[03] Oranye, Juli

Monthly Prompt Juli
[Capitalism]
Week 3: Oranye/Orange

.
.

Entry: Kumi
NikishimaKumiko

Warna oranye memenuhi langit, seraya diperhatikan dengan seksama bersama sang gadis berambut biru muda. Siluetnya disinari oleh sinar mentari yang menandakan sore hari telah tiba. Direntangkannya kedua tangan itu, mencoba untuk meregangkan seluruh kepenatan yang ia rasakan selama seharian ini.

Tuk!

Sebuah tepukan mendarat di kepalanya, membuat ia menengadah dan menemukan seorang pemuda dengan iris ungu, menatapnya dengan lekat. Kumiko, gadis itu, mengerjap dan tertawa riang, "Haha, Selamat sore, Mikage-san!"

"Sudah kubilang, panggil aku Reo, bukan? Memanggilku dengan marga seperti itu hanya berkesan kau jauh dariku," balas Reo seraya mendengkus kasar, lalu mengambil tempat di sampingnya, "jadi, bagaimana kelasnya?"

"Hm, aku tidak bisa berkomentar banyak! Tidak ada yang menarik perhatianku soalnya."

Mendengar jawaban itu, Reo tahu, bahwa ada yang mengganggu pikiran sang gadis. Kecintaannya pada seni dan keseriusan dalam meningkatkan kemampuan mengalahkan siapa pun yang Reo kenal. Jika sudah begini, Reo pun mengelus rambut biru muda tersebut, lantas mencium helai demi helaiannya.

"Reo?"

"Mau makan burger, tidak? Kutraktir, ayo."

"Eh, yang benar?! Reo, aku menyukaimu!"

Pemuda itu memalingkan wajah, berusaha menyembunyikan rona merah yang menjalar di pipinya. Bisa gawat, kalau gadis itu terus-terusan mengucapkan kalimat yang bahkan ia sendiri tidak paham akan maksudnya. Lihatlah, sosok kecil itu kini tengah tertawa polos seolah beban yang sebelumnya ada telah hilang sempurna.

.
.

Entry: Kazare
Kazaremegamine_

Seekor kucing gendut memasang ekspresi datar. Ia lelah dan mengantuk, tetapi ia tidak bisa tidur. Tentu saja, bagaimana ia bisa tidur jika tubuhnya yang dijadikan bantal?

Berulang kali ia bergerak dan mencoba berpindah posisi. Namun, tetap saja kepala pink itu tidak mau menyingkir dari tubuhnya. Bahkan, ia sempat memukulnya walau tidak keras, tetap saja gadis itu tidak mau beranjak.

"Hei, menyingkirlah. Pindah sana jika mau tidur." Kucing gembul berwarna oranye itu berkata sembari mendorong kepala bersurai merah muda.

Bukan respon yang sesuai keinginannya yang didapat. Gadis itu kini malah memeluk kucing itu semakin erat. "Kaideeen. Aku lelah. Kau empuk sekali," ujar gadis itu, yang Kaiden yakini ia setengah sadar mengatakannya.

Bagaimanapun ia mencoba, gadis itu tetap tidak melepaskannya. Jadi mungkin, untuk hari ini, Kaiden akan membiarkannya.

.
.

Entry: Ilya
clawyer_sz

Mulutku menganga melihat Gojo Satoru. Bukan, bukan karena parasnya yang—jangan bilang kalau aku mengatakan ini—tampan, atau matanya yang secerah langit. Melainkan karena rambutnya yang tahu-tahu berwarna oranye terang tidak merata.

"Hah ...? Rambutmu kenapa?" tanyaku (super) heran.

"Oh, ini? Tadi ada murid-murid sekolah dasar yang menyiramkan pewarna pakaian dari lantai dua."

Bagaimana bisa murid menyiramkan pewarna pakaian dari lantai dua? Ke mana pula perginya infinity milik Satoru?

"Jangan melihatku dengan dongkol begitu, dong. Tadi aku, Suguru, dan Shoko sedang bermain 'Dare or Dare'. Mereka menantangku untuk tidak menggunakan infinity-ku."

Oh, jadi begini hiburan orang-orang 'terkuat' di dunia jujutsu kalau sedang senggang, pintar sekali. "Tetap saja, instingmu 'kan tajam."

"Ah, pokoknya kau 'kan pintar, bantu bersihin dong. Susah hilang tahu," katanya frustasi.

Aku menatap Satoru dengan wajah heran. Lalu? Aku mesti bagaimana? Mengeramasinya?!

"Ayolah, bantu Gojo Satoru mengembalikan ketampanannya," pintanya dengan muka memelas yang ... aduh-lucu-sekali-mau-kutendang-rasanya. Kuakui, meski kelihatan makin sinting dengan rambutnya yang aneh, dia memang ... oke.

"Kau tetap tampan, kok," lirihku. Tapi kelihatannya dia mendengarnya.

"Apa? Enggak dengar, nih." Satoru menunuduk dan mendekatkan kupingnya ke arahku.

"Kubilang, nanti kucarikan solusi. Sekarang kau coba keramas atau apa. Pokoknya minggat dulu sana!" Iya, solusi. Misalnya, rambutnya kubawakan cat semprot warna putih.

.
.

Entry: Raine
RaindeAlthera

Sungguh, Nie Mingjue tidak tahu apa yang terjadi sebelum ini.

Sekarang dia sedang duduk di ruang makan bersama keluarganya. Setelah malam itu dan mengetahui nama Yi Wen San Bu Zhi, Nie Mingjue langsung menghubungi sang ayah dan diminta untuk berkunjung ke rumah utama.

"Jadi, bisa Ayah jelaskan apa maksud semua ini?" Nie Mingjue bertanya dengan penuh penekanan.

Di hadapan Nie Mingjue, Yi Wen San Bu Zhi atau Nie Huaisang duduk dengan tenang. Senyuman dan tatapan menggodanya pada Nie Mingjue masih terlihat sama, tidak berubah sedikit pun. Bibirnya yang dipoles oranye sedikit membuat Nie Mingjue salah tingkah.

"Dia putra keduaku ... dari wanita lain. Aku berjanji untuk tidak menikahi ibunya pada ibumu dan tidak akan mengunjunginya. Namun, belum lama ini ibunya meninggal dan dia sebatang kara. Jadi dia akan tinggal di sini," ujar ayahnya menjelaskan.

Nie Mingjue mengernyit. Dia mengalihkan pandangannya pada sang ibu yang fokus pada hidangan di depannya, mengabaikan pembicaraan itu seolah mereka tidak ada di sana.

"Ibu," panggil Nie Mingjue mengharapkan penjelasan tambahan.

Wanita itu menghentikan kegiatannya ketika Nie Mingjue memanggil.

"Aku setuju dia dibawa ke sini karena anak itu setuju untuk tidak memiliki keturunan. Aku tidak ingin ada perebutan harta yang tak perlu nantinya." Begitu menjelaskan hal itu, dia kembali fokus pada hidangan di hadapannya, mengabaikan tiga orang di sana.

Nie Mingjue mengusap kasar rambutnya. Informasi ini terlalu tiba-tiba.

"Aku sudah selesai!" Begitu mengatakan hal tersebut, Nie Mingjue bangkit dari duduk dan meninggalkan ruang makan.

Ayahnya mengernyit tidak suka, tetapi berusaha memahami posisi Nie Mingjue. Jadi, dia melepaskan pemuda itu kali ini. Dia mengalihkan pandangannya pada Huaisang yang sedang tersenyum canggung.

"Tolong maklumi dia. Pasti masih butuh waktu bagi kalian berdua untuk saling mengenal," ujarnya.

Huaisang tersenyum.

"Tidak apa-apa Tuan Nie. Saya bisa memahami hal itu." Setelahnya, dia berdiri. "Saya memiliki perjanjian dengan Tuan Muda. Saya izin undur diri untuk menyusulnya."

Nie Huaisang menundukkan kepala. Belum sempat ayahnya berbicara, dia sudah berlari meninggalkan ruang makan untuk mengejar Nie Mingjue.

"Tunggu, _Big Brother!_ kenapa jalanmu cepat sekali?" Nie Huaisang berteriak.

Mendengar panggilan dari Huaisang, sudut bibir Nie Mingjue berkedut.

"Jangan panggil aku dengan itu!" serunya kesal.

"Ah? Maaf jika saya membuat Anda tidak nyaman." Huaisang membuka kipas lipatnya. Dia menutupi setengah wajahnya dengan kipas.

"Kalau begitu bagaimana saya harus memanggil Anda? Hyung? Onii-chan? Atau mungkin ... Gege?" Huaisang bertanya dengan nada mendayu. Dia mengedipkan satu matanya genit.

Tiba-tiba saja Nie Mingjue menampar pipinya sendiri. Dia menjawab, "Terserahmu saja!"

.
.

Entry: Leeya
azaleeiya_kirmizi

"Aku tuh heran, ya. Kenapa warna oranye itu sumringah banget?"

Fang menjeda kunyahannya dari donat lobak merah begitu mendengar pertanyaan aneh dari Ying.

"Kan emang sifatnya begitu. Kamu lihat itu, si BoBoiBoy, karena warna oranye … dia mudah dapat perhatian karena cerah."

Gadis dengan berkacamata bulat itu mengangguk setuju. "Iya, sih, beda sama kamu yang suka pakai baju warna gelap. Kesannya suram banget, kayak hidup."

"Heh, jangan meremehkan warna ungu! Ungu itu sumber dari estetika tahu."

Ying memutar matanya malas. "Iya aja, deh, biar cepat."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top