Fool - Ranpo x reader
Request 👉 sceneryzachan_
---
Dia sendiri tidak habis pikir. Nalar logika, peraturan, dan prinsip kehidupannya seolah-olah tertimbun dan terlupakan saat di situasi seperti ini.
'Yang terpenting dia selamat'
Apa itu perbuatan bodoh?
Sangat.
Lalu kenapa dia masih melakukannya?
Apa karena cinta?
Mungkin.
Kalau begitu...
Lebih baik dia mati.
.
.
.
"[Name]-chan, apa yang telah kau lakukan?" suaranya terdengar bergetar, manik hijau membulat nampak tidak percaya dengan apa yang dia lihat.
Sebuah benda tajam nengkilap kini tertutup darah, melayang di udara di dalam genggamanmu.
"Ra-Ranpo-san! Bukan, bukan aku! Ini semua tidak sengaja!" ucapmu membela diri.
Manik itu bergerak, secara bergantian menatap korban dan beralih pada tanganmu. Tampak sekali kengerian di sana.
"Ranpo-san, bagaimana ini?" tanyamu panik. Air hangat menyapa sudut mata, terbendung dan siap tumpah kapan saja.
"Buang itu!"
Lantas tanganu tergerak, melempar pisau dengan asal.
Kamu melihat jasad seorang pria, tubuhnya sudah terbujur kaku di lantai. Darah mengucur deras dengan luka tusukan tepat di jantung.
Kamu bahkan tidak ingat apa yang terjadi. Semua terjadi secara cepat. Tiba-tiba saja, orang itu sudah mati. Dan sebuah pisau berada di genggamanmu.
Kamu tidak mungkin membunuhnya. Tidak dan tidak akan pernah. Karena dia, adalah ayahmu sendiri.
Berbeda dengan Ranpo. Dia melihat semuanya. Manik hijau itu merekam semua, peristiwa yang baru saja terjadi bahkan terus berputar dalam pikirannya. Dan ia sendiri melihat, kamu membunuh ayahmu sendiri.
Kalian berdua sama-sama bingung, terdiam bergelut dengan pikiran masing-masing, dan sama tidak bisa mempercayai apa yang telah terjadi.
Ranpo kembali mengingat, hubungan antara kamu dan ayahmu, memang bukanlah sebuah hubungan yang harmonis, terlebih dalam anggota keluarga kalian hanya bersisa kamu dan ayahmu. Ibumu telah menghilang sejak beberapa waktu yang lalu.
Tapi apa alasan yang lebih kuat? Tidak tau, Ranpo tidak bisa berpikir dengan jernih saat ini.
"RANPO-SAN, BAGAIMANA INI!" teriakmu frustasi.
"Kemarikan tanganmu," tangannya menarik tanganmu. Merogoh saku celana ia mengeluarkan sebuah sapu tangan dan segera menggosok tanganmu kuat-kuat.
"A-aku tidak mau di penjara," gumamu. Ranpo dapat merasakan tanganmuyang gemetar.
Noda merah, darah berpindah saat Ranpo membersihkan tanganmu. Berakibat tangannya juga terkena darah.
Suara langkah kaki perlahan terdengar, kamu dan Ranpo sontak terkejut dan mencari asal suara.
Seorang wanita yang cukup tua, baru saja masuk saat dilihatnya darah berceceran. Seketika suara nyaring--teriakan--terdengar.
"A-ada apa i-ni...!" ucapnya terbata dengan jari bergetar menunjuk jasad ayahmu.
Kaki wanita itu seketika lemas, tubuhnya terperosot ke bawah dengan air mata yang sudah mengalir. Tatapannya menjadi kosong, tubuh rentan itu mengigil kuat.
Wanita tua itu adalah pekerja rumah tangga disini, sehari-harinya dia lah yang membersihkan rumah, saat kamu lebih memilih meninggalkan rumah dengan menginap di tempat lain.
Kring kring
Ponsel pada saku Ranpo berdering dengan kuat. Detektif itu lantas segera membukanya dan mendapati sambungan telefon dari Dazai.
"Halo..?"
"Ranpo-san, kau dimana?"
Ranpo terdiam, saat mendapati pertanyaan itu. Sebentar, ia sempat melirik ke arahmu sebelum menjawab, "aku berada di rumah [Name]."
"Benarkah? Kalau begitu baguslah, aku sedang dalam perjalanan ke sana."
"Tunggu—"
Belum sempat Ranpo menyelesaikan kalimatnya, sambungan di putus secara sepihak. Ia berdecih kesal dan kembali memasukkan ponsel ke dalam saku celana.
"Dazai akan segera kesini."
"Ba-bagaimana ini," katamu panik.
Pikiran Ranpo kini kalang kabut. Semua nampak kacau. Ia melihat ke arahmu yang sudah bergetar dan sesekali melirik wanita tua yang terus menatap tuannya.
Ia tidak mau kau di penjara, tapi juga bingung harus melakukan apa.
Suara nyaring--di yakini sebagai suara Dazai--datang dari luar. Kamu semakin panik dan melihat Ranpo yang kian kalang kabut.
Bagaimana?
"Ranpo-san, [Name]-chan.. Kami—" ucapan Dazai terpotong kala manik hazel melihat 4 orang terdiam membeku, dengan salah satunya sudah tidak bernyawa.
"Ada apa ini?"
Diam, tidak ada yang menjawab, enggan membuka mulut. Kamu sudah memejamkan mata kuat, merapalkan doa-doa setelah perbuatan dosa. Ranpo menundukkan kepala, mengigit bibir bawah, hingga mebgeluarkan cairan merah.
Sekali lagi, bagaimana?
"Ranpo-san, dengan dedukasimu, kau bisa menemukan pelakunya ya kan." kata Kunikida.
Ranpo mendongak, melihat manik hazel yang kini menatapnya lurus-lurus. Pria itu menarik nafas dalam dan mengucapkan kata-kata yang membuat suasana semakin mencekam.
"Akulah pelakunya."
***
Di balik jeruji besi, pria itu menunduk merenungkan apa yang telah terjadi. Salahkah dia berkata begitu?
Tidak pernah terbesit di pikiran Ranpo, bahwa hidupnya akan diisi di sel tahanan. Lagi pula, siapa yang menginginkan ini?
Detektif swasta ini bahkan tidak bisa berpikir dengan jernih, semua kata-kata pembuktian keluar begitu saja dari bibirnya.
Di saat indera pendengaran mendengar suara-suara yang sekira di kenalnya, pria itu mendongak melihat anggota agensi yang kini datang menjenguk. Akstensi pertama kali ia cari adalah dirimu yang berdiri paling belakang, bersebelahan dengan Dazai.
Pria itu tersenyum paksa. Anggota agensi bahkan tidak pernah mengira Ranpo akan menjadi pembunuh.
Cukup lama mereka menjenguk, berbicara dengannya satu-persatu, memberikan semangat bahkan Yosano berjanji akan mencari pelakunya--karena wanita itu yakin Ranpo tidak akan pernah melakukan hal keji seperti ini.
Ranpo hanya tersenyum kecut, mengumbarkan fakta bahwa dialah pelakunya meski itu adalah sebuah kebohongan yang jelas.
Satu persatu pulang. Kamu bahkan menolak berbicara dengan Ranpo dan memilih diam mengamati dari sudut ruangan. Jujur saja, hal itu membuat detektif ini sakit hati.
"Maaf Ranpo-san," ucapmu sambil berlalu, melewati sel menyusul anggota yang sudah keluar terlebih dahulu.
Ranpo tidak tahan untuk menampung air di sudut matanya.
Satu-satunya anggota ADA yang belum pulang, hanyalah Dazai seorang. Untuk apa dia berada disini? Jelas jika tadi ia sudah berbicara pada Ranpo, meski pembicaraan tidak penting yang bahkan sama sekali tidak di mengerti oleh yang lain.
"Ranpo-san," panggil Dazai pelan.
Ranpo melihatnya, setelah menepis air mata di pelupuk dan memastikan jika semuanya telah kering.
"Kenapa kau melakukan ini."
"Kau sadar?" Dazai mengangguk kecil sebagai jawaban.
"Itu semua terlihat sangat jelas, semua kebohonganmu."
Ranpo tertawa garing. Sial. Kapan ia bisa membohongi pria di depannya. Berapa kali pun Ranpo mencoba menghindar, berbohong dan mengatakan hal yang sebaliknya. Dazai selalu tahu, selalu tahu tentangnya.
"Kau tau ini adalah perbuatan yang bodoh kan—"
"Pulanglah."
Potong Ranpo cepat.
"Ranpo—"
"Kubilang pulang!" suara Ranpo meninggi, sedikit menarik perhatian sekitar.
"Kau bukan detektif Edogawa Ranpo yang ku kenal."
"Memang bukan."
Dazai terdiam sebentar, sampai ia memilih pergi meninggalkan Ranpo sendiri.
Kaki detektif itu lemas tidak dapat lagi menopang tubuhnya. Dengan berpegangan pada jeruji besi tubuhya merosot jatuh ke bawah.
Kepalanya mendongak menatap nanar langit-langit sel tahanan yang kusam.
3 tahun bukanlah waktu yang sebentar bukan.
***
Author note :
Dan saya mengakhiri cerita ini dengan tidak jelas... Beberapa minggu saya lagi kena writers block sama art block. Bahkan jadi males buka wattpad dan gak pernah cek notif. Jadi kadang ada komen yang tidak saya balas. Maaf requestnya lama banget di buat dan saat di buatpun hasilnya jauh dari ekspetasi. (づ-̩̩̩-̩̩̩_-̩̩̩-̩̩̩)づ
Maklum, Wibo itu adalah rasa malas saya yang luar biasa. (>_<。)
(Kapan-kapan saya akan buat lanjutin ini, untuk kejadian lebih lengkapnya). ▔□▔)/▔□▔)/▔□▔)/
Sebagai bonus...
(Btw, yang di mulmed itu saya yang buat :''v maap kalo husbu kalian jadi kurang menarik).
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top