BAB 31
Kemarin setelah pulang sekolah aku menemui tersangka penculikanku di lapas. Saat dipaksa untuk mengaku siapa seseorang yang diteleponnya, Fardan mengaku kalau orang itu adalah Ihsan, begitu seterusnya mereka bersikukuh kalau mereka melakukannya cuma berdua. Sedangkan dugaanku pelaku ada tiga atau empat orang, bisa jadi lebih.
Setelah menjenguk papanya Sandra yang sudah sadar dan bisa diajak berkomunikasi, aku dan Sandra menjenguk Nino dan Joe. Oh ya, Joe sudah dinyatakan tidak memiliki masalah berat pada lukanya, kami lega dan senang luar biasa.
Saat kami datang ke kamar rawat Nino, cowok itu malah mengomel panjang lebar kenapa tidak ada yang menjenguknya. Setelah Sandra menjelaskan alasannya, cowok itu segera muram dan meminta maaf.
Hari ini Sandra sudah masuk sekolah seperti biasa, sementara Nino dan Joe masih harus di rumah sakit, luka jahitannya masih basah dalam pengawasan dokter. Seperti tidak terjadi apa pun Sandra kembali ceria, atau hanya menutupi rasa kesedihannya, ck.
Aku sudah menceritakan kejadian pertengkaranku dengan Rama karena Inspektur Toro membongkar rahasia mengenai status dirinya sang anak tunggal Pak Gilang, dia cuma tertawa kecil.
"Yaaa, serapat-rapatnya menyimpan bangkai akan ketahuan juga." Sandra mendecak. "Tapi, gue nggak mau nyimpen bangkai sih."
"Terus lo nggak apa-apa berita itu tersebar?"
"Cuma harus lebih ekstra hati-hati sekarang, banyak kasus penculikan."
"Ya, apalagi lo aset keluarga."
Sandra berhenti berjalan dan menyenggol lenganku. "Ssst, apaan tuh, Tha? Itu stan voting Mr & Miss, kan? Sejak kapan acara itu resmi dilanjutin lagi? Siapa yang mengizinkan?"
Sandra menarikku mendekati sebuah meja yang terdapat dua kotak, Mr & Miss. Stan itu dijaga oleh Reksa dan Rama, Ow Ow, awkward. Mata Rama melebar saat melihat Sandra menarik paksa diriku menuju dirinya
"Apaan ini?" bentak Sandra galak. "Emang acara ini masih mau dilanjutin setelah apa yang sudah terjadi di acara bazar kemarin?"
Ron melirik Rama takut sekaligus heran. Suara Sandra dan ekspresinya kalau marah itu memang membuat siapa pun jadi takut termasuk cowok, Ron menunggu respons Rama sekaligus merasa bingung, kenapa cewek ini suka protes terus sih? Tidak tanggung lagi langsung melabrak Rama cs. Sepertinya Rama belum menceritakan apa pun kepada geng OSIS-nya kalau Sandra adalah anak Pak Gilang.
"Sori Dik," jawab Reksa tergagap. "Tapi banyak anak murid yang ingin acara ini dilanjutkan."
Kami berdua melirik Rama yang tak bergeming sedikitpun, kemudian dia menoleh.
"Bu Martha juga setuju acara dilanjutkan, kalau Bu Martha bilang setuju udah diizinkan oleh Pak Gilang juga toh?"
Tidak hanya aku yang mangkel menahan kekesalan, Sandra juga kesal, bibirnya yang seksi menggerucut imut. Aku menyipitkan mata dan dibalas sorot mata yang sendu dari Rama, secepatnya kualihkan pandangan ke pot bunga yang tergantung di koridor.
"Oh, apa tujuannya acara ini harus dilanjutkan? Nggak ada rasa empati sama sekali, kami baru saja mengalami kejadian yang buruk, setelah itu mau bersenang-senang?" omel Sandra sambil memutar kedua bola matanya.
Sandra tidak pernah mau kalah jika berdebat dengan Rama, situasi yang sangat tidak enak, pertama kalinya saat kejadian itu aku kejepit banget dan cuma jadi penonton. Kalau berdebat sama Joe, dia sangat menggemaskan. Aku menyukai momen itu. Begitu momen berdebat sama Rama, aku lebih memilih ingin berubah wujud jadi kardus saja. Tidak bisa lari, tidak bisa juga melerainya.
"Yaaa, kamu selalu menyerang kami tanpa tau seluk-beluknya dulu. Jadi, sebelum kamu menyerang kami, lebih baik tanya saja sama Bu Martha. Kalau mau protes ke Bu Martha atau Pak Gilang saja sana!" sahut Rama bengis.
Reksa, Ron dan aku melempar pandangan cemas, sama paniknya. Sandra membalas tatapan bengis Rama sama persis. Mereka berdua saling bertatapan dengan muka murka.
Aku memegang lengan Sandra. "Udah, San. Mungkin Kak Rama benar, tanya langsung sama Bu Martha saja yuk!"
"Ada yang lagi berantem nih? Suaranya kencang banget terdengar sampai sana loh!" Sejak kapan ada Hani Mentari di sini? Dia adalah kakak Hana Mentari, dia adalah jelmaan Hana versi gaul. Dia berdiri di dekat Rama mengamatinya lalu dia gantian memandangi aku dan Sandra.
Aku menarik napas menghirup sebanyak-banyaknya oksigen, mungkin saja setelah ini ada kejadian pertengkaran yang lebih heboh lagi yang dilakukan oleh perwakilan masing-masing kelas ini sehingga aku lupa bernapas. Aku mengangkat wajahku dan bertemu pandang dengan Hani, dia menyipitkan mata saat ditatap seperti itu olehku. Aku tersentak kaget. Dia sudah mengalihkan pandangan ke arah Sandra kemudian Rama.
"Acara Mr & Miss akan dilanjutkan? Gue juga penasaran sama juaranya," ucap Hani dengan suara ceria tanpa merasa terganggu oleh raut muka Sandra yang murka.
"Kenapa penasaran? Penasaran sama juaranya atau yang lain?" sahut Sandra ketus.
Apaan tuh maksudnya yang lain?
"Penasaran sama yang lain apa, Sandra?" tanyanya sambil memasang wajah polos.
"Kejadian berdarah di sekolah ini."
"Oooo..." Hani mengangguk-angguk kecil kemudian melanjutkan kalimatnya. "Kejadian berdarah itu selalu terjadi selama ada kamu di sekolah ini kan? Kamu lupa siapa yang disebut pembawa kutukan, kamu loh!" Suara Hani yang nyaring terdengar hingga ke koridor, beberapa anak murid berhenti sejenak melihat pertunjukan gratis.
Mendengar ucapan Hani membuat Sandra maju selangkah, mendongakkan kepala ke Hani menahan amarah.
Aku kira Sandra akan menampar, menjambak atau menonjok Hani, dia cuma melempar senyuman sinis sambil menggumam pelam, "Bukannya terbalik?"
"M-maksudmu??" Hani tergagap.
"Selama ada aku di sini aku akan berusaha keras melindungi sekolah ini."
Sandra menutupnya, kemudian menggandeng tanganku keluar dari lingkaran setan ini. Sebelum kami benar-benar pergi, dia menoleh ke belakang, masih ada Ron, Rama, Hani dan Reksa, mereka tidak bereaksi apa pun.
"Benar juga kalau aku datang bisa jadi ada kejadian yang lebih mengerikan terjadi!" kata Sandra sinis. "Tha, lo nggak usah dateng juga."
"Nggak bisa!" tukas Rama secepat kilat. "Nantha harus wajib dateng, dia bagian dari panitia."
Aku mendecak kesal, aku disuruh ikut ke acara anak gaul kayak gitu?
"Oh, tenang aja Tha, nggak ada gue nggak bakal ada kejadian buruk kok." Senyum Sandra.
"Lo ngomong apa sih? Gue nggak pernah percaya sama--" kilahku tidak menyukai ucapan konyol Sandra.
"BENER! Makanya jangan percaya mitos. Nggak bakalan terjadi apa-apa saat acara puncak nanti!" seru Rama. "Itu semua hanya kejadian nggak sengaja dan dipanasin oleh gosip miring aja!"
"Iya benar, kamu nggak usah dateng saja. Tapi buat yang nggak dateng, nggak bakal bisa menikmati acara seperti ini lagi loh. Ini kan acara terakhir ulang tahun sekolah ini!" seru Hani disusul suara ketawanya yang menyebalkan dan nyinyir. Gadis salon ini ternyata menyebalkan banget, mulutnya seperti ember bocor banget. Dan tidak merasa sudah menyinggung perasaan orang lain.
"Sekolah nggak akan ditutup sampai kapan pun," tandas Sandra.
**
Semenjak acara Mr & Miss resmi diadakan kembali aku dituntut sibuk mengurusi ini itu. Sepulang sekolah OSIS membersihkan ruang auditorium yang akan dijadikan tempat acara, mendekor ruangan auditorium, dll. Penghitungan hasil voting dilakukan Rama, Reksa dan disaksikan oleh Pak Wirya, biar gimanapun menjadikan guru sebagai saksi adalah pilihan tepat.
Aku sebenarnya tidak mau datang tapi tidak ada alasan untuk menghindar, Sandra tidak dateng karena masih kesal atas ucapan Hani. Nino dan Joe meski sudah dinyatakan bisa pulang tidak boleh beraktifitas berat dulu.
Apa yang harus aku pakai untuk besok malam? Selain acara pengumuman Mr & Miss, sisa waktu yang tersisa bisa dipergunakan untuk pesta dansa, dan dress code untuk acara itu adalah sebuah dress, dan topeng.
Jadi ini akan menjadi acara pesta topeng? Konyol saja. Kita tidak akan tahu siapa yang datang dan pergi mencurigakan, bisa saja ada penyelundup masuk ke acara dan membuat kericuhan lagi. Sekali lagi aku tegaskan, acara ini sangat konyol dan gila. Dress dan Topeng? Acara bazar mungkin lebih bagus.
Sesampainya di rumah, aku membuka lemari pakaian, kupandangi secara teliti barangkali terselip sebuah dress di sana, tapi ternyata tidak ada. Lemari pakaianku berisi kebanyakan kemeja, jaket, kaus, sweeter, kardigan, dan hoodie.
Aku duduk di depan lemari, sandaran pada kaki tempat tidur. Saat aku ingin merenggangkan otot tangan mataku terpaku pada bayangan sebuah kardus cokelat yang berada di kolong tempat tidurku. Aku menarik kardus itu dengan kedua tangan. Dulu saat baru pindah aku menaruh kardus yang berisi pernak-pernik kesukaan Vanka di sini. Sudah lama aku tidak membukanya lagi.
Lama tidak dibuka membuat debu-debu menempel di sekitar kardus, aku membukanya, saat membuka kardus tersebut rasanya seperti kembali ke masa lalu saat Vanka masih hidup. Sebuah figura berisi foto kami berempat, buku cerita Snow White, boneka beruang kembar yang memegang satu hati, buku tahunan SMP, secarik foto yang menampilkan foto Vanka, Dita dan Bella saling merangkul dengan ekspresi ceria. Oh ya, aku belum mencari tahu keberadaan mereka sekarang lewat social media. Aku membalikkan foto tersebut, di baliknya ada kalimat yang tertulis dengan pulpen.
Email kami.
Ada alamat email Dita dan Bella juga? Apa masih aktif?
Sebuah buku diary pink dengan hiasan keemasan mengkilat juga ada, karena buku diary itu tergembok aku menepikannya tanpa minat. Di posisi paling bawah secara mengejutkan ada sebuah kain berwarna merah marun saat aku ambil ternyata itu sebuah dres. Apa aku boleh memakainya kali ini saja? Akan kucuci dahulu dres ini agar besok bisa dipakai, aku merapikan barang-barang tersebut ke kardus lagi.
**
"Hallo, Nantha! Lagi sibuk siap-siap buat ke acara?" Suara renyah Nino terdengar riang di seberang telepon sana.
Aku sangat merindukan suara ini setelah beberapa hari tidak bertemu, karena kami masih saling berhubungan via chat di LINE.
Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, aku sudah siap memakai dress merah milik Vanka, menguncir rambut, selain aku tidak suka pakai make-up aku juga tidak memiliki seperangkatnya, jadi wajahku cuma diberi bedak tabur. Biarin deh, ini kan pesta topeng, yang dilihat cuma topengnya saja.
"Halo, No. Ah, udah siap kok, lagi menunggu taksi. Ada apa?" jawabku.
"Ada apa? Yaaa, kangenlah. Kamu nggak kangen sama aku?" ujarnya kecewa.
Aku berusaha menahan senyum. "Ya, kangen sih. Luka kamu bagaimana?"
"Ah, akhirnya kamu perhatian juga. Lukaku ya masih dalam proses pengeringan, bosen deh di rumah terus. Kamu beneran yakin ikut, Tha? Aku khawatir. Sandra aja memutuskan untuk nggak dateng."
"Cepat sembuh ya!" Meski terdengar ketus tapi aku tulus kok. Nino juga tahu kalau aku tulus mengatakannya, di seberang dia sudah tergelak geli. "Aku anggota OSIS, No. Aku nggak bisa semaunya dong."
"Meski aku nggak rela kamu pergi, yaaa aku mencoba percaya sama kamu saja deh."
"Harus. Kamu percaya sama aku?"
"Percaya. Kamu percaya sama aku?" tanya Nino balik.
Sebelum aku menjawab terdengar suara dari mama di ruang tamu.
"Thaaaaa, taksi sudah datang nih."
"Iya-iyaaaa!" Aku membisikkan sesuatu sebelum telepon terputus. "Nino, aku jalan dulu ya!"
"Eh, kamu belum jawab?" Nino masih menagih dengan nada bingung.
"Nanti aja ya, No!!!"
**
Aku memandang sekeliling ruang auditorium yang remang-remang, karena pencahayaan cuma dibantu oleh warna-warni lampu sorot hasil dekoran kami. Aku mengamati ruangan dari balik sebuah topeng berwarna merah yang aku dapat di depan tadi, pemberian Reksa. Mau jadi apa aku di sini?
Anggota OSIS pada ke mana sih? Maksudku Hana dan Bintang. Karena saat ini cuma mereka yang bisa kuandalkan, aku masih tidak enak sama Rama, Shilla, Yunda dan Chacha setelah kesalahpahaman itu. Di sana sini murid lainnya yang sudah berubah wujud cantik-keren, dan misterius. Masing-masing terlihat sudah asyik bercanda dan ngobrol. Aku melirik sebuah sofa set di salah satu sudut ruangan, aku bisa duduk di sana.
Aku berjalan ke arah sofa set, karena keadaan yang tidak bagus pencahayaannya aku hampir menabrak sosok tubuh, untung aku bisa menahan langkahku. Sosok pemilik tubuh itu melirikku dengan sorot matanya yang tajam di balik topeng berwarna ungu dengan hiasan bulu-bulu berwarna, hingga aku mundur selangkah membiarkannya melewatiku. Semerbak harum wangi tubuh orang itu memenuhi rongga penciumanku, aku menyernyitkan dahi saat mengenali wangi khas ini, aku pernah mencium wangi ini sebelumnya. Wangi karamel. Akan kuhapal sosok tadi, memakai topeng ungu berbulu dan dress berwarna serupa. Tapi, siapa dia?
"Kamu Nantha, kan?" Suara dingin dan serak terdengar dari arah sebelah kananku.
Saat aku menoleh ke asal suara tadi, dia tengah menatap ke arah yang tadi sedang aku pandangi, tempat di mana cewek karamel tadi menghilang.
"Kak Rama?" gumamku. Aku melihat bayangan dia menganggukan kepala.
Kak Rama memakai kemeja putih dan jas hitam yang tak terkancing, sengaja tidak dikancingkan kayaknya. Aku menggigit bagian dalam bibirku, apa aku segera pergi saja lagian Kak Rama tidak berkepentingan denganku kan?
Tangan Kak Rama menyentuh pundakku, aku menundukkan kepala dalam-dalam, jari jempolnya yang besar mengelus pipiku lembut. Aku tersentak kaget dan mundur menghindar dari Rama.
"Kenapa?" tanyanya. "Nggak ada Nino."
"Bukan. Kakak udah mencari tahu gadis B? Aku udah bilang fokus sama dia saja, saat ini dia pasti sedang mengamati kakak. Urusin saja gadis B," kataku cemas, aku tahu kalimat barusan cuma alasan-alasan yang kubuat.
"Aku sudah mencoba mencari tahu, bahkan udah membujuknya agar menemuiku di acara ini. Tapi dia menolak. Dia takut. Kami sudah saling bertukar nomer padahal."
Hah, bertukar nomer? Apa Yunda memiliki nomer lain?
"Aku akan memberi tahu." Lebih baik aku kasih tahu saja langsung yah agar semuanya selesai saat ini juga. Kesalahpahaman itu berakhir. Dan, Rama menjadi tahu kalau Yunda adalah secret admirer-nya sejak lama, mereka bisa dekat, saling menyatakan perasaan dan pacaran. Aku akan hidup tenang kembali.
Yah, betul tapi tidak semudah itu aku mengatakannya karena baru saja ada empat orang yang lewat, pemilik rambut berombak cokelat itu pasti Shilla, cowok kurus putih di sisinya adalah Ron. Aku tidak dapat mengenali sosok cowok bertubuh tinggi dan tegap satunya. Namun, sosok cewek berambut panjang itu pasti Yunda.
Setelah mereka pergi aku menoleh ke arah Rama. "Gadis B itu, berambut panjang, memakai dress berwarna biru dan topeng hijau."
"Kamu udah tahu?" seru Rama
"Dari awal aku sudah tahu, kan? Tapi aku nggak mau memberi tahu, bukan kepentinganku. Tapi kali ini aku ingin sekali saja membuatnya merasa bahagia. Aku mohon jangan sia-siakan dia." Aku pergi meninggalkan Rama menerobos kerumunan orang, saat ingin berhasil mencapai pintu auditorium tanganku ditahan sangat kuat.
"Nantha, lo Nantha kan?" Ah, suara Bintang. Di sebelahnya ada cewek berambut sebahu lurus dan lembut, sudah pasti dia adalah Hana.
"Hai!!" Aku menyapa mereka.
"Mau ke mana, Tha?" tanya Hana.
Aku menyunggingkan senyum tipis menutupi sisa-sisa rasa keterkejutanku akibat membocorkan identitas Yunda pada Rama.
"Mau ke luar. Di sini mulai pengap."
"Jangan! Kamu jangan ke mana-mana sendirian, kamu harus barengan sama kami," ujar Hana dengan suara cemas.
Ahhh, ya, aku hampir lupa acara ini kan pernah memakan korban sebelumnya. Pasti tahun ini siapa pun yang hadir merasa was-was jika terjadi sesuatu.
"Tapi nggak enak nanti aku mengganggu kamu," kilahku membuat Hana dan Bintang saling bertatapan.
"Lo teman gue, Tha. Kalau terjadi sesuatu sama lo gue yang bakalan menyesal, pokoknya biasa aja sama kami sih," kata Bintang diangguki oleh Hana.
"Betul. Nggak usah mikirin karena kita pacaran, kamu jadi nggak enak. Kita kan berteman."
"Ah, ya deh." Anggukku pasrah.
Lagi-lagi, untung masih ada sepasang kekasih yang memiliki kepribadian berbanding terbalik ini. Bintang adalah cowok kasar terbaik yang pernah aku temui. Keinginannya untuk melindungi orang lain terutama cewek patut diacungi jempol.
"Jadi sekarang kita mau ke mana? Wah berasa keren banget ada dua cewek," kata Bintang tertawa menggoda. Hana sama sekali tidak marah atau cemburu, dia tersenyum tipis, aku menjadi ikutan tersenyum.
"Mau ke depan stage? Sebentar lagi pengumuman pemenang Mr & Miss," jawab Hana.
"Yuk."
"Oke, Nona."
**
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top