BAB 11

"Gue kira lo ada di pihak Sandra," kata Joe mengawali peristiwa labrakan ini.

Mereka salah paham, aku tidak memihak siapapun kok. Aku cuma ingin membantu Sandra dengan memecahkan kasus di sekolah ini. Sandra memang belum aku ceritakan tentang OSIS yang memiliki tugas ganda sebagai agen rahasia sekolah. Mereka sudah terlihat sangat marah dan benci padaku.

"Nggak begitu, Joe, San," jawabku lesu. "Mereka--"

"Lo tau kan sekolah ini selanjutnya ada di tangan Sandra. Kalau semuanya berjalan nggak semestinya? Bagaimana kalau sekolah ini hancur di tahun ini karena penerus anggota OSISnya berantakan! Mau dicap makin jelek sekolahnya jadi nggak diminati orang-orang, nggak bisa dipercaya imej sekolah ini," omel Joe dia sudah di hadapanku, mendorong bahuku cukup keras.

Aw... Semoga lukaku tidak membiru lagi. Aku menunduk tak berdaya.

"OSIS udah nggak bisa dipercaya. Lo nggak sadar, Tha, kalau mereka nge-geng? Apa lo pernah lihat mereka mempunyai teman selain anak OSIS itu? Mau jadi apa kalo anggota OSIS dipilihnya sama orang dalem cuma berdasarkan yang cantik, ganteng, keren, tajir, dan terkenal? Semacam nepotisme?" cetus Sandra ngoceh dengan nada kesal.

Aku semakin menunduk saja tersudutkan. Sebenarnya ingin masuk OSIS bersama Sandra, Joe dan Nino untuk membantu mengurus dan mengawasi sekolah ini tanpa mencurigakan murid lain. Aku masih ingin mencari tahu siapa cewek kacamata dan sosok bertopeng hulk itu. Cuma itu.

"Kalau lo beneran masuk OSIS, mending jauh-jauh dari gue, Sandra, dan terutama Nino!" seru Joe.

Ah, rasanya seperti ditusuk pada hatiku saat nama Nino disebut. Rasanya aneh mengingat aku menghindarinya beberapa hari ini.

"Kenapa Nantha harus jauhin gue?" Tiba-tiba Nino muncul dari depan mendorong Joe ke belakang sehingga celah itu dia menfaatkan untuk menarik tubuhku yang terasa lemas karena penggencetan ini.

Nino melindungi tepat di depanku. Sandra dan Joe melongo tak berdaya.

"Kenapa, No? Dia udah berkhianat."

"Khianat dari mananya? Itu hak dia sebagai anak murid Indonusa untuk menjadi bagian dari organisasi sekolah." Tatapan Nino beralih ke Sandra. "San, coba tanya bokap lo, barangkali itu kebijakannya. Bokap lo kan pihak yang paling berpengaruh."

Berkat perkataan sadis Nino, Sandra melirik Joe dengan raut wajah merasa bersalah. Tapi menurutku benar juga, tidak mungkin semudah itu LDKS ditiadakan, kecuali atas perintah pemilik sekolah ini. Aku mengintip Sandra dan Joe dari balik lengan Nino. Mereka tak ada yang menyahut.

"Ck. Udah ah, cabut yuk, Tha." Nino mengamit tanganku untuk pergi menjauh dari Sandra dan Joe yang masih bergeming.

Aku memandang Sandra dan Joe dengan perasaan bersalah.

Nino membawaku ke pekarangan belakang sekolah, kami duduk di kursi semen yang melingkar di pohon mahoni besar. Aku duduk sambil menatap kosong kertas formulir yang masih aku pegang. Nino memegang pergelangan tangan kananku, tatapannya tajam.

Aku peka kalau dia butuh penjelasan dariku yang sejujur-jujurnya, tapi bagaimana aku bisa jujur? Ini kan rahasia OSIS.

"Kamu jangan begitu, mereka kan sahabat kamu. Kembali sama mereka sana," kataku dengan suara sendu.

"Ya, tapi aku pengen mendukung kamu. Aku nggak tau kamu kenapa, aku juga bingung, Sandra dan Joe juga sama bingung dan kecewanya."

Aku memandang ke arah Nino. "Aku ingin tahu cara kerja OSIS. Membantu sekolah menyelesaikan masalah, menyalurkan aspirasi, kritik, saran dan melindungi anak murid. Sandra, Joe dan kamu salah paham, yang aku lakukan untuk kalian. Aku mau membantu Sandra melindungi sekolah ini. Diam-diam OSIS mencari tahu akar masalah setiap kejadian di SMA ini. Mereka juga melakukan yang terbaik untuk sekolah ini."

Nino mengerjapkan mata beberapa kali, bulu matanya yg lentik beradu dengan indahnya. "OSIS bekerja sedetail itu?"

"Iya. Mereka melakukannya dengan tertutup. Kamu pasti mengira kenapa mereka kelihatan tenang setelah kejadian-kejadian buruk yang katanya disebabkan oleh kutukan itu terjadi, ya karena mereka sudah punya penyelesaian berdasarkan logika. Mereka keren, kan?"

"Aku nggak tau kalau mereka punya kesimpulan akhir sendiri. Aku sama Joe juga berusaha memecahkan tapi nggak berhasil. Dari awal semester yang Sandra punya cuma Joe dan aku."

Aku tersenyum tipis. "Sandra pasti sangat senang, dia memiliki orang-orang yang mempercayainya"

"Kamu juga punya," ucap Nino. "Aku percaya sama kamu, Tha."

Tidak ada kebohongan dan keraguan di matanya saat mengatakan sebuah kalimat yang pastinya tidak akan bisa aku lupakan, bahkan aku akan mengalami insomnia hebat setelah ini. Tapi bagaimana bisa dia percaya sama aku padahal aku belum percaya sepenuh hati dengannya. Aku belum bisa berbagi tentang kisah masa kelamku. Bagaimana nanti saat dia tahu kalau aku lebih buruk dari yang kelihatannya?

"Kalau aku nggak sebaik yang terlihat bagaimana?" tanyaku hati-hati.

"Seberapa keras usahamu untuk membuat diri kamu buruk, aku nggak terpengaruh," sahut Nino tegas. Ah, aku tidak tahu lagi mesti gimana. "Aku terima saat kamu menolak aku tempo hari. Tapi please, jangan merendahkan diri sendiri."

"Lebih cepat lebih baik. Lebih cepat menjauhiku, lebih baik."

"Jadi ini alasan kamu menjauhiku beberapa hari ini?" gumam Nino dengan matanya yang kecewa.

"Aku sudah memperingatkanmu dari awal." Aku bangkit dari duduk berlari secepat kilat. Aku tahu Nino tidak mampu berkata apa pun, bahkan dia tidak mencegah atau mengejarku. Siapa aku emangnya?

Semakin besar usahaku untuk membuat Nino membenciku itulah sebesar rasa sayangku ke dia. Aku tidak ingin dia kecewa atau membenciku suatu hari nanti saat dia tahu semuanya. Saat itu mungkin dia akan berubah 180 derajat dan itu lebih sangat menyakitkan hatiku dibanding sakit hati saat ini.

Ada orang lain yang mengetahui kebenaran itu dan siap membocorkannya kapan saja, mungkin besok, atau besoknya lagi. Aku harus mulai berani saat ini untuk mengaku, dan mempertanggung jawabkan semuanya. My heart finally said, "Enough is enough."

**

Aku melongokan kepala ke dalam ruang rapat OSIS. Di mana calon anggota OSIS yang lain? Di dalam ruang rapat OSIS baru terlihat ada belasan murid kakak kelas yang pastinya adalah anggota OSIS SMA Indonusa. Dan di antara mereka tidak ada yang aku kenal satu pun, wajah-wajah mereka sangat asing.

"Loh, kamu nggak masuk?" Suara ringan seorang cewek membuatku menoleh, tepat di belakangku ada Hana dan Bintang. Hana tersenyum tipis sementara Bintang menyapa dengan memainkan sebelah alisnya dan nyengir kecil.

"Kalian? Aku belum mengucapkan terima kasih langsung. Terima kasih ya, aku nggak tau kalau saat itu tidak ada kalian bakalan jadi gimana," kataku tulus.

"Ya, Tha." Hana mengangguk kecil.

"Ya, selow, tanggung jawab gue dong melindungi anak-anak SMA sini dari premanisme lingkungan dalam mau pun luar." Bintang tersenyum tengil.

Bukan rahasia lagi Bintang adalah ketua geng yang paling di segani karena dia satu-satunya anak kelas 10 yang berhasil mengalahkan pesaing lainnya. Entah mengapa aku selalu menyamakan dirinya dengan Takiya Genji.

"Sip. Oh ya, kalian mau ikut sosialisasi calon anggota OSIS juga?" Aku menatap mereka bergantian.

"Yoi. Aku mau jadi anggota OSIS, untungnya nggak ada LDKS, aku nggak suka acara outdoor, jadi pas ada kabar pendaftaran anggota OSIS dibuka untuk umum tanpa LDKS aku daftar aja. Bintang juga ikut," kata Hana.

"Sepasang kekasih jadi anggota OSIS, cie," godaku lalu disambut kekehan kecil Hana dan kekehan ala mak lampir dari Bintang yang ternyata orangnya sangat heboh. Tidak cool.

Aku tersenyum saat mengalihkan pandanganku ke arah lain, mataku tertumbuk pada 3 sosok yang duduk di tepi lapangan basket. Mereka sedang melihat ke arah kami terutama aku dengan tatapan tajam dan penuh selidik.

"Kok pada di luar? Masuk." Tiba-tiba ada gerombolan Ron, Rama, Yunda, Shilla, Reksa. Dan ada Chacha yang mengangguk seraya tersenyum samar padaku.

"Bintang, lo pengen jadi anggota OSIS? Kurang puas apa menguasai geng cowok?" cetus Shilla meledek iseng.

"Ya, dong, Sis, nggak seru punya kekuatan diumpetin doang. Gue bisa jadi tukang pukul kalian, ya nggak, Bro?" tanya Bintang. Kalimat itu pastinya ditujukan untuk Ron, Rama dan Reksa yang sudah tahu melihat dengan mata kepala sendiri kekuatan Bintang dalam menggebok para preman tempo hari.

Ketiga cowok OSIS itu cuma saling melirik dan mengangkat bahu.

Lalu Ron tertarik pada kehadiran Hana. "Kok kamu pindah kelas? Udah nggak cees-an lagi sama Sandra?" tanyanya.

Aku terkesiap, bukan cuma aku yang terkesiap, Hana, termasuk Bintang yang tadinya tersenyum usil mendadak kikuk. Hana adalah teman dekatnya Sandra? Sejak kapan? Kok aku tidak pernah menyadari kedekatan mereka? Kalau memang bersahabat pasti mereka akan selalu bertemu, menyapa, makan bersama walau beda kelas dong?

"Nggak apa-apa." Senyum Hana.

Kami semua memasuki ruang rapat OSIS yang berkapasitas 30 orang, kedatangan kami bersama gerombolan anggota inti OSIS membuat anggota lain yang sudah duduk menunggu mendesah lega.

Aku, Hana, dan Bintang duduk di deretan kursi panjang untuk ukuran tiga orang di belakang. Suasana mendadak sunyi, senyap dan hening. Di depan ruangan Rama sudah berdiri di podium. Ron membuka laptop sehingga tampilan di layar projector muncul slide struktur organisasi OSIS.

Aku baru tahu kalau Ron adalah Wakil ketua OSIS, Reksa memegang Seksi Sarana dan Pra sarana, Shilla sebagai Sekretaris II, Chacha sebagai sekretaris I, dan Yunda memegang Bendahara I. Sisanya aku tak mengenal lagi.

Tunggu, itu apa? Di deretan nama seksi-seksi, ada namaku di dalam kolom merah menandakan anggota baru OSIS, posisiku Seksi Kebersihan. Yang benar saja? Aku sendiri tidak sebersih itu. Rama benar-benar melakukannya, menempatkan aku di posisi itu. Aku kira guyonannya saat itu hanya sekedar menggodaku, tapi aku baru ingat, dia kan serius. Mana bisa bercanda. Ck.

Nama Bintang Malam (nama yang bagus) ada di kolom Seksi Keamanan, cocok sekali, dia pasti sangat menyukai posisi itu, dan Hana ada di seksi bidang Kesenian, entah apa yang membuatnya dipromosikan ke bagian itu, mungkin di balik wajah manisnya ada bakat pelukis atau penari yang handal.

Nino Mulia sebagai Seksi bidang Olahraga. Hah, apa? Apa aku tidak salah lihat? Sejak kapan dia tertarik menjadi bagian dari OSIS? Kapan dia mendaftarkan diri?

Pintu ruang rapat terbuka, munculah Nino dengan wajah dingin. "Maaf, sedikit terlambat."

Rama mengangguk kecil. "Ya, masuk aja."

Nino menuruti perintah Rama. Lagi-lagi mata kami bertemu, sejurus kemudian dia memalingkan wajah, tapi dari jarak sejauh ini aku masih bisa melihat lingkaran hitam di sekitar matanya. Apa yang terjadi dengannya?

Anak kelas 10 yang resmi menjadi anggota baru OSIS adalah aku, Hana, Bintang, Nino dan 5 orang lainnya. Apa semiris itu OSIS tahun ini tidak ada yang mau daftar karena takut?

Rapat dibuka dengan sesi perkenalan, pembacaan visi-misi, janji OSIS, pengenalan tradisi OSIS yang melakukan pergantian ketua sebelum kenaikan kelas, karena anak kelas 12 tidak boleh menjadi anggota inti lagi. Lalu nanti siapa di antara kami yang akan menjadi ketua, dan bagaimana OSIS tahun selanjutnya kalau anggotanya suram dan dikit begini.

Selama pembahasan agenda satu semester ke depan, aku melirik lewat ekor mataku beberapa kali Nino memandangku dari kursinya. Beberapa hari tidak bertatap muka, aku menyadari sedikit perubahannya. Dia lebih pendiam dan aneh.

Kamu dari tadi diliatin terus sama Nino

Hana menulis sederet kalimat itu di buku catatannya. Aku menggigit bibir sambil menggerakkan kaki di kolong meja. Cemas. Hana menatapku cemas. Aku harap rapat segera berakhir. Secepatnya.

**

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top