. Dan hari ini secara tiba-tiba Akashi mengajaknya untuk melakukannya lagi.
Tak mendapatkan respon dari pertanyaannya, Tetsuya mengalihkan tatapannya dan mendapati heterokom Akashi tengah menatap kosong dirinya. Pikiran Akashi seperti terbang entah kemana.
Sejak menjemput Tetsuya di kampus, ia dapat merasakan perubahan sikap Akashi. Laki-laki bersurau merah tersebut seperti tengah asik dengan pikirannya. Selama perjalanan menuju supermarket juga Akashi hanya diam. Mood-nya seperti berubah menjadi buruk. Awalnya Tetsuya berusaha untuk tidak peduli tetapi sepertinya Akashi memang tidak bersemangat dengan kegiatan mereka kali ini.
Tak.
"Ugh," Akashi meringis kesakitan, tangan kanannya mengelus-ngelus keningnya yang baru saja terkena sentilan dari Tetsuya. Sungguh, meskipun Tetsuya seperti terlihat lemah tapi jangan pernah pertanyakan perihal kekuatan yang ia pendam di dalam dirinya.
"Tetsuya? Kenapa tiba-tiba melakukan itu?" Dahi Akashi mengkerut tidak mengerti sedangkan Tetsuya hanya menghela nafas.
"Salah sendiri karena tidak mendengarkan ku. Lagi pula, Sei-kun sendiri yang meminta ku untuk menemani belanja untuk membuat cake tapi justru Sei-kun pula yang seperti bosan dengan kegiatan ini."
"He? Aku bosan? Di bagian mananya aku terlihat sedang bosan, Tetsuya?"
"Hah?" Kali ini Tetsuya yang mengernyit bingung. Kedua tangannya sudah melipat di depan dadanya. Memangnya Akashi tidak sadar apa kalau dirinya selama ini seperti lebih asik dengan pikirannya? "Sei-kun, pertanyaan bodoh macam apa itu?"
Sedangkan Akashi hanya diam. Heterokom-nya menatap Tetsuya meminta penjelasan. Tetsuya menghela nafas berat. Saat-saat seperti ini Tetsuya selalu mempertanyakan kebenaran dari kejeniusan yang selalu diagung-agungkan banyak umat perihal Akashi Seijuurou.
Apanya yang jenius? Sei-kun sangat bodoh.
"Sei-kun tidak sadar? Sedari perjalanan kita ke sini sampai beberapa detik yang lalu Sei-kun seperti asik dengan pikiran sendiri. Bagaimana ya penjelasan mudahnya agar si jenius Akashi Seijuurou-sama mengerti?" Tetsuya berpura-pura seperti sedang berpikir keras. Sedangkan bibir bawah Akashi sudah maju beberapa senti. Tetsuya sedang mencemooh dirinya saat ini.
"Ah!" Tetsuya menjetikkan jarinya, seakan baru menemukan jawaban atas permasalahannya. "Seperti jasad Sei-kun sedang bersama ku tetapi pikiran Sei-kun sedang terbang menuju New York."
"Tetsuya, tidak usah memberi analogi seperti itu. Sejak awal Tetsuya bilang aku juga sudah mengerti."
"He~? Aku ragu dengan itu. Since Sei-kun sangat jenius tetapi juga bodoh dalam waktu bersamaan."
Bibir bawah Akashi semakin maju. Memangnya ada ya di dunia ini orang jenius tetapi juga bodoh dalam waktu bersamaan?
"Lagi pula bukannya aku bosan, hanya saja..." Akashi menggantungkan kalimatnya, membuat pemilik surau baby blue mengernyitkan dahinya. Menunggu Akashi untuk melanjutkan kalimatnya.
"..."
"Hanya saja apa Sei-kun?" tanya Tetsuya tak sabaran karena Akashi tak juga membuka mulutnya untuk melanjutkan kalimat menggantungnya.
Akashi menghela nafasnya. Melangkah untuk menipiskan jarak antara dirinya dengan Tetsuya. Ruby-gold miliknya menatap lurus aquamarine Tetsuya yang penuh dengan tanda tanya. "Tetsuya," panggil Akashi dengan intonasi seriusnya. Membuat suasana di sekitar mereka ikut berubah menjadi lebih serius.
"Jangan dekat-dekat dengannya lagi."
"H-huh?"
Akashi semakin menipiskan jarak di antara mereka. Kedua tangannya menangkup tangan Tetsuya yang masih melipat di depan dada. Mengaitkan jari jemarinya dengan milik Tetsuya. Manik ruby-gold nya mengunci aquamarine Tetsuya. Akashi hanya ingin manik indah tersebut menatapnya seorang.
"Jangan dekat dengan laki-laki berkacamata dengan warna rambut hijau tersebut."
"Huh? Apa maksud Sei-kun adalah Midorima-kun?"
Tetsuya tidak mengerti kenapa tiba-tiba nama Midorima menjadi pembicaraan mereka kali ini? Apa pula korelasi dengan semua ini?
Akashi meletakkan kepalanya di bahu Tetsuya. Menghirup aroma vanilla dari tubuh Tetsuya. "Ya entah itu siapa dia namanya, jangan dekat-dekat dengannya lagi."
Tetsuya terkekeh. Sejak dulu Akashi memang tidak pernah peduli dengan nama orang lain yang menurutnya tidak akan menjadi sosok penting di hidupnya. Bagi Akashi mengingat nama orang hanya membuang-buang memori di otaknya saja. "Namanya Midorima-kun. Coba lah Sei-kun mulai belajar mengingat nama orang."
"Lagi pula, aku tidak bisa melakukannya Sei-kun. Karena Midorima-kun adalah—"
"Aku tidak peduli, Tetsuya! Apa pun alasannya aku ingin Tetsuya menjauhinya." Aquamarine Tetsuya membulat. Kaget dengan perlakuan Akashi yang tiba-tiba menjauhkan kepalanya dari bahu Tetsuya dan lagi heterokom Akashi yang tengah menatapnya dengan tatapan marah.
"Aku tidak suka bagaimana ia mengelus rambut Tetsuya. Aku tidak suka bagaimana ia menatap Tetsuya seperti itu. Segalanya membuatku kesal!" lirih Akashi. Ia tidak mengerti mengapa ia merasakan perasaan ini. Tapi Akashi benci melihat Tetsuya disentuh-sentuh oleh orang lain selain dirinya.
Berapa banyak laki-laki yang menyentuh Tetsuya-nya selama mereka berpisah? Berapa banyak tangan-tangan haram yang mengelus-ngelus rambut Tetsuya seperti yang beberapa menit lalu ia saksikan? Pikiran-pikiran tersebut membuat dadanya semakin sesak dan sangat marah.
Akashi menarik tubuh Tetsuya yang masih bergeming ke dalam pelukannya. "Jadi, jangan pernah biarkan laki-laki lain menyentuh mu selain aku. Hanya aku yang boleh menyentuh Tetsuya-ku..."
"S-sei-kun..." Entah apa maksud Tetsuya memanggil nama Akashi. Hanya saja, otaknya tiba-tiba berubah menjadi kosong. Jantungnya kembali berdegub tak karuan.
Bukankah... Bukankah barusan Akashi baru saja cemburu dengan Midorima?
- Epiphany -
- to be continued -
HAI HAI HAI~~~ akhirnya fanfict yang satu ini bisa aku update lagi T.T Maaf banget atas super lamanya update-an nya ff yang satu ini. Semoga chapter kali ini tidak mengecewakan kalian, dan yang terpenting kalian tidak lupa dengan jalan ceritanya wkwkwkw XD
Btw, edisi kuroko no harem kali ini adalah MidoKuro yeay~~ Aku sempet nanya pairing fav kuroko selain Akashi sama kalian kan? Terus mostly pada jawab Midorima dan ada yang request buat pairing mereka, and here's MidoKuro moment for you guys~~
Semoga kalian suka sama chapter lanjutan Epiphany kali ini dan semoga makin penasaran juga sampe akhir cerita nanti yaa ;3 Happy reading sayang-sayang ku muah :*
Terimakasih untuk jejak-jejak yang selalu kalian tinggalin di setiap fanfict-ku hehehe ;")) hounto ni arigato mina~~ Sampai berjumpa di fanfict ku yang lain *bow*
—Matokinite76
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top