Chapter 12

"Eh, gue... masih bisa kabur ga sih?"

"Bisa kayanya. Paling lu nyamar aja jadi pelayan hotel. Atau kabur lewat jendela. Tapi ya gitu. Risikonya kalau lu ketahuan ya dibawa balik lagi ke sini. Ga diizinin keluar lagi. Mungkin venue nikahnya juga bakal pindah ke sini kali," jawab Kylie santai sambil sibuk mengunyah snack sehat dan menawarkannya pada Annie yang sejak tadi sibuk mengikuti Kylie dan mengelus-elus perutnya, "Mau ga, sayang?"

"You're not helping, Kyle..."

"Lu kan nanya, ya gue jawab..."

Jawaban santai Kylie benar-benar membuat Anna jengkel. Sama sekali tidak menenangkannya. Sambil memandang wajahnya di cermin, Anna hanya bisa menyesali tindakannya. Seharusnya bukan Kylie sang ibu hamil yang ia ajak ke Amerika. Masih ada Mia, Vella, dan Velli. Sayang, ketiganya memang tidak bisa ikut akibat undangan yang terlalu mendadak. Hanya sang CEO yang tak diperbudak perusahaan apapun, yang usahanya disponsori suami sendirilah, yang bisa mendampinginya saat ini. Mendampinginya di hari yang seharusnya menjadi hari bahagia Anna.

Ya. Hari ini adalah hari pernikahannya. Hari yang tidak pernah diimpikannya datang sejak pertunangannya kandas 10 tahun lalu. Takdir memang lucu.

Sebulan setelah kesepakatan terjadi, Leon dengan cepat mempersiapkan pernikahan mereka. Anna bahkan hanya perlu menyerahkan beberapa dokumen untuk diurus oleh Jason. Sisanya, dari gaun hingga acara pernikahan, diurus oleh orang Leon.

"Sudah, Na. Ini juga di US. Lu mau kabur gimana? Lu mau kabur dari awal ga usah ikut ke sini. Di US banyakan orang Leon semua. Mana setahu gue dia ada hubungan sama mafia gitu kan. Habis aja deh lu kalau banyak tingkah sebelum sah."

Sudah terlambat bagi Anna untuk menyesali pernikahannya. Meskipun dia bisa keluar dari hotel ini, belum tentu dia bisa melarikan diri dari Amerika. Sekalipun dia bisa keluar dari Amerika, mustahil dia dapat bersembunyi dari seoang Leon Demetrius Wiryadinata yang sudah begitu besar dan dikenal hampir seluruh dunia. Seorang Leon dengan segudang relasi.

"Ehm... Na... Nih... Bokap telepon,"

Anna yang sedang tenggelam dalam lamunannya justru kembali dikagetkan dengan telepon dari sang ayah. Sebenarnya ia tidak ingin mengangkat. Namun jika tidak diangkat, pasti sang ayah curiga. Untuk mengurangi masalah, mau tidak mau Anna harus menjawab panggilan ayahnya ini. Jika tidak, ia tidak dapat membayangkan apa yang dapat dilakukan sang ayah posesif jika merasa kehilangan jejak putrinya.

"H-halo... Morning, Pa..."

"Morning, sayang. Kamu lagi dimana?"

"Sudah di venue wedding Pooja, Papa," balasnya membawa nama salah satu teman kuliahnya ketika di Amerika dulu.

"Na, video call bisa ga? Papa juga mau ucapin selamat sama temanmu itu."

Anna hanya bisa melirik-lirik cemas pada Kylie. Sedangkan sahabatnya itu, hanya sibuk dengan makannya dan hanya mengangkat bahunya tanda sama bingungnya. Di saat ini Anna sungguh mulai menyesali kebohongannya.

"Ci? Ko belum ganti ke video call?"

"Hello beautiful! Come on, it's your turn. Everyone's ready."

Panggilan wedding planner yang memanggil mereka memberikan ide tersendiri bagi Anna. "Pa, udah ya. Tadi Pooja sudah dipanggil suruh masuk. Aku matiin dulu ya. Nanti malam atau besok pagi aku call Papa lagi. Bye, Pa!"

Anna langsung mematikan handphone-nya dan berpesan pada Kylie, "Jangan pernah dibuka. Remember that," katanya tajam dan dibalas anggukan oleh Kylie.

Anna dan Kylie, juga Annie yang sejak tadi mengikuti mereka, berjalan mengikuti arahan wedding planner tersebut. Di depan pintu yang masih tertutup ada Richard yang berdiri, bersiap untuk mendampingi Anna di sana. Pria itu tersenyum menatap kedua wanita di hadapannya.

"Wow, you look stunning, my dear," puji Richard pada penampilan Anna.

"Thank you, Rich,"

"So, shall we?" tanya Richard sambil menyodorkan lengan kirinya.

Tak lama kemudian, pintu pun terbuka dan mereka disambut oleh tamu-tamu yang berdiri. Di bagian paling depan ada Leon yang berdiri memandangnya. Pria itu disana dan sedang memandang dengan penuh takjub dan kekaguman, seakan terpesona dengan sosok yang sedang berjalan ke arahnya.

Anna tidak berharap pernikahan mewah. Ia sudah mengatakan bahwa hanya ingin pernikahan sederhana. Toh menurutnya pernikahan ini tidak akan lama. Namun Leon menolak dengan tegas. Katanya, meski tidak mengundang banyak orang, ia tidak ingin merayakan di tempat yang biasa-biasa saja. Oleh karena itu, dengan bantuan rekan terpercaya serta sanak saudaranya di negara ini, pernikahan 'sederhana' ala Leon pun terwujud.

Begitu sampai di hadapan Leon, Richard pun berbisik kepadanya, "She's my family. If you hurt her, I'll hurt you back, even harder..."

Setelah itu barulah Richard dengan rela memberikan tangan Anna pada Leon. Pria itu lalu duduk di sebelah istrinya yang sudah mengeluarkan sapu tangan seakan siap menangis hebat.

Prosesi pernikahan pun dimulai. Meski mereka melakukannya di hotel, namun prosesi pemberkatan ini benar-benar terasa khitmat. Dalam hatinya, Anna cukup terkejut jika Leon serius sekali untuk pernikahan ini. Pernikahan yang mungkin hanya seumur jagung mengingat ketidaksetiaan pria itu.

Tanpa terasa waktu berjalan sangat cepat. Tanpa bisa Anna cegah, tibalah saatnya pengucapan janji pernikahan. Jujur saja ia belum siap.

Saat Leon mengucapkan sumpahnya, entah mengapa Anna melihat kesungguhan dan ketulusan di mata pria itu. Entah hanya untuk sesaat atau jangka waktu panjang.

"Sekarang giliranmu..." bisik Leon ketika menemukan Anna yang hanya diam terpaku memperhatikan wajahnya.

Anna yang sempat kaget. Namun ia segera menguasai ekspresi wajahya. Jujur ia ingin kabur saat ini juga. Namun ia juga sadar jika itu tidak mungkin untuk sekarang. Oleh karena itu, meski gemetar, Anna tetap mengucapkan sumpah setianya.

"You may kiss the bride."

(Kamu boleh mencium mempelaimu.)

Begitu kalimat itu terucap, dengan lembut, Leon memberikan kecupan pada bibir indah Anna. Kecupan yang lembut dan penuh cinta. Yang tidak akan pernah Anna lupakan.

She doesn't know how long it will last. But, honestly, she's ready for the worse.

***

"Mommy, you sleep here again?"

"Yes, of course, Annie, I sleep here again. Mommy kan mau sleep sama Annie."

Jawaban Anna membuat Annie tersenyum lebar. "I kira I'll sleep with Aunty Kylie, Mommy."

"No, you sleep with me."

Sebenarnya Kylie sudah menawarkan Annie untuk tidur bersamanya. Annie sendiri pun sudah setuju dengan usul tersebut. Namun Anna yang belum siap untuk sekamar dengan Leon tentu saja mencari cara sebisa mungkin agar tidak perlu menjalani 'malam pertama' mereka berdua. Mulai dari alasan Kylie yang sudah hamil besar sehingga Anna tidak mau merepotkan, hingga Annie yang sering terbangun di tengah malam jika tidak ditemani olehnya. Untunglah Kylie tidak bertanya lebih lanjut. Di sisi lain, Leon juga banyak pekerjaan malam ini, sehingga pria itu mengizinkan Anna untuk tidur bersama Annie.

Melepaskan jubah tidurnya sehingga hanya berbalut gaun tipis, Anna pun beranjak ke atas ranjang queen size dan langsung memeluk Annie.

"Mommy, are you tired?" tanya Annie sambil memperhatikan wajah Anna yang tertidu.

"Hmm... Yes honey, mommy tired. Let's sleep, ok? Tomorrow we're gonna have breakfast with the big family. (Besok kita akan makan pagi bersama keluarga besar)" balas Anna mengingatkan.

Anna sudah sangat lelah hari ini. Ia sungguh mengharapkan pernikahan sederhana. Namun ternyata konsep 'sederhana' di kepalanya sangat berbeda dengan yang ada di kepalanya suaminya. Harus ada serangkaian acara yang harus ia ikuti dari siang sampai malam. Hanya tidur yang ia butuhkan saat ini.

"Ehm.... Mommy...."

"Yes, honey?"

"Thank you for really being my mommy. Annie is so happy."

Mendengar kalimat tulus dan pelukan erat yang berasal dari putri tirinya ini membuat hati Anna menghangat. Membuatnya mengingat salah satu alasan mengapa ia memutuskan menerima ajakan dari Leon. Annielah alasannya. Putri kecil yang akan selalu menjadi kesayangan dan prioritasnya.

"Pleasure, honey..." jawab Anna sambil mencium kening Annie. "Thank you for being my little princess."

***

Keesokan paginya merupakan acara makan pagi keluarga yang tidak terlalu dinantikan oleh Anna. Namun mau tidak mau ia harus mengikutinya. Jika ia menolak, maka akan dianggap tidak menghormati keluarga suaminya.

Jujur saja. Anna baru tahu jika Leon memiliki segudang keluarga besar di Amerika. Sejak mereka berkenalan saat SMA dulu, Anna hanya tahu jika Leon tinggal bersama ibunya karena ayahnya sudah meninggal sejak dia masih SD. Tak lama ibunya pun menyusul ayah mereka saat Leon kuliah tingkat 2. Sehingga yang Anna tahu Leon hanya tinggal seorang diri saja.

Saat mengetahui fakta ini, awalnya Anna tidak setuju dengan rencana Leon mengundang keluarga besar. Sudah berulang kali Anna mengatakan jika pernikahan ini cukup dirayakan oleh mereka berdua, saksi, dan Annie saja. Anna bahkan berjanji jika mereka dapat melakukan resepsi besar tahun depan, jika pernikahan ini dapat berjalan dengan baik. Namun sayang, Leon tidak setuju untuk usul Anna yang ini. Dengan alasan keluarganya akan marah besar jika tahu ia menikah diam-diam,dan dapat membahayakan keselamatan Anna dan keluarganya, mau tidak mau Anna pun setuju.

Saat ini mereka sedang berada di ruang VVIP sebuah restoran Chinese Food ternama restoran di hotel tempat mereka menginap. Para keluarga yang menginap kemarin diwajibkan untuk ikut makan pagi bersama. Mulai dari paman dan bibi Leon, sepupu, hingga keponakan-keponakannya.

Jujur saja Anna belum mengenal mereka semua. Ia baru bertemu paman, bibi, serta nenek dari Leon beberapa hari lalu saat dirinya baru tiba di Amerika. Sebagian lainnya baru saja bertemu saat pernikahan mereka kemarin. Tidak banyak waktu yang digunakan untuk sekedar mengobrol karena Anna sibuk dengan persiapan pernikahannya.

Anna yang biasanya menggebu-gebu dan talkative menjadi ciut di tengah-tengah keluarga besar Leon ini. Keluarga besar Wiryadinata yang ternyata adalah keluarga konglomerat terkaya se Asia dan salah satu konglomerat terpandang di Amerika ini benar-benar membuat Anna tidak dapat berkutik. Apalagi dengan bahasa yang mereka lontarkan, yang jujur saja, Anna kurang mengerti mengerti.

Anna nyaris saja tak memiliki backing-an jika Kylie dan Richard tidak bergabung. Meski terlambat, syukurlah kedua orang itu masih ingat untuk mendukung sepupu mereka ini. Karena sudah pasti dia sudah dipandang sebelah mata akibat ketidakhadiran orang tuanya.

"Gila, Na! Gue baru tahu keluarga Leon sebesar ini. Mana bahasa dewa semua. Terakhir gue pelajari kayanya 20 tahun lalu," bisik Kylie yang duduk di sebelah di sebelah kanan Anna.

"Tenang aja. Gue juga jantungan kok waktu pertama kali ketemu mereka," jawab Anna pelan.

Mereka tidak bisa berbicara terlalu kencang karena saat ini sedang duduk satu meja dengan para orang tua yang lebih memilih untuk berbicara bahasa Mandarin dibandingkan bahasa Inggris. Maklum, kata Leon. Nenek serta para paman dan bibi mereka besar di Tiongkok sehingga mereka lebih nyaman menggunakan bahasa tersebut. Sepupu-sepupu Leon yang diharapkan dapat mencairkan suasana justru duduk di meja lain karena dianggap lebih muda dan belum menikah. Untunglah Annie masih diizinkan untuk duduk bersama mereka karena gadis kecil itu belum mengenal betul keluarga sang ayah.

"Kalian tidak akan menunda anak kan?" tanya nenek dari Leon dalam bahasa Mandarin.

Anna yang tidak mengerti bahasanya hanya kebingungan saat sang nenek memandangnya dan Leon bergantian. Sementara Leon justru terbatuk-batuk mendengar pertanyaan dari sang nenek. Anna pun membantu menepuk-nepuk pelan punggung Leon sambil memberinya minum.

"Tadi Ahma bilang apa?" bisiknya pada Leon.

Leon yang tidak mau memberikan jawaban sesungguhnya hanya menjawab, "Ahma cuma nanya kamu suka ga sama makanannya?"

"Tapi mukanya serius gitu loh?" balas Anna lagi.

"Memang Ahma selalu serius kok. Kalau sering ketemu nanti pasti terbiasa."

"Kami mengusahakan yang terbaik, Ahma," balas Leon dalam bahasa Mandarin, yang dibalas senyuman lebar dari sang nenek.

"Bagus bagus... Nanti Ahma berdoa untuk kalian supaya cepat punya anak ya."

"Terima kasih, Ahma,"

Anna yang bingung dengan percakapan mereka kembali bertanya pada Leon. "Kalian bicara apa lagi?"

"Aku cuma bilang kalau kamu suka makanannya. Jadi dia senang. Dia suruh kamu habiskan makanannya. Kamu lihat kan tadi dia senyum?"

Anna yang juga ikut tersenyum memperhatikan sang nenek sambil menganggukan kepala. "Mau bilang terima kasih ke Ahma bahasa mandarinnya apa?"

"Xie-xie Ahma," bisik Leon menjawab pertanyaan Anna.

Anna mengulangi kalimat Leon pada sang nenek. "Xie-xie Ahma," yang dibalas dengan anggukan kepala sang nenek sambil tersenyum.

Syukurlah makan pagi keluarga besar ini berakhir dengan baik. Tidak ada sindiran atau perdebatan seperti yang Anna cemaskan. Setidaknya ia dapat memberikan image yang baik di hadapan keluarga suaminya.

Ya. Suaminya. Anna masih tidak menyangka jika pria yang 10 tahun lalu menghancurkan pertunangannya telah menjadi suaminya. Ia bahkan sempat berencana untuk tidak menikah. Namun ternyata Tuhan berkata lain.

"Mommy, where are we going?" tanya Annie yang sejak tadi digandengnya.

"Go back to our room, and then..."

Anna baru saja akan melanjutkan penjelasannya tentang rencana jalan-jalan mereka seharian jika saja tidak diinterupsi oleh dering handphone-nya sendiri. Saat memeriksa siapa peneleponnya, Anna menemukan nama sahabatnya Tavella. Awalnya ia tidak mau mengangkat. Namun ternyata handphone-nya justru kembali berdering.

"Halo, Vel, ada apa? Ngomong-ngomong sorry gue belum sempat balas ucapan selamat kalian di grup masih sibuk banget. Ini aja..."

"Na, Lu harus cek berita. Your wedding news is everywhere..."

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top