10 | HATERS

Yang rumit akan segera pamit

Yang sedih akan segera pergi

Yang benci? Hati-hati jadi cinta

_ephemeral_

Bicara tentang cinta, itu adalah rasa yang refleks terjadi di luar kuasa manusia. Tidak sama dengan rasa benci yang selalu memiliki alasan terlebih dulu.

Kamu tidak akan membenci seseorang tanpa punya alasan yang cukup kuat. Namun, sebaliknya, kamu bisa mencintai seseorang bahkan tanpa perlu memiliki alasan apapun. Right?

Seperti Bita yang memutuskan membenci Rashad setelah mengalami beberapa episode tak mengenakkan oleh boss-nya tersebut. Khususnya siang ini usai insiden ngamuknya si Bucek di ruang meeting.

Ya memang Bita salah, karena ceroboh. Harusnya dia memeriksa kembali isi tasnya sebelum berangkat kerja. Memastikan semua aman seperti hari-hari sebelumnya, tapi malam itu akibat tubuhnya yang  terlalu penat - membuat gadis itu langsung membanting diri ke ranjang. Bahkan dia yang biasanya rajin mem-backup semua hasil kerjaan, sampai terlupa tidak membuat salinannya. Hari apes enggak ada di kalender, kan?

Tiba waktunya final koreksi oleh Pak Rashad, tepat sebelum siang nanti akan dibawa untuk dipresentasikan dengan klien, wajah Bita mendadak pasi, polahnya kelimpungan saat mencari flashdisk yang harusnya ada di dalam tas ternyata raib.

Bita mengerang. Lagian salah siapa kasih tugas revisi dadakan? Deadline satu kali dua puluh empat jam pula
Mepet waktu sebelum dipresentasikan siangnya, pagi hari baru mau dicek final oleh Pak Rashad. Lantas menyalahkan staf seenak udel-nya? Kalimat umpatan penuh perdom terus berloncatan dari hati Bita akibat dilimpahi kekesalan luar biasa.

Rute yang benar harusnya sih, setelah mendapat draft kasar dari divisi planner, branstorming dan masuk pengolahan di ruang kreatif, di sini anak-anak kreatif akan diuji kredibilitasnya sesuai porsi masing-masing. Lalu, dari divisi kreatif akan kembali ke meja Pak Rashad, sebagai Direktur Kreatif merangkap Account Executive, tugasnya mengecek kembali final fail konsep sebelum dibawa ke hadapan klien untuk presentasi. Kalau ada yang dirasa belum pas, dan perlu revisi maka fail akan kembali ke meja kreatif untuk direvisi, tenggat waktunya pun minimal dua hari sebelum deadline. Tidak dadakan seperti yang Bita kerjakan ini.

"Gue benci banget sama dia!" Kalimat itu terus meluncur dari bibir Tsabita siang ini. Dia dan anak-anak kreatif saat ini sedang duduk mengitari meja bundar kantin - yang biasa disebut basecamp kedua. Mangkuk soto di hadapannya memang telah tandas isinya - tapi seperti bertransformasi menjadi kuali penampung semua rasa kekesalan Bita.

Di sebelahnya, Yola sigap memberi usapan lembut tepat di punggung Bita. "Sabar Ta, sabar," ucapnya menenangkan.

Afirmasi sabar rasanya seperti angin lalu bagi Bita saat ini. Mau sebanyak apapun mendengar kata 'sabar' tetap hatinya merasa panas.

"Gue enggak masalah dimarahi, karena emang salah. Tapi harus banget gitu, dibentak-bentak di depan banyak orang?!" Bita merasa dipeluk sentimentil hari ini di kantor. Seketika suara Rashad yang menggelegar di ruang meeting tadi kembali berputar dalam otaknya.

"Orang itu!" Nada bicaranya meletup-letup. "Paling pas hamil dia dulu mamanya ngidam nyemilin paku sama kerikil. Makanya omongannya suka nyakitin, tajam menusuk-nusuk hati orang." Pengimbuhan Bita berapi-api -- mereaksi semua temannya. Sontak kumparan anak kreatif semua terpingkal-pingkal menganggap lucu diksi yang dilontarkan Bita. Terutama Candra dan Emil, kedua lelaki itu sampai memegang perutnya karena tertawa ngakak.

"Ta, Lo kalau ngomong suka bener," tukas Emil meredam tawanya sendiri.

"Iya, kan, orang kayak gitu pasti hidupnya pahit. Enggak pernah ngerasain enaknya cokelat, makanya enggak ada manis-manisnya." Bita enggak tahu, apa korelasi suka makan cokelat sama orang yang suka marah, tapi menurutnya orang pemarah pasti kekurangan hormon penylalatine sama flavonoid pemicu rasa gembira yang bisa dihasilkan oleh kandungan cokelat. Makanya hidupnya penuh kegetiran.

"Udah Ta, jangan dimasukin hati. Bukan sekali ini, kan, si Bucek suka ngeroasting kita. Dulu si Yola sama Emil juga suka kena." Mas Tito menyimpulkan. Bita mengangguk sekilas oleh kalimat seniornya. Namun belum sepenuhnya lega.

"Iya, tapi enggak pernah sampai dibentak kayak gue, Mas." Bita berujar masih defensif.

"Yaelah masa gitu doang melempem, Ta." Candra menyela usai menandaskan sepiring gado-gadonya.

"Udah deh, kalian semua malah bikin Bita jadi keki. Gue kalau ada di posisi Bita, jelas sakit hati, lah." Yola menengahi. Sebagai sesama perempuan, raut simpatik lebih memancar di kedua matanya pada Bita.

"Lo bener Yol, gue sakit hati pake banget__"

"Siapa yang sakit hati?" Bita belum usai dengan kalimatnya saat mendengar interupsi suara dari arah belakang.

Apa?

Mata Tsabita membeliak sempurna. Disusul anak-anak kreatif yang langsung pada kicep mendapati seseorang yang paling ingin dihindari malah sedang berjejak di belakang mereka semua.
Sejak kapan si Bapak Direktur Kreatif berdiri menjulang di sana?!

Bita menoleh sekilas, seketika wajahnya menyiratkan rasa sebal yang sempurna. Dia memasang wajah cemberut tanpa senyum.

"Ngapain Bapak ke sini?" Seseorang yang dipanggil Bapak oleh Bita tak lain adalah Pak Rashad.

Lelaki berjas abu-abu itu mengedikkan kedua bahu menanggapi tanya Bita, kemudian berujar pelan, "Kenapa memang? Ini kantin, siapa saja boleh ke sini, kan?" Pertanyaan retoris yang tak perlu dijawab.

"Ya tumben aja, Pak, biasanya selalu makan di ruangan. Atau kalau enggak pasti on the way sama pacarnya Pak Rashad." Sebuah satir sengaja ditebar Bita. Sengaja banget agar si Bucek satu itu tersentil.

"Saya sudah putus." Jawaban Rashad mendapat tatapan mengejek dari Bita. Dia tahu lelaki itu sengaja menyebarkan berita menyoal karamnya hubungannya dengan Marsha. Dan, entah apa motifnya, Bita masih tak paham.

"Enggak ada niat cari gebetan baru Pak? Temen gue ada yang jomlo tuh." Kalimat Emil barusan meluncur seraya melirik jail ke arah Bita. Membuat gadis itu mendelik sempurna dengan gerakan bibir seakan ingin berkata 'lo jangan macem-macem, Mil!'

Rashad menggeleng pelan. Masih sama seperti hari-hari sebelumnya, tidak ada senyum menghiasi wajah yang sebenarnya tampan milik lelaki tinggi tegap tersebut.

Ya jelaslah enggak mau. Orang putusnya cuma akting. Bita membatin sendiri.

"Geser dong," pinta Rashad seraya matanya mengabsen pada anak-anak kreatif yang duduk melingkari meja. Otomatis Candra yang berada persis di sebelah Bita berpindah posisi ke kursi lain. Rashad mengeluarkan sesuatu dari balik saku jasnya. Lelaki itu sibuk menyemprotkan cairan antiseptik pada permukaan kursi yang akan dia duduki serta permukaan meja.

"Kursinya bersih kali, Pak. Segitunya," sindir Bita seraya matanya berotasi. Agak muak ya, menyaksikan polah bosnya yang lebay soal kebersihan. Apa dia dan teman-temannya terlihat seperti kumparan kuman di mata si Bucek satu itu?!

"Dari mana kamu tahu kalau ini bersih? Kuman enggak terlihat dengan mata telanjang, Ta," alibi Rashad.

Lo itu kumannya, Pak! Bikin polusi mata aja. Sahut Bita, tapi jelas hanya dalam hati.

Anak-anak kreatif saling lirik, pasalnya ini kejadian langka, seorang Rashad mau bergabung untuk makan siang di kantin. Biasanya destinasi makan siang paling dekat si Pak Bos ke gedung sebelah yang terdapat resto dan kafe. Anak-anak kreatif maupun karyawan lain lebih suka makan di kantin karena di resto sebelah memang agak menguras kantong bagi koloni budak korporasi macam Bita CS.

"To, makanan apa yang enak di sini?" Rashad sudah menempati kursi di sebelah Mas Tito. Sontak anak -anak kreatif pada kicep semua. Tidak ada yang berani melempar guyonan. Aura tegang mendadak mengudara di sekitar meja yang ditempati Bita.

"Soto kalau menurut gue, Pak. Tapi kalau Lo mau yang lain, ada nasgor, gado-gado, bakso." Mas Tito menyahut di sela suapan sotonya.

"Oke, tolong Ta, pesankan satu soto." Rashad bersabda, tanpa menoleh nama yang disebut, semua yang di meja ini tahu kalau kalimat itu ditujukan pada Bita.

Bita terkesiap. Decakannya melompat tanpa bisa ditahan. Ini jam istirahat, tapi 'ospek' si Bapak Direktur Kreatif masih juga belum kelar. Meski dongkol setengah mati tapi Bita tak punya cukup nyali untuk membantah. Kakinya diayun ke meja kasir, memesan menu yang diinginkan Rashad. Betenya kian memuncak saat mendapati antrean karyawan yang memesan makan siang mengular di depan kasir.

Dua puluh menit Bita baru kembali dengan membawa baki berisi semangkuk soto pesanan Rashad. Namun, matanya membeliak mendapati meja yang ditempati tadi ramai sekarang menyisakan Rashad seorang.

"Bapak ngusir anak-anak ya?"

"Mereka udah kelar makannya, pamit balik, masa iya saya tahan, Ta." Rashad menyahut santai.

"Nih, Pak!" Semangkuk soto Bita sodorkan tepat ke hadapan Rashad.

"Ketus banget kamu sama saya, Ta? Dendam kamu ya?" Rashad melipat kedua tangan di depan dada seraya menatap Bita saat bicara. 

Tarikan dan embusan napas Bita lepas sebelum berujar,
"Iya, saya benci sama Bapak. Saya enggak peduli kalau habis ini dapat SP atau dipecat sekalian. Tapi saya mau jujur, kalau saya sudah berikrar mau jadi haters-nya Bapak... di luar kantor dan kerjaan." Bita berkata tegas tanpa punya rasa takut. Sudah cukup rasanya, pertahannya jebol juga oleh sikap semena-mena Rashad. Padahal kalau boleh jujur dia masih betah dan ingin bertahan di Viza Tower ini.

Tawa Rashad menguar tanpa bisa ditahan. Derainya panjang sembari kepalanya bergerak menggeleng-geleng samar.

Apa?

Kenapa malah tertawa sih? Emang apanya yang lucu? Bita jadi senewen sendiri.

Tunggu dulu. Bita melirik terheran. Pasalnya selama di kantor, baru kali ini dia mendapati Rashad Mahawira tertawa lepas seperti sekarang. Apa laki-laki itu sekarang menganggapnya badut lucu yang sedang melontarkan humor?

Atau habis ngamuk di ruang meeting tadi membuat otak Rashad jadi sedikit geser?

"Itu hak kamu, Ta. Saya enggak mungkin mengendalikan perasaan orang lain, mau benci atau suka sama saya, itu urusan mereka. Yang pasti saya enggak peduli sama penilaian orang lain." Rashad bicara masih dengan mengabsen mata Bita. "Tapi ada satu hal yang mau saya bicarakan sama kamu."

Bita meneguk ludah. Dia jadi deg-degan. Meski tadi lantang bilang tidak masalah mendapat SP atau dipecat, tapi apa iya secepat ini dikabulkan?

"Tolong jangan sebarkan sama anak-anak yang lain kalau saya pura-pura putus dari Marsha."

Oh, tentang Marsha ternyata. Sudah Bita duga kalau si Jangkung itu pasti cepat atau lambat akan membahas ini.

"Bukan urusan saya, Pak!" jawab Bita tak acuh. Memang bukan urusannya. Ngapain juga dia harus repot-repot memikirkan romansa si Bos dan pacarnya itu? Enggak penting juga bagi Bita.

Rahang Rashad sontak mengetat. Tangan lelaki itu menggeser mangkuk soto ke sisi lain, lantas sedikit merapat pada Bita. "Kamu harus paham apa yang saya katakan barusan. Jangan sampai semua orang tahu kalau saya dan Marsha hanya pura-pura putus." Tatapannya intens seolah menegaskan kalau kalimatnya tidak ingin dibantah.

Decakan Bita melompat, "Lagian apa untungnya buat saya nyebarin tentang hubungan Bapak?" sahutnya dengan ekspresi tak suka.

"Mendingan Pak Rashad makan dulu tuh sotonya, keburu dingin." Pengimbuhan Bita seraya melirik makanan yang terabaikan. Pikirnya, lebih bagus si Bos menyumpal mulutnya dengan makanan daripada ngoceh enggak jelas malah bikin orang keki.

Rashad menatap mangkuk dengan mata menyipit. Duduknya kembali pada posisi tegap. "Saya makan soto? Are you kidding me? Kalau saya sekarat gara-gara makanan yang enggak terjamin higienis ini kamu mau tanggung jawab?" Lelaki itu lantas berdiri usai berkata-kata. Bersiap meninggalkan meja Bita tanpa rasa bersalah.

Bita melongo sempurna. Seperti kehabisan kata-kata menyaksikan sikap sang bos yang menurutnya sangat sombong. Lelaki itu melenggang dengan santainya meninggalkan makanan yang baru dipesan. Dasar manusia otoriter.

"Lebay deh, Pak! Makan soto enggak bakal bikin mati kali. Lagian kalau enggak mau makan kenapa minta dipesenin. Dasar diktator! Manusia lebay, setengah OCD?!" Gumaman meluncur dari mulut Bita. Dia tidak peduli kalau Rashad yang jaraknya belum terlalu jauh mendengar ungkapan rasa kesalnya. Seumur-umur belum pernah Tsabita membenci orang sampai tembus ke pori-pori terhalusnya macam membenci si Rashad ini.

🌺🌺🌺

Yang Kachan bilang kalau kalian bakal ketemu sama bakal jodohnya Mas Saga di bab 19, enggak bohong kok. Wkwkwk, nih 👇


Untuk sekarang Ras-Ta sudah diketik sampai bab 26.

Maunya sih dobel up. Ta-tapi 200 vote aja susah.

Pada betah jadi sider. Jadi ya wes update suka-suka Kachan aja ya.



Lup & Calangeyo
Chan ❤️

11-0123
1824

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top