[02] Buta, Mei

Monthly Prompt Mei
[Sempurna/Perfect]
Week 2: Buta/Blind

.
.

Entry: Kumi
NikishimaKumiko

"Apa kau buta?! Kau tidak tahu kalau aku berusaha keras untuk mengumpulkan berbagai data ini? Bagaimana bisa kau menginjaknya dengan mudah?!" seru Kumiko, mengembungkan pipi, menatap penuh amarah pada pemuda berambut putih yang tengah terdiam.

Nagi tidak tahu harus membalas apa, dia hanya membukam mulutnya, tak ingin terlibat lebih jauh dalam masalah. Namun, bukannya malah reda, emosi gadis itu makin naik. Dengan tinggi 148 cm, sementara pemuda di hadapannya itu 190 cm, sebuah kesenjangan yang cukup besar. Gadis pendek itu tak segan untuk menarik kerah jas yang ia kenakan, membuatnya menunduk, menatap iris biru yang berkilat marah tersebut.

Karena tak sanggup mempertahankan keseimbangannya, konsol game yang digenggam oleh Nagi pun jatuh di atas serakan kertas-kertas tersebut. Kumiko mengerjap, begitu pula Nagi. Lantas, ekspresi amarah itu berganti menjadi kilauan ketika menemukan video game yang menarik perhatiannya.

"Oh, kau juga bermain game ini? Ah, aku paham! Permainan ini menyenangkan, kan, ya?" tanyanya antusias, melepaskan cengkraman tersebut, seolah melupakan permasalahan sebelumnya.

Nagi mendesah lega, ditolong oleh hobinya sendiri, "Iya ... kau main juga?"

Kumiko mengangguk senang, lalu mengumpulkan kertas-kertasnya. Nagi mau tak mau membantu, sebelum kembali diomeli. Gadis berambut biru muda itu mengulas senyum gembira, "Aku Itoshi Kumiko! Kita sekelas, bukan? Salam kenal, ya!"

"Un, Nagi Seishiro."

Sepertinya akan merepotkan bersama gadis ini. Tetapi, tidak buruk juga mendapatkan teman sepermainan.

.
.

Entry: Kazare
Kazaremegamine_

"Florenza? Kenapa ke sana?"

Yang dipanggil membalikkan tubuh. Ia menatap bingung pada laki-laki dengan eye patch di sebelah kanan. "Lho? Bukan ke sini?" Akhirnya gadis itu pun juga melontarkan pertanyaan.

Laki-laki itu menjawab sesaat setelah menghela napas pelan. "Kalau ke taman lewat sini. Itu jalan ke dapur," ucapnya yang membuat gadis di depannya sedikit terkejut.

"Aku kira ke sini," cicitnya pelan. Ia kemudian berjalan ke arah laki-laki itu berada. Dalam lubuk hati dan pikirannya, ia sedikit tidak terima. Pasalnya ia sangat yakin jalan menuju taman melewati lorong itu.

Rasanya penyakit buta arahnya semakin parah. Tetapi, jika dipikir-pikir ia tidak pernah tidak tersesat di dalam rumah itu. Setiap jalan yang ia pilih, ia seperti dibawa mengelilingi rumah, kemudian selalu berakhir di dapur.

Apa mungkin rumah besar tunangannya ini sedang bermain-main dengannya?

Mana mungkin …,

… 'kan?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top