BAB 28

"Hai!" Sosok cowok putih beralis tebal melambaikan tangan di antara meja-meja Cafe Hann.

Aku menyipitkan mata setelah menyadari sosok itu benar-benar Ray, aku menghampirinya.

Tadi malam aku mengirim SMS ke Ray menanyakan perihal ketidakhadirannya di pintu gerbang sekolahku, dan kenapa dia baru meneleponku sore harinya. Dia tidak bisa pergi ke sekolahku karena dipaksa ikut keluarganya pergi arisan keluarga. Saat sore harinya dia baru memiliki kesempatan menghubungiku.

Dia juga cerita dipaksa pergi arisan agar orang tuanya tidak malu pergi tanpa didampingi anaknya, apalagi anaknya super cakep. Jadi siang di hari Minggu yang seharusnya aku pakai untuk istirahat aku kelayaban di sebuah cafe di bilangan Tebet, karena nanti sore aku ingin menjenguk Nino-Joe di rumah sakit jadi seperti anak baru gaul pergi ke Cafe di hari minggu pukul 11 siang.

Aku duduk di kursi depan Ray. Dia tersenyum lebar memamerkan giginya yang super rapi dan bersih, wangi dari tubuh Ray pun membuat aku semakin deg-degan.

"Maaf baru datang, kamu rajin banget deh datang lebih awal dari yang seharusnya," kataku.

Ray tertawa kecil sambil mengelus dagunya dan sandaran di kursi. "Kamu juga tepat waktu," sahutnya. "Mau pesan apa?"

"Teh manis hangat dulu deh."

"Teh hangat? Aku sukanya es teh manis, aku udah pesenin 2 es teh manis. Gimana kalau kamu minum es teh manis aja biar kita samaan?" Tawar Ray tanpa meminta persetujuanku dia sudah memesankan dua gelas es teh manis.

Aku mengernyitkan dahi, ah yasudahlah, mungkin biar tidak merepotkan sang pelayan. Lagian es teh manis juga enak.

"Kemarin kenapa nyuruh aku menunggu di gerbang sekolah kamu?" Ray memandang wajahku penuh selidik.

"Ada acara. Bazar sekolah."

"Oh ya? Gimana acaranya? Sayang banget aku nggak bisa ikut, yaaa seperti yang udah aku ceritakan. Bonyok maksa aku ikutan ke acara keluarga, beliau kurang pede kalau aku nggak ikut."

"Yah, seperti acara bazar pada umumnya." Emang ada bazar yang berakhir kebakaran? "Kamu spesial banget dong, pasti mereka senang ada kamu yang bisa dibanggakan."

Ray menyunggingkan senyum dengan mengangkat sudut bibir kanannya. "Pasti dong. Aku anak tunggal sih jadi dekat banget sama keluarga."

Dekat sama keluarga, sangat berbeda jauh denganku. Kini aku cuma memiliki mama yang workaholic dan dingin.

Aku mendongakkan kepala, tepat mataku bertatapan dengan mata Ray, dia memandangku dengan sorot yang mampu membuat aku lumer seketika. Ray mengangkat tangannya dan mengelus puncak kepalaku lembut.

"Kamu beneran sangat mirip dengannya."

Eh? Barusan dia menyinggung tentang Vanka, kan?

"Vanka?"

Ray mengangguk kecil. Tangan kanan Ray pindah ke meja dan menggenggam tanganku yang terkepal di atas meja. Rasanya seperti mimpi beberapa bulan yang lalu cowok ini tidak menganggapku ada, dan aku tetap menyukainya. Namun, kini dia menggenggam tanganku dengan sorot mata penuh cinta.

Eh, apaan sih? Tidak mungkin Ray melakukannya padaku.

Ponselku yang tergeletak di meja kelap-kelip menyala, di sana muncul nama Sandra memanggil. Aku menarik tangan dari genggaman Ray mengangkat telepon dari Sandra, Ray menyipitkan mata sambil mendecak sebal. Hah? Dia mendecak sebal karena merasa terganggu? Aduh, aku langsung deg-degan.

"Hallo?"

"Nantha, lo di mana?" Sandra terisak di seberang sana membuat jantungku rasanya berhenti berdetak, jangan bilang....

"Tha, bokap gue ditembak sama orang nggak dikenal di depan rumah, udah dibawa ke rumah sakit Persada sama pekerja rumah tangga di rumah gue," tutur Sandra seraya menangis kejar.

Aku terperanjat hingga tidak sadar berdiri dari kursi. "Sandra!! Lo serius? Terus keadaan beliau gimana sekarang?"

"Kami udah di rumah sakit Persada. Lo bisa ke sini? Gue akan cerita selengkapnya di rumah sakit." Sandra masih menangis tersedu-sedu.

"Oke, gue akan pergi ke sana!" seruku cepat. Ray mendongakkan kepala saat aku mengatakan kalimat tadi, ekspresinya seperti kecewa dan sedih.

"Maaf, Ray. Aku harus pergi sekarang, Maaf!!" Aku menyambar tas selempang.

Belum sempat melangkahkan kaki, Ray sudah berdiri dan menahan tanganku. "Kamu lebih memilih teman kamu daripada aku?" tanyanya dengan kecewa.

Aku menggeleng lemah, aku masih ingin bersama Ray karena inilah khayalanku sejak dulu, sejak aku menaruh hati padanya. Tapi keadaan Sandra sangat membuat aku khawatir.

"Temanku sedang membutuhkanku, orang tuanya baru mengalami insiden tertembak. Maaf, Ray."

Ray mendengus geli, aku menyernyitkan dahi akan reaksinya barusan. Ekspresi macam apa itu, tidak seharusnya dia meremehkan seseorang yang sedang sakit. Cengkraman Ray di pergelangan tanganku semakin kuat hingga kurasakan kuku-kukunya akan menyobek kulit tanganku, aku meringis kesakitan.

"Ray," erangku berusaha menarik tangan dengan ketakutan tidak nyaman. Aku juga buru-buru banget ingin cepat pergi menemui Sandra.

"Baru tertembak!" gumamnya santai, tapi itu terdengar sangat jahat bagiku. "Dia pasti orang yang menyebalkan makanya harus dibunuh."

Ya Tuhan, apa yang barusan dia katakan? Aku menyentakkan tangan Ray cukup keras, berkat cengkraman kuatnya sekarang tanganku merah dengan beberapa garis terasa perih karena tercakar kukunya tadi. Aku mengelus-elus pergelangan tanganku, memandang Ray yang menyipitkan mata tajamnya.

"Aku nggak kenal sisi kamu yang seperti ini, permisi!!!!" Aku melengos meninggalkan Ray, menghindari tatapan mata para pengunjung Cafe yang tertarik ada keributan di salah satu meja. Acara date pertama kami yang seharusnya indah sesuai khayalanku berubah menjadi buruk karena Ray sangat tidak menghargai diriku. Apa dia juga seperti itu terhadap Vanka??

**

Saat aku tiba di depan ruang operasi rumah sakit Persada sudah ada Sandra bersama beberapa pekerja rumah tangga, Pak Diman supir pribadi keluarga mereka yang biasanya mengantar Pak Gilang, ada mbok Arum, dan Mbak Jejen. Mereka menanti dengan cemas, Sandra memelukku sambil menangis, kadang aku iri padanya yang mampu bebas menangis, tertawa, mengekpresikan perasaan sesuka hati.

Aku iri karena tidak memiliki kemampuan tersebut, yang aku rasakan saat papa dan Vanka meninggal kekosongan di hati. Rasanya seperti kehilangan. Namun, aku tidak bisa menjerit histeris menangis, untuk sekedar berbicara saja sulit.

"San?" Aku memeluk tubuhnya erat sambil berusaha menenangkan tangisannya yang deras.

"Masih proses operasi pengangkatan proyektil di bahu sebelah kanan, gue ... takut banget."

"Tenang, San. Kita berdoa. Menyerahkan semuanya kepada Tuhan."

"Gue takut bakalan kehilangan Papa juga." Sandra semakin menangis histeris.

Aku membawa Sandra duduk di kursi tunggu. "Di dalam semua lagi berjuang, San. Gimana kronologis kejadiannya?"

"Setelah pulang dari menjenguk Joe, beliau nggak pulang ke rumah, katanya dia menerima panggilan polisi untuk dimintai keterangan kejadian kebakaran dan pengeroyokan preman. Tadi pagi beliau baru pulang, saat baru turun dari mobil, ternyata ada yang udah mengincarnya."

Kenapa Pak Gilang ikutan diincar? Semuanya sangat aneh. Dari awal aku tahunya kalau sekolah itu menerima kutukan dari arwah penasaran yang meninggal saat peresmian sekolah ini. Banyak saksi yang mengatakan arwah itu suka keluyuran di lantai atas setelah sekolah usai, kalau sedang keluyuran saat sekolah ramai biasanya ada kejadian buruk yang terjadi seakan dia mencari korban untuk dijadikan teman.

Ada juga berita yang tersebar kalau saat Masa Orientasi Siswa ada kejadian aneh itu tandanya ada anak murid baru yang tidak disukai oleh sang legenda -Madam Dania Harry-. Tapi, setelah aku pindah kesini menjalani hari-hari sekolah di sini, dan mendengar cerita dari Chacha tentang penyelidikan OSIS terhadap 3 kejadian misterius saat MOS itu cuma kebetulan dan memiliki alasan yang logis, terjatuh karena didorong keras, lompat dari lantai karena menderita Schizo dan bunuh diri setelah diputusin cowok.

Kalau tahu latar belakangnya mungkin kejadian-kejadian itu seperti kejadian berdarah misterius yang bisa saja disebabkan oleh arwah penasaran itu. Dan rentetan kejadian yang terjadi lainnya mulai dari teror OSIS yang dilakukan oleh Kevin karena kesal dan dendam, pengeroyokan beberapa anak cowok Indonusa menyelamatkan Reksa, keracunan saat kemah, kebakaran di acara bazar kemarin, sekolah kami dikepung oleh massa warga sekitar yang mengamuk. Seperti yang pernah Joe katakan, ini adalah perbuatan manusia yang tidak menyukai sekolah kami.

"Lo kenapa?" tanya Sandra sembari mengamati wajahku.

"Aneh. Apa Papa lo memiliki musuh?"

Sandra nampak berpikir, lalu menggeleng, "Papa gue kan orangnya supel, berjiwa sosial, baik, dan royal. Orang yang menyenangkan."

"Selain menjadi pemilik sekolah, beliau memiliki pekerjaan apa lagi?" Aku memelankan suara merasa tak enak terlalu kepo.

Kurasakan Sandra merasa enggan untuk mengatakannya karena dia tidak langsung menjawab dengan cepat, dia masih mengatupkan mulutnya rapat-rapat.

Oke, tidak dijawab juga tak apa. "Kalo begitu bisa jadi masalah persaingan bisnis usaha? Pekerjaan? Lupain aja, nggak penting kok."

"Papa pengusaha furniture sama kitchen set."

Wow, pengusaha. Wajar saja Sandra mampu sekolah beberapa tahun di California, rasanya mengandalkan pendapatan dari sekolah kami tidak memungkinkan. Apalagi sejak gosip itu beredar penerimaan murid baru di SMA Indonusa menurun.

Obrolan kami terhenti saat pintu ruangan operasi terbuka dari sana keluar beberapa dokter bedah, satu diantaranya mendekati Pak Diman

"Sudah berhasil kami ambil proyektilnya. Namun, pasien belum siuman karena kami sedikit melebihi dosis obat bius."

"Terima kasih, Pak dokter!" seru Pak Diman.

Sandra merangkul bahuku sambil tersenyum lebar, dia pasti sangat lega. Aku berharap semuanya akan kembali seperi biasanya. Semoga.

**

Kulangkahkan kaki dengan gontai memasuki rumah, setelah menemani Sandra sampai larut sore di rumah sakit, aku capek, mengantuk luar biasa. Setelah ini aku akan tidur lebih cepat dan saat bangun esok pagi kondisiku sudah kembali segar bugar dan fit. Mama tidak ada di mana pun, ke mana yah? Pintu rumah tidak terkunci pula.

Di kamar kucolokkan charger ponsel ke stop kontak listrik karena baterainya habis total sampai mati, setelah baterai mulai terisi aku menyalakan tombol power ponsel. Notifikasi chatting dari group OSIS di LINE langsung berdatangan. Ron berhasil mengumpulkan kami masuk ke group OSIS. Tentu saja Rama ogah membuat group yang sangat mengganggu karena gaduh, apalagi kalau malam Jumat, ada saja yang iseng mengirim foto hantu.

Sebuah notifikasi chat dari nama NINO MULIA muncul juga. Astaga. Seharian ini aku tidak sempat menghubunginya. Aku terlalu fokus pada Sandra. Bahkan aku dan Sandra belum mengetahui kabar terbaru Joe.

Nino Mulia:

Test....

Pagi,,,,

Nantha bangun!!!

Masih tidur?

Kamu nggak ada rencana mau ke sini?

Di sini aku sendirian nih

Sandra juga kemana sih?

Tha....

Ah, ya sudah lah aku akan di sini sendirian

Diread doang nggak apa-apa kok

Aku tersenyum kecil. Setelah membaca semua chat dari Nino sebuah chat yang terbaru masih segar masuk dengan kecepatan ekstra.

Nino Mulia:

Bagus banget baru pada dibaca!!!

Jangan cuma dibaca!

Bales semuanya buruan

Nggak ke sini??

Dari kalimat yang diketik sepertinya dia tidak tahu kejadian penembakan yang dialami pak Gilang, kalau Nino tahu mana mungkin dia menyemprotku seperti ini.

Sebuah kalimat yang muncul di notifbar ku sentuh duluan meninggalkan chat room Nino.

Rama: Sudah pada tahu kalau pak Gilang ditembak orang tak dikenal di rumahnya?

Chacha: Hah? Sumpeh?

Shilla: Gue juga baca di portal berita info.com gimana nih OSIS?

Reksa: Gue baru banget buka. Beneran nih?

Ronzy: Coba aja search di internet, udah banyak artikelnya

Yunda: Gue langsung otw searching nih

Bintang: Nah, baru berguna juga nih group share info

Hana: Gue kira bohongan kak

Rama: Ya ampun beneran ini beritanya. Siapa yang menembak ya?

Ronzy: Gatau tuh. Nggak cukup apa sekolah kita di acak-acak

Rama: Hmmmh. Eh, si Nino Mulia ke mana namanya hilang?

Shilla: Left kali takut spam foto setan ritual malem Jumat kalian

Rama: Lo sih pada spam foto yang nggak bermanfaat

Reksa: Lo takut Ram?

Ronzy: Duh bergosip aja zzzz

Yunda: Abis searching beneran ada beritanya

Ronzy: Kasihan ye keluarganya jauh di luar negeri

Rama: Nggak ya, cih. Eh ya anaknya kan sekolah di Amerika

Me: Hey ._.v

Aku seperti membaca koran di pagi hari, tak tahan menjadi silent reader aku mencoba mengirim pesan ke group. Kata Rama, Nino tidak ada dalam group menandakan dia diam-diam left saat group sepi. Aku mengirim pesan ke Nino.

Me: Maaf baru dibaca. Hari ini aku lagi sibuk

Nino: Sibuk sama siapa?

Me: Sibuk sendiri

Nino: Sampe nggak ngasih kabar dan menanyakan keadaanku?

Me: Baterai nya abis total ini baru ketemu listrik

Nino: Oh, aku sendirian di sini. Temani dong

Me: Ya, mesti gimana? Kamu keluar dari group OSIS? Takut sama foto setan yang dispam sama anak-anak?

Nino: Pokoknya temani. Iya keluar kemarin pagi abis error. Kenapa emang?

Me: Dicariin sama Rama

Nino: Geli. Rama lebih perhatian sama aku daripada kamu

Me: Bagus dong. Oh yaaa, Sandra menghubungi kamu hari ini?

Nino: Nggak bagus sama sekali. Nggak tuh, bahkan dia nggak ke rumah sakit. Joe belum siuman juga

Me: Selalu berharap yang terbaik untuk Joe

Aku kembali masuk ke chat-room OSIS yang ternyata kehadiranku disambut banyak orang.

Yunda: Nantha, kabar lo gimana?

Shilla: Nie bocah yang bikin panik pas kebakaran

Chacha: Lo berhasil kabur lewat mana deh?

Rama: Kemana aja kamu dik? Ngilang mulu

Ron: Sandra gimana kabarnya saat menghilang kalian bareng-bareng kan?

Rupanya Ron sedikit terkesan sama Sandra.

Reksa: Ron nggak sopan banget bukannya nanya kabar Nantha

Me: Aku, Nino, Sandra dan Joe melarikan diri lewat dinding belakang sekolah. Manjat. Kabarku ya ehm gini aja

Bintang: Jirrrrrrr, keren banget. Gini nih yang harusnya masuk ke geng gue. Dua jempol

Shilla : Busyeeeeng, kalian emang luar biasa

Yunda: Syukurlah.

Rama : Cukup kamu saja, Bin yang masuk geng gituan. Jangan rekrut anak lain.

Ron: Like leader, like junior. Hobi manjat dinding belakang sekolah.

Rama: Maksud lo?

Kumatikan internet di ponselku, dan mengirim sms ke Nino. Sepertinya dia tadi sudah membalas chat, tapi aku terlalu pusing untuk melihat notif group.

Tidur yang nyenyak ya, banyak istirahat. Nice dream

Secepat kilat SMS-ku dibalas oleh Nino.

Nice dream? Masih sore loh ini? Kamu mau tidur?

Aku langsung membalas.

Iya. Besok harus sekolah pagi, aku lagi capek berat

**

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top