[02] Peluk, November
Entry: Sachan
sachandez
| Peluk |
"Kurona."
"Mhm?"
Ness mengulas senyum, ketika melihat kekasihnya yang bertingkah tidak seperti biasanya. Yang dikatakan Yoichi memang benar, Kurona telah benar-benar mabuk, wajahnya bahkan menyaingi warna rambutnya sendiri, dan tatapan sayunya tidak fokus. Ia memeluk tubuhnya sendiri dengan erat, mengubur wajahnya di kedua lututnya yang ditekuk.
Ness jarang melihat kekasihnya terlihat seperti ini; kecil, rapuh, berbeda sekali dengan Kurona yang biasanya pendiam dan acuh tak acuh. Pantas saja Yoichi sampai mencari tuannya—Kaiser, untuk dapat menghubunginya.
"Kurona?"
Ness mengusap perlahan helai-helai rambut kekasihnya, tidak seperti biasanya, Kurona saat ini terlihat sangat menikmatinya dan bersandar pada sentuhannya. Ness menahan diri untuk tak melebarkan senyumnya, apalagi di depan teman-teman Kurona.
"Mari pulang?" Ness mencoba kembali membujuk kekasihnya. Ia beringsut mendekat, mencodongkan tubuhnya untuk menyentuh kekasihnya lebih banyak.
"Ness?"
"Ya? Mari pulang?"
Kurona mendongakkan wajahnya, menatap Ness dengan tatapan sayunya yang tidak fokus. Sebelum Ness dapat bereaksi, Kurona telah melebarkan lengannya, kepalanya dimiringkan perlahan. "Peluk."
Ness benar-benar menahan dirinya untuk tak langsung menerkam kekasihnya. Berkebalikan dengan keadaan jantungnya, sebaliknya Ness masih mempertahankan senyum tenangnya. Dengan perlahan ia melingkarkan lengannya ke pinggang kekasihnya, dan menariknya ke sebuah pelukan erat.
Kurona bersandar penuh pada pelukannya, kepalanya diletakkan dengan nyaman di bahunya. Ness mengusap bagian belakang kepalanya dengan lembut, melebarkan senyum, ketika merasakan lengan Kurona yang melingkari lehernya.
"Nyaman?" Perlahan ia bertanya, menikmati reaksi kekasihnya yang kini terlihat mengantuk.
"Mm."
"Mari kita pulang."
"Mhm."
Ness terkekeh pelan. Dengan suasana hati yang baik, ia menggendong Kurona layaknya menggendong koala, kemudian berjalan keluar dari ruangan yang masih dipenuhi banyak orang.
.
.
Entry: Kumi
NikishimaKumiko
[Peluk]
Sejak bertemu dengan gadis berambut biru tersebut, pemuda bermarga Onigasaki itu merasa ada yang tidak beres di dalam dadanya. Sebuah perasaan ingin memonopoli sepenuhnya, namun tak bisa ia ekspresikan dengan baik karena kemampuannya dalam kejujuran.
Bulu mata yang lentik, iris biru tua berkilau layaknya perhiasan, bibir kecil, serta rona merah yang muncul tiap kali ia menggodanya.
Bagaimana bisa, Kaikoku tidak selalu kepikiran akan dirinya?
Meskipun kecil, tetapi nampaknya sosok onar tersebut telah mampu merebut hatinya. Dan benar saja, ketika gadis itu memeluknya dari belakang akibat tak sengaja didorong oleh Akatsuki, Kaikoku hampir saja menyemburkan teh hijau yang diminumnya.
"Ih, bisa-bisanya aku malah jatuh di punggung Onigasaki-san! Punggungmu keras, tahu!" omel Kumiko tak suka. Ia berdecak sebal, berkacak pinggang, lantas melenggang pergi meninggalkan Kaikoku yang masih berusaha menormalkan detak jantungnya.
Kaikoku terdiam, menertawakan diri dalam hati. Lalu, tepukan pelan mendarat di bahunya. Akatsuki melemparkan tatapan prihatin, "Semangat, ya, Kaikoku-san. Aku akan berusaha lebih lain kali."
"Mending tidak usah mengejutkanku seperti itu, Iride," balasnya facepalm.
.
.
Entry: Mayu
saltyfluous
| peluk |
Kim Dokja masih dapat merasakan dua tatapan yang diarahkan kepadanya sejak beberapa menit yang lalu. Embusan napas lolos dari bibirnya. Akhirnya Kim Dokja memutuskan menyerah untuk abai dan memutar kepalanya, menatap dua anak kecil dengan wajah memelas.
"Baiklah, baiklah. Apa yang kalian inginkan?"
Shin Yoosung terlebih dahulu mendekat, disusul oleh Lee Gilyoung. Sang bocah perempuan membuka lebar kedua tangannya sambil berucap, "Aku mau peluk, Ahjussi!"
Lee Gilyoung menatap Shin Yoosung sengit, lantas menerobos sang teman sepantaran dan memeluk Kim Dokja. "Tidak! Hyung pasti hanya suka memelukku! Kau pergi saja, jangan mengganggu," ucapnya sambil memasang wajah puas saat melihat wajah kesal Shin Yoosung.
Kim Dokja menggeleng-geleng, lalu membuka tangannya. "Ayo Yoosung-ah, kita berpelukan bertiga."
.
.
Entry: Leeya
azaleeiya_kirmizi
| Peluk |
Jujur aku tidak ingin dia pergi dariku. Aku bagai angin yang entah bertiup kemana jika tanpa dirimu.
“Apakah tidak bisa kau batalkan saja? Belajar di dalam negeri tidak buruk, 'kan?”
Suaraku bergetar. Jika aku meneruskan berbicara pasti tumpahan air mata tidak terelakkan.
Mata merah marun menatap sendu. Bibir yang jarang melengkung, saat ini melakukan hal tersebut. Kau tersenyum tipis.
“Aku yakin kamu bakal kuat. Percayalah, ini hanya sebentar,” ucap kekasihku.
Kubenamkan wajah ke dadamu. Memeluk erat penuh ketidakrelaan. “Berjanjilah untuk sering menghubungi aku, Kaizo. Jangan sampai putus kontak,” ujarku yang terkadang diselingi isak tangis.
“Iya, aku berjanji.”
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top