BAB 2
Hal yang sama masih kulakukan, mungkin untuk yang ke-30 kalinya. Terbangun di kasur kamar tidur merenungkan mimpi buruk yang sepertinya baru saja terjadi, tapi sepertinya tidak ada yang berubah, aku sudah kembali ke Jakarta, dan Vanka tetap tidak ada di sisiku.
Aku selalu berharap saat terbangun dari tidur yang pertama kulihat adalah cengiran usil Vanka karena sukses bikin aku kesal dan kami masih berada dalam kamar rumah yang di Bogor.
Sudah hampir dua bulan semenjak meninggalnya Vanka.
Dua minggu setelah kejadian itu mama membawaku kembali ke Jakarta. Ke rumah lama kami yang belum laku terjual, rasanya sangat sedih dan menyesakkan jika bertahan di rumah Bogor itu. Sudah dua orang anggota keluarga yang pergi, akan sangat terasa kesedihannya. Lagian alasan untuk tetap berada di Bogor sudah tak ada.
Vanka dimakamkan di sebelah makam mendiang papa teringat betapa dekatnya mereka, mungkin mereka sudah sangat bahagia saling berdampingan. Vanka yang pernah meminta agar papa dimakamkan di Bogor. Gadis itu memang lebih suka tinggal di sana karena suasananya. Sikap ramah, baik dan karismatik Vanka berasal dari papa yang tak pernah pelit menunjukkan kasih sayang dan rasa bangganya kepada anak-anak mereka, sedangkan sikap dingin, kaku dan pemurung yang aku dapatkan berasal dari mama yang hardworker, dingin dan tegas.
Oh, sekarang hidup kami terasa flat dan hambar. Tiada canda atau gurauan, karena aku dan mama sama-sama dingin. Sewaktu kami masih ber-empat, Vanka dan papa selalu bercanda riang menggoda aku dan mama, saat papa pergi bersama Vanka untuk menetap di Bogor, Vanka masih suka bertelepon untuk sekedar bertanya kabar. Saat papa meninggal karena sakit, masih ada Vanka yang mampu mencairkan suasana. Dan, setelah Vanka pergi, tinggal kami berdua. Sama-sama malas berbicara duluan. Sama-sama tidak ada yang bisa menjadi jembatan.
Rumah makin terasa hampa, kenapa Tuhan mengambil Vanka? Sama seperti quote terkenal yang mengatakan kita akan memetik bunga yang paling indah di taman, sama seperti Tuhan memandang Vanka yang cantik dan baik maka dia mengambil dia duluan, aku korban quote populer ya?
Dan sudah sebulan juga aku bersekolah di SMA Indonusa, aneh ya bisa pindah sekolah di pertengahan semester ganjil begitu? Tapi mamaku mampu melakukannya. Meski SMA Indonusa beda dengan TK-SD-SMP yang dulu aku lalui, di sini fasilitasnya lebih pas-pasan dan biasa saja. Gedung SMA Indonusa berpisah dengan TK-SD-SMP karena bangunan ini adalah yang paling tua didirikan. Konon katanya beberapa tahun lalu SMA ini mau ditutup tapi tidak jadi, karena sekolah ini membuka biaya yang lumayan murah untuk orang-orang yang memiliki ekonomi menengah ke bawah.
Tahu kan kalo masih ada masyarakat daerah yang mencari sekolah murah, apalagi sekarang biaya sekolah di Jakarta sudah mahal-mahal, jadi SMA Indonusa tidak jadi ditutup, dan gosip lainnya yang aku dengar saat masih SMP. Bangunan ini dikutuk oleh salah satu arwah penasaran hingga sering mengalami kejadian berdarah.
Kenapa aku mau masuk SMA yang katanya seram ini? Aku tak mau merepotkan mama dengan biaya sekolah yang mahal-mahal apalagi mama harus menabung untuk membuka usaha sendiri, yang penting aku lulus saja, urusan mau sekolah bagus atau tidak tak masalah, lagian percuma aja aku sekolah di tempat yang bagus, nilaiku tetap segitu aja.
Aku masuk di kelas 10-5, kelas terakhir di angkatan kami, teman sebangkuku bernama Sandra Seline, dia cewek yang manis dan baik, tapi tahu kan kejadian terakhir apa yang menimpaku membuat trauma mendalam bagiku, aku menjaga jarak dengan orang-orang agar tidak ada yang tahu masa laluku.
Jadi, aku menjaga jarak pada Sandra, kami bicara seperlunya, kalau aku bisa berteman baik dengannya mungkin akan sangat mengasyikan. Kelas baruku berisi 32 orang termasuk aku, dari posisi tempatku duduk aku bisa memandangi awan dengan santai, tetapi risiko yang mesti kutanggung adalah keisengan dari cowok yang duduk di sebelahku.
Sejak hari pertama selalu sok kenal dan sok akrab. Apa jangan-jangan dia pernah bertemu Vanka yang mempesona, menarik, dan tidak tahu kalau memiliki kembaran? Soalnya ekspresi dia saat sedang menatapku seperti orang sinting, senyum-senyum sendiri lalu tertawa kecil.
"Hai, belom kenalan secara pribadi nih. Nama gue Nino Mulia, biasa dipanggil Nino. Kalo lo mau manggil Say, Beib atau Yang juga boleh," katanya tanpa malu-malu saat aku baru meletakkan bokong di kursi kosong satu-satunya sebelah cewek berambut pendek dan kecoklatan.
Cewek di sebelahku juga sepertinya malu banget teman sekelasnya ada yang seperti itu. Cowok itu mengulurkan tangannya yang kasar dan kekar, aku memandangi dirinya dingin, senyumannya makin lebar saja jadi aku balas menyalami tangannya.
"Jonantha, panggil aja Nantha."
"Hahaha. Finally I meet you, Nantha." Nino sandaran di kursinya sambil melipat tangan di depan dada.
"Kamu tahu aku?" Aku mengernyit heran.
"Hm?" Nino tersenyum misterius.
Sejak saat itu Nino sepertinya selalu usil dan berkali-kali aku cuekin, saat aku sedang memandangi gerombolan awan yang sedang berjalan di langit, dia menimpukku dengan gumpalan kertas, aku dengan bodohnya mengambil kertas tersebut dan membalas menimpuknya. Dia meringis saat lemparanku sangat keras dan mengenai hidung mancungnya.
"Awas ya, nanti gue bales!" Nino mengancamku lalu menyeringai lagi.
Aku membuang muka, pandanganku bertemu dengan Sandra.
Dia menatapku dalam lalu berkata secara misterius. "Kamu nggak takut dekat-dekat aku?"
"Kenapa harus takut?" Aku bingung dan bertanya dengan nada agak ketus.
"Aku adalah penyebab beberapa kejadian buruk saat MOS di SMA ini."
"Oh ya?" Aku melongo, bagaimana responnya dia saat tahu aku pernah terlibat dalam kasus bunuh diri dan kecelakaan bersama kakak kembaran. "Aku nggak takut."
"Jangan ngomong begitu! Berhati-hatilah, sekolah ini bukan sekolah biasa." Pesannya.
"Kalo terjadi sesuatu, lalu nggak melakukan apa pun atau pura-pura nggak tahu, seperti melarikan diri." Aku tersenyum kecil. "Kejadian aneh yang menimpa atau terjadi di sini, pasti bisa diselesaikan dengan logika."
"Kamu tipe orang yang sulit aku tebak, tapi aku rasa, kamu punya sesuatu yang orang lain nggak punya."
"Kamu juga punya."
"Setelah ini pasti akan ada banyak kejadian seram karena kamu duduk di sebelahku."
"Akan aku nantikan itu, udahlah aku udah sebulan di sini dan nggak ada kejadian aneh," sahutku menenangkan cewek yang tiba-tiba bicara hal aneh itu.
Aku membuka buku paket Geografi saat suara Pak Bono menyuruh kami membuka halaman 102, guru ini selalu bikin kami menguap lebar dan pikiran melayang ke sana-ke mari karena mengkhayal, tapi dia selalu memberikan tugas yang luar biasa anehnya, waktu itu dia menyuruh kami menggambar peta dengan koran-koran bekas.
Abis ini dia bakal menyuruh mengerjakan tugas apa ya? Semoga guru ini memberi tugas aneh sekalian, ucapan Sandra tadi membuat aku gelisah sendiri.
Bagaimana memberitahu Sandra kalau aku pernah membuat dua nyawa melayang akibat aku yang pengecut banget ini?
**
Sepertinya setelah apa yang terjadi dua bulan yang lalu meninggalkan bekas luka yang mendalam di diriku. Kalau aku sedang sendirian pikiranku pasti akan melayang kekejadian-kejadian itu, alhasil aku selalu berusaha menyibukkan diri. Agar pikiranku tidak ke mana-mana, aku membeli banyak komik, novel, berbagai bacaan fiksi supaya aku sibuk membaca dan tidak mengosongkan pikiran.
Tahu-tahu saja jam sudah menunjukkan pukul 5 sore, aku biasa membaca di kelas atau di gazebo yang terletak di sudut sekolah. Pulang ke rumah di saat rumah kosong juga aku hindari, aku tak mau di rumah malah melamun memikirkan yang tidak-tidak. Kadang aku juga membaca di taman, karena diriku yang semakin minder ini aku nekat ke sekolah dengan jaket hitam, kadang aku juga menyembunyikan wajahku dengan tudung jaket. Aku semakin menarik diri karena takut.
Saat sedang asyik membaca sebuah novel, dari ekor mataku aku melihat sebuah bayangan kilat memasuki sebuah ruang kelas di lantai atas. Aku pernah mendengar gosip tentang hantu Madam yang sering menampakan diri kala sekolah sudah sepi, tapi yang tadi jelas-jelas bukan hantu, tapi apa yah?
Aku secepat kilat berlari menuju tangga dan naik ke lantai atas, aku ingin menyergap sosok itu dari depan, aku sudah sampai di depan kelas yang tadi dimasuki oleh sosok misterius itu.
Aku mengintip lewat jendela, ada seseorang dengan balutan serba hitam, celana jeans hitam, jaket hitam dan bertopeng putih mulut miring. Ohhh tidak! Dia seperti meletakkan sesuatu di sebuah meja dan dia perlahan menyadari ada yang tengah mengintipnya lewat jendela, dia menyadari kehadiranku. Dia meletakkan jari telunjuknya ke mulut mengisyaratkan agar aku tutup mulut, aku diam terpaku di tempat.
Sosok bertopeng itu secepat kilat berlari ke pintu untuk melarikan diri, aku buru-buru mencegatnya depan pintu, aku menahan dirinya dengan sekuat tenaga terjadi aksi dorong-mendorong antara aku dengannya. Sial, sepatuku copot karena tadi aku buru-buru sehingga sepatuku cuma diinjak.
Dia mendorongku dengan kekuatan ekstra, dapat kutebak dia adalah seorang cowok, karena kuat banget. Aku jatuh tersungkur dengan sepatu copot dan memalukan. Dia yang menyaksikan aku terjengkang dengan sepatu copot bisa mengambil kesempatan untuk kabur.
Dia yang panik mengambil sepatuku yang copot lalu membuangnya ke atap genteng lantai bawah.
Sialaaaaaan!
Anti klimaks padahal aku sudah merasa keren banget seperti di film thriller, konyol banget orang ini, dia membuang sepatuku agar aku tidak mampu mengejarnya, pinter banget.
Sosok bertopeng tadi sudah pergi lewat tangga terdekat, sementara aku masih dalam posisi tersungkur memasang wajah bloon, tanganku sakit banget, bukan sekedar tanganku, badanku juga sakit semua.
Aku berusaha bangkit dari posisiku yang memalukan ini, aku tak mampu lagi mengejarnya. Jadi aku putuskan untuk masuk ke dalam kelas dan pergi menuju meja tempat di mana sosok misterius tadi meletakkan sesuatu.
Dan, aku menemukan sebuah surat di kolong meja tersebut. Apa isinya?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top