Hope - Chuuya x reader

Cerita kali ini request dari alyasn11 maaf kalo gak sesuai sama yang diharapkan. Gak terlalu bisa bikin oneshoot. *nunduk* :'(

Kesalahan fatal saat nulis ini itu pas ngetik nama Chuuya. Entah kenapa nama Chuuya selalu tergantikan sama nama Dazai.

---

Netramu menyapu sekeliling, menatap taman yang di penuhi bunga juga anak-anak yang tengah bermain.

Tatapanmu terfokus pada seseorang--yang berada di taman--dengan kursi roda. Tatapanmu berubah menjadi sendu.

Wajahnya pucat, namun senyum menghiasi wajahnya, disekelilingnya di penuhi orang yang berusaha menghiburnya.

Sesekali ia tertawa namun, begitu orang di sekelilingnya lengah, ia akan menunduk dan nampak ingin menangis.

Miris memang, hidupnya sudah di ujung maut, dengan penyakit yang hampir tak mungkin di sembuhkan.

Bagaimana kau tau itu? Kau pernah bertemu dengannya dan saling bertukar cerita tentang penyakit kalian. Setidaknya itu sebelum kau di perbolehkan ke taman.

Sekarang itu nampak mustahil, untuk menggerakan tanganmu saja kau kesulitan, terutama dengan banyaknya selang yang memasuki tubuhmu.

Dan lagi, kau seharusnya bukan disini, kau seharusnya berada di tempat terisolasi. Dimana peralatan disana lebih lengkap dari pada disini. Tapi kau tak mau, karena tak ada taman yang bisa kau lihat dari tempat itu.

Taman akan membuatmu tenang, dan tak takut akan maut yang tak lama lagi akan menjemputmu. Setidaknya kau bisa membayangkan surga.

Tok tok

Manikmu teralihkan, begitu mendengar ketukan pintu ruanganmu.

Seseorang masuk, ketika kau sudah memberikan izin padanya.

"[Name]-chan, bagaimana keadaanmu?" orang itu masuk, melepaskan topi kesukaannya dan meletakannya di meja terdekat.

"Aku baik," jawabmu, dengan sebuah senyuman yang menghiasi wajah pucatmu.

Orang itu hanya membalas dengan senyuman hangat. Ia tau jika keadaan pasti tidak baik, wajahmu bahkan lebih pucat dari pada kemarin saat terakhir kali ia kesini.

"[Name]-chan kubawakan bunga tulip untukmu," laki-laki itu mengganti bunga dalam vas yang berada di sebelah kasurmu.

"Padahal itu masih bagus, Chuuya-kun."

"Aku hanya ingin memberimu bunga yang segar, karena kau harus seperti itu."

"Kau tau, bunga sebelumnya lebih cocok untukku, kea-"

"Aku tak mau dengar," perkataanmu di potong oleh Chuuya.

Chuuya kembali meletakan bunga yang masih segar. Dan membuang bunga yang mulai layu.

Chuuya duduk di bangku sebelah kasurmu, tangannya terlurur menggapai tanganmu yang sedang di infus.

"Kau harus sehat, seperti bunga disana."

Chuuya mengelus tanganmu perlahan, berhati-hati dengan infus yang memasuki tubuhmu.

"Chuuya-kun kumohon jangan ganti bunga itu," katamu pelan.

Chuuya menggeleng kepalanya pelan, genggamannya pada tanganmu semakin mengerat, "kau pasti sembuh."

"Chuuya, kumohon jangan ganti bunga itu lagi," pintamu, memelas.

Chuuya terdiam sebentar, sebelum akhirnya ia mengangguk pasrah.

"Baiklah, tapi kau harus sembuh."

***

"[Name]-chan maaf aku telat," Chuuya membuka pintu kamarmu, dan melihatmu yang duduk di kasur sedang melihat keluar jendela.

"Chuuya-kun," kau tersenyum senang, ketika melihatnya melangkah mendekat ke arahmu.

"Sepertinya kau nampak baikan," Chuuya duduk di kursi sebelahmu.

Kau mengangguk kecil dan kemudian tersenyum lebar ke arahnya.

"Chuuya-kun, apa kau lelah?" tanyamu, ketika melihat sebuah kantung mata yang cukup besar di wajah Chuuya.

Chuuya menggeleng pelan.

Kau segera menggenggam tangan Chuuya, "Chuuya-kun berhentilah berkerja disana, di sana terlalu berbahaya."

Chuuya membalas genggamanmu seraya menatapmu dengan lembut.

"Itu tidak bisa, kau tau kan itu adalah tempat yang gelap. Tak mudah untuk keluar darinya."

"Tapi-"

"Aku berada di sana juga untuk kesembuhanmu [Name]."

Kepalamu tertunduk, menatap nanar pada selimut yang menutupi tubuhmu. Ini salahmu karena membawa Chuuya masuk ke dalam kegelapan dunia.

"Ini bukan salahmu, ini memang keinginanku berada disana, lagi pula disana cukup menyenangkan."

Kau tersenyum lembut padanya, walaupun disana menyenangkan. Gelap tetap akan menjadi ciri khas tempat itu.

***

"Chuuya-kun, bisa kita ke taman?" pintamu.

"Tapi keada-"

"Aku ingin ke taman untuk terakhir kalinya," pintamu, seraya manik menatap lekat pada taman yang dapat kau lihat dari jendela sebelah kasurmu.

"Kau akan bisa ke taman kapanpun setelah kau sembuh [Name]."

"Tolong Chuuya-kun," Chuuya menghela nafas pelan dan mengangguk kecil.

"Aku minta izin pada dokter dulu," kau tersenyum senang, dan melihat Chuuya keluar dari ruanganmu.

Sudah seminggu ini keadaanmu membaik, bersamaan dengan bunga di sebelahmu yang mulai mati.

Kau tersenyum kecil seraya mengelus pelan sebuah bunga tulip terdekat.

'Aku akan menyusulmu'

---

"Cantik," katamu, ketika mulai memasuki taman.

Kau terduduk di kursi roda, masih dengan selang infus yang menemani. Juga Chuuya yang mendorong kursi rodamu.

"Chuuya.. lihat itu," jarimu menunjuk pada sebuah bunga.

Chuuya memerhatikan bunga yang kau tunjuk, tapi tak menemukan hal special dari bunga itu.

"Lihatlah kepompong itu mulai menetas," katamu. Chuuya kembali memerhatikan bunga itu kembali dan mendapati kepompong tergantung di daun bunga tersebut.

Kepompong itu pecah, dan memunculkan sepasang sayang mungil yang indah. Sayap itu beberapa kali terkepak sebelum akhirnya terbang dan mendarat pada tanganmu.

"Wah...," kagummu.

"Chuuya, aku ingin menjadi bidadari yang memiliki sayap nanti jika aku pergi," katamu, seraya jari mengelus lembut sayap kupu-kupu yang tengah bertengger.

"[Name], kau tidak akan pergi, tidak untuk saat ini."

"Chuuya-kun, kau tau waktuku tidak banyak bukan."

"Tidak waktumu masih sangat banyak," Chuuya mengenggam tangamu yang kosong.

"Kau akan disini, menemaniku bukan."

Kau kembali mengenggam erat tangannya, "Chuuua-kun, aku akan menemanimu tapi tidak disini."

"Kumohon," Chuuya meletakan kepalanya bada bahumu. Menempelkan kepalanya dengan kepalamu.

"Chuuya, aku ingin mendengar 'itu'."

Chuuya terdiam sebentar dan mengigit bibir bawahnya, "aku mencintaimu [Name]."

Kau tersenyum, senyum bahagia yang akan menjadi terakhir kalinya untuk dilihat Chuuya, sebelum kau menghembuskan nafas untuk terakhir kalinya.

'Terima kasih Chuuya'

***

Chuuya menatap batu yang bertuliskan [Name].

Baru kemarin ia melihat senyuman riangmu, tapi sekarang yang ia lihat hanyalah batu yang dingin karena angin malam.

Chuuya meletakan sebuket bunga di makammu. Bukan bunga yang cantik, melainkan bunga mati di rumah sakit yang terpajang di ruanganmu.

"[Name] tenanglah di sana," ucapnya pelan, seraya menepis buliran air yang terjatuh dari maniknya.

"Aku akan selalu mencintaimu."

***

Owari :

"Siapa pria itu?" seorang perempuan, yang bernasib sama denganmu tersenyum jahil dengan jari telunjuknya mengarah pada Chuuya yang sedang membeli minuman.

"Dia? Temanku," jawabmu.

"Dia baik sekali ya," kata perempuan itu lagi.

"Ku lihat ia sering mengantarmu kesini, dan beberapa suster mengatakan dia adalah orang yang perhatian. Beruntung sekali kau," sikutnya menyentuh pundakmu kecil. Membuatmu tertawa kecil dan melihat Chuuya yang tengah berjalan ke arahmu.

"Sepertinya ia tulus," bisiknya pada kupingmu.

Kau tersenyum pada perempuan di sebelahmu, dan kembali membisikan sesuatu padanya, "Maka dari itu aku mencintainya."

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top