[02] Budak, Juli

Monthly Prompt Juli
[Capitalism]
Week 2: Budak/Slave

.
.

Entry: Kumi
NikishimaKumiko

Tidak mungkin hal ini bisa terjadi sama sekali. Hanya dengan melihat iris biru yang besar tengah menatap dirinya dengan berbinar, sudah mampu membuat ia terkunci sempurna, layaknya seorang budak pada majikannya. Anak lelaki berambut merah itu memalingkan wajah, iris hijaunya bergulir, mencoba untuk ikut mengalihkan pandangan.

"Niichan," panggilnya, mengeluarkan suara yang lucu.

Lekas saja, Sae mencubit pipi tembem gadis berambut biru muda itu dengan gemas, meskipun ekspresi di wajahnya masih nampak datar. Kebingungan, Kumiko, adik Sae, mengeryitkan dahinya, "Niichan?"

"Berhenti berbicara."

Tak perlu bertanya lebih lanjut, Kumiko hanya mengikuti titah Sae dengan tenang. Ia paham benar bahwa kakaknya tersebut adalah sosok yang paling baik di dunia. Anak lelaki itu lantas menjulurkan lidah, membuat Kumiko mengikuti tingkahnya pula. Segera, Sae memberikan es krim dalam keheningan yang mengalir, membuat senyum secerah mentari mekar di wajah sang adik, mengurungkan juluran lidahnya.

"Terimakasih, Niichan!" seru Kumiko girang, menerima dengan antusias. Lekas memakan makanan dingin tersebut.

"Ya, terserahmu."

.
.

Entry: Fin
PolarisF

"Dasar budak cinta."

"Jangan panggil aku seperti itu, menggelikan."

Mata cokelat Ella memicing sinis pada Ashley yang tersenyum jahil ke arahnya. Tangannya yang sedari tadi bergerak menulis bait-bait manis berhenti ketika atensi sang empu dicuri.

"Aku bukan gadis yang akan mengejar anak laki-laki mana pun," tukas Ella, kedua alisnya yang bertaut menampakkan dengan jelas wajah tersinggungnya.

"Membuat puisi untuk Sally. Melanggar peraturan untuk Sally. Mengubah caramu bicara untuk Sally. Mengolok-olok Travis karena Sally." Helaan nafas keluar dari bibir Ashley, setelah dia menuturkan satu persatu tabiat primadona di sampingnya.

"Apalagi yang diperlukan untuk menjadi bukti kalau kau sudah terbutakan cinta dan menjadi budaknya?"

"Bicara sekali lagi akan kutindas juga kau seperti aku menindas Travis."

.
.

Entry: Leeya
azaleeiya_kirmizi

"Mumpung banyak budak di rumah, mainlah sekalian bantu jaga. Soalnya itu budak sering bikin emosi."

"K-Kaiser, kamu punya budak?" Aku menangkup mulutku seakan tidak percaya. "Sebrengsek-brengseknya kamu, ternyata memang biadab, ya."

"Kamu mikirnya apa, sih? Anggap aku kayak kesannya jelek banget. Apa masalahnya kalau ada bud— ah, aku paham, kamu pasti mengiranya budak hamba sahaya, iya?"

Aku mengangguk singkat. Kaiser berhasil menebak apa yang menjadi maksudku.

"Astaga, budak itu para bocil lah. Sepupu-sepupu bontotku plus ponakan pada main di rumah. Aku repot urusin mereka!" Kaiser mengusap wajahnya sedikit kasar, poni blondenya turun menutupi dahi.

"Hehe, maaf. Aku kirain hamba sahaya."

.
.

Entry: Kazare
Kazaremegamine_

Wooin menoleh ke arah Jiwoo dengan pandangan bertanya. Jiwoo yang mendapat pandangan seperti itu dari Wooin, hanya menggeleng lemah. Ia juga heran melihat Subin yang terus cekikikan sejak datang ke rumahnya. Lalu, Jisuk yang entah ke mana. Padahal mereka berdua biasanya sering bersama.

"Di mana teman kalian satu lagi?"

"Ehehe, sebentar lagi dia akan datang, kak. Terima kasih, ya," jawab Subin yang masih cekikikan. Membuat kakak sepupu Jiwoo itu bingung.

"HAH! SI*L!"

"Ehehehe dia datang."

"KAU! Ambil ini semua!" Jisuk menyerahkan beberapa kantung belanja yang memenuhi kedua tangannya. Ia sungguh kerepotan membawanya karena banyak sekali barang yang diminta Subin.

"Kau harus terima. Siapa suruh kalah," sahut Subin yang makin menertawai Jisuk. "Masih tersisa enam hari lagi kau menjadi budakku aowkwk."

Jiwoo ber-sweat drop ria kala ia melontarkan sebuah pertanyaan retoris. "Jadi kalian benar-benar bertaruh?"

.
.

Entry: Ilya
clawyer_sz

"Kyōka mau ikut ke supermarket, tidak? Cuma membeli beberapa barang yang dihabiskan Dazai, kok. Bukan belanja bulanan." Bohong sih. Ini hampir seperti belanja bulanan.

Selain Yosano, Kunikida, aku, dan Kyōka, tidak ada orang lain di kantor. Nyaliku ciut untuk mengajak Kunikida yang sedang mengerjakan laporan kelewat serius—dasar budak korporat. Kalau Yosano, nanti aku yang dijadikan babu. Jadi Kyōka adalah opsi terbaik. Sayangnya, bocah lucu ini sedang bermain monopli bersama Yasha Shirayuki, sangat sulit dibujuk.

Kyōka bahkan tidak menjawab ajakanku. Pertanyaan yang sama kuajukan lagi, kali ini dia menggeleng kuat-kuat.

"Ayo, nanti kutraktir es krim, crepes, atau jajanan apa pun." Kyoka menoleh dengan pandangan mata berbinar, tetapi tidak cukup untuk membuatnya beranjak.

Bujukannya kurang ampuh. "Aku membawa makanan kucing, nih." Kugoyangkan bungkus _dry food_ Royel Kenin yang lebih mahal daripada jatah makanku sendiri.

Matanya semakin berbinar, dan kakinya tanpa sadar turut melangkah mengikutiku. "Oke, ikut."

Aduh, lihatlah bocah imut ini. Memang, manusia itu bukan majikan kucing, tapi budaknya. Mau-maunya dia kujadikan babu demi memberi makan kucing-kucing liar—kenapa pula aku membeli makanan kucing super-mahal ini? Namun, siapa yang bisa menolak keimutan makhluk berbulu satu itu? Bahkan kepala agensi saja bisa diperbudak oleh bola bulu itu.

.
.

Entry: Raine
RaindeAlthera

Nie Mingjue duduk tegap di sofa ruang tengah. Di hadapannya seorang pemuda yang wajahnya tertutup sebagian oleh topeng tengah berlutut di lantai.

Pemuda itu tersenyum. Dia menatap Nie Mingjue tepat pada matanya. Tidak ada rasa takut ataupun penyesalan dalam matanya.

"Sesuai perjanjian kemarin, siapa yang kalah akan menjadi milik yang menang." Nie Mingjue menunduk.

Dia sejujurnya bingung darimana datangnya keberanian pemuda di hadapannya. Setelah kalah judi dan menjadi "milik"-nya, pemuda itu masih menatapnya dengan cara yang sama.

Yi Wen San Bu Zhi mengulum senyum.

"Saya tahu," ujarnya.

"Tidakkah kau takut aku akan menjadikanmu budak ... atau bahkan lebih buruk? Kau tahu, tuan muda generasi ketiga biasanya punya fantasi yang agak aneh.” Nie Mingjue menyeringai.

Lawan bicaranya tertawa pelan seraya berjar, "Jika yang Anda maksud memuaskan nafsu, maka itu tidak mungkin. Anda masih perjaka."

Nie Mingjue menggertakkan gigi. Dia mengepalkan tangannya kuat.

"Tapi bukan berarti aku tidak punya fantasi yang aneh atau tidak akan melepas status perjakaku," ujarnya kesal.

Yi Wen San Bu Zhi tanpa sadar tertawa lepas mendengar hal itu. Melihat lawan bicaranya tertawa, wajah Nie Mingjue memerah.

"Lupakanlah. Pertama, karena kau sudah menjadi milikku, maka aku harus tahu bagaimana wajah dan nama aslimu." Nie Mingjue menjepit dagu pemuda di hadapannya dengan telunjuk dan ibu jari. Dia menatap pemuda itu lekat-lekat.

Yi Wen San Bu Zhi tersenyum. Dia mengangguk sedikit. Setelahnya, pemuda itu melepaskan topengnya.

"Namaku Nie Huaisang."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top