ETP | 57
بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
"Dia memang abadi dalam bait kata, tapi saya berhasil mengikat kamu untuk sekarang dan selamanya."
⏭️⏸️⏮️
MENGHADIRI sebuah majelis ilmu dengan didampingi pasangan halal adalah impian saya sedari dulu. Alhamdulillah satu per satu sudah mulai terwujud.
Jika sebelumnya hanya seorang diri, sekarang ada suami yang menemani. Bahkan saya hanya tinggal duduk manis di jok belakang karena dialah yang mengemudi.
Mas Dipta merupakan laki-laki pertama dan satu-satunya yang berhasil membonceng saya.
"Selesai taklim saya akan bawa kamu ke suatu tempat. Nanti kita bertemu di sini lagi, yah," katanya sebelum kami berpisah untuk menuju tempat yang telah pihak penyelenggara sediakan.
Saya hanya mengangguk lantas segera masuk dan duduk di tempat kosong.
Kajian kali ini lumayan penuh sesak karena pematerinya merupakan pendakwah yang cukup terkenal.
Sebagaimana biasanya saya menyiapkan sebuah catatan agar tidak lupa, untuk mencatat point-point penting yang disampaikan.
Hampir dua jam kajian berlangsung, terasa singkat karena saya benar-benar menikmatinya. Saya harap, akan ada kajian-kajian berikutnya yang bisa sama-sama kami hadiri.
"Mau ke mana, Mas?" tanya saya saat dia tengah memasangkan helm di kepala saya.
"Gramedia Merdeka Bandung, lagi ada Big Sale di sana," katanya begitu antusias.
Mata saya berbinar seketika. "Seriusan, Mas?"
Dia mengangguk mantap sebagai jawaban. "Kajian date-nya sudah selesai, sekarang saatnya Gramedia date."
Saya sedikit tertawa menanggapi hal tersebut.
Motor melaju dengan tenang, hilir mudik kendaraan lain menjadi pemandangan, terlebih jalanan kota Bandung memang sangatlah apik.
Hanya sekadar berkeliling tanpa tujuan pun, sudah berhasil menghilangkan penat, apalagi jika memiliki tujuan yang jelas. Makin berkali-kali lipat senangnya.
Sesampainya di sana, Mas Dipta langsung menggandeng tangan saya dan mengajak berkeliling untuk melihat berbagai judul buku yang terpajang.
"Zani boleh beli berapa pun, asalkan bukunya bermanfaat dan dibaca. Jangan hanya dibeli, tapi berakhir mangkrak di dalam lemari."
Saya memberikan hormat layaknya pada bendera merah putih. "Siap, laksanakan."
"Apa Zani ingat, ada cerita apa di tempat ini?"
Saya sejenak berpikir. "Mas pernah traktir saya buku dengan cara yang misterius."
Dia tertawa kecil. "Saya kira kamu sudah lupa."
Saya mengambil sejenak buku berjudul Pangeran Hati karya Mellyana Dhian. "Tentu saja tidak."
Kening dia terlipat saat saya menyerahkan novel yang tadi telah saya ambil. "Apa?"
"Bayarin yah, Mas," kata saya lantas berlari menjauh dari jangkauannya.
"Saya kira kamu akan menggombali saya dengan buku ini, tahunya tidak. Ekspektasi saya terlalu tinggi rupanya," rajuk Mas Dipta.
Saya terkekeh seraya geleng-geleng kepala. "Cukup pembaca saja yang saya buat salting dan baper tak ketulungan. Mas Dipta jangan, saya tidak mau dimintai pertanggungjawaban!"
Mas Dipta mencegat jalan saya. "Bikin baper orang dosa, bikin baper suami dapat pahala."
Alis saya terangkat satu. "Masa iya?"
Anggukan polos dia berikan.
"Haus akan gombalan rupanya Mas ini," ledek saya.
"Bukan haus, tapi saya harus segera melepas dahaga setelah beberapa bulan berpuasa," sangkalnya.
Saya tertawa kecil. "Dasar!"
Saya hendak pergi lagi, tapi ditahan olehnya. "Saya mau buat satu pengakuan."
"Apa, Mas? Jangan buat saya tegang dan deg-degan."
"Apa kamu masih ingat kalau ada pertanyaan yang belum berhasil saya jawab?"
Saya menggeleng. "Saya rasa tidak ada, pertanyaan yang mana?"
"Terkait atensi lebih yang pernah kamu tanyakan di rumah sakit."
Mendengar hal tersebut, saya menunduk seketika. Rasa panas di wajah terasa menjalar tiba-tiba. Malu.
"Kenapa harus dibahas di sini?"
"Terus? Maunya di mana?" Dia malah balik bertanya.
Mas Dipta kembali melajukan tungkai, dia pun menggenggam tangan saya agar kami jalan bersisian. Dia mengambil sebuah buku lantas menyerahkannya pada saya.
"Untuk apa?"
"Saya tahu buku Malam Tanpa Bintang yang kamu tulis merupakan kisah kamu dan Hamzah, kan?"
Saya merapatkan mata sejenak lantas berkata, "Mas cemburu?"
Sebuah gelangan dia berikan. "Kisah kamu dan Hamzah hanya happy ending di naskah, sedangkan yang terjadi di dunia nyata? Happy ending-nya kamu dengan saya."
"Lantas apa maksudnya memberikan buku ini pada saya? Kalau perlu saya ingatkan, saya sudah punya tiga eksemplar di rumah."
"Insyaallah kalau tidak ada halangan, tiga bulan lagi film Malam Tanpa Bintang akan naik layar. Apa kamu sudah menyiapkan hati untuk menyaksikan kisah kamu sendiri?"
"Apa ini pertanyaan terselubung? Mas khawatir kalau saya belum move on?"
Suara tawa menguar begitu saja. "Kalau belum move on mana mungkin kamu bersedia menikah dengan saya."
"Ya terus apa maksudnya, Mas Dipta?"
"Jika kamu berhasil mengukirkan nama Hamzah dalam sebuah naskah. Maka saya berhasil membubuhkan nama kamu dalam buku nikah."
"Saya tidak merasa iri karena sosok Hamzah abadi dalam bait-bait kata, karena itu artinya kamu sudah bisa berdamai dengan luka. Namun, saya ingin benar-benar memastikan, apakah kamu siap untuk menyaksikan kisah yang kamu tulis dalam bentuk nyata?"
"Apakah sudah tidak ada sisa-sisa rasa untuknya?"
"Mas," panggil saya memotong.
"Saat saya sudah memutuskan untuk memilih Mas, saat itu juga saya sudah bertekad untuk mengubur dalam-dalam perasaan saya pada sosok yang tidak berhak untuk mendapatkannya. Kisah saya dan A Hamzah sudah berada di penghujung, sudah berakhir."
"Sekarang saya yang balik bertanya pada kamu. Apakah Zani memiliki atensi lebih terhadap saya?"
Spontan saya pun langsung memutar tubuh dan membelakanginya. "Bukankah Mas yang akan membuat pengakuan, kenapa malah jadi saya?"
"Saya ingin mendengar jawaban kamu terlebih dahulu."
"Kalau saya tidak mau bagaimana?"
"Berarti kamu tidak akan mendapat jawaban apa pun dari saya."
Saya akhirnya kembali memutar tubuh dan berhadapan dengannya. "Kenapa jadi seperti itu?"
Salah satu tangannya dia masukan ke dalam saku celana. "Supaya adil."
Saya menghela napas singkat. "Mas nggak asik!"
Tanpa dosa dia malah tertawa. "Zani jangan curang. Mau jawaban dari saya tapi kamu sendiri enggan untuk menjawab pertanyaan yang saya ajukan."
Saya bersidekap dada. "Tidak mau!"
"Perempuan itu memang makhluk yang paling menjunjung tinggi gengsi."
"Itu namanya menjaga harga diri."
Alisnya terangkat satu. "Begitu yah?"
Sebuah anggukan saya berikan.
"Ternyata pancingan saya tidak mempan," keluhnya.
"Mas kira saya ini ikan?"
Mas Dipta tertawa dengan begitu puasnya. "Saya hanya ingin mendengar pengakuan dari mulut kamu secara langsung. Tapi kayaknya itu hal yang sangat tidak mungkin. Ya, sudah sebagai suami yang sangat peka ini, biarkan saya saja yang membuat pengakuan."
Saya hanya berdehem sebagai respons.
"Jauh sebelum saya bertemu kamu, saya sudah lebih dulu jatuh hati pada tulisan kamu. Secara diam-diam dengan menggunakan fake account saya menjadi pembaca kamu. Mungkin kamu tidak asing dengan username @pengagum.kata? Itu milik saya."
"Serius akun itu milik Mas? Saya sering mendapatkan notifikasi dari akun tersebut, entah berupa vote ataupun komentar. Sering muncul, bahkan saya sangat hapal betul," sahut saya tidak percaya.
Dia mengangguk singkat. "Saya pernah DM kamu, tapi tak kunjung dibalas sampai sekarang. Padahal saat itu, saya hendak menawarkan naskah kamu untuk terbit di ND Publisher."
Saya meringis kecil. "Saya jarang buka DM, Mas. Lebih tepatnya, tidak pernah."
"Pantas kalau seperti itu."
"Ya terus? Kelanjutannya bagaimana?"
Dia malah menatap saya dengan begitu lekat, hal itu cukup membuat saya salah tingkah.
Saya berdehem beberapa kali sebelum akhirnya memberanikan diri untuk berucap, "Kalau Mas mau bilang cinta pada saya, itu tidak akan mempan. Saya tidak akan baper. Karena saya tahu Mas Dipta memang memiliki atensi lebih terhadap saya. Bahkan, di saat pertemuan pertama kita. Tatapan Mas Dipta sudah sangat terbaca."
Mas Dipta bergeming lantas mendekatkan wajahnya tepat di samping telinga saya. Dia membisikkan sesuatu yang sumpah demi apa pun membuat lutut saya lemas bukan main.
⏮️◀️⏭️
Padalarang, 28 Oktober 2023
Pasutri satu ini memang gemar sekali main bisik-bisikan. Ada yang kepo sama bisikan maut Mas Dipta? 😂🤣
Dukung selalu cerita Epilog Tanpa Prolog dalam Event GMG Branding Challenge 2023 ✨
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top