Tsukinaga Leo - Promise
Note:
- mc and all characters mentioned are still in their 3rd grade.
- nyerempet lokal, tapi setting masih Yumenosaki tercintah.
- OOC maap 😭
- hope you enjoy♡!
-promise-
"Harus banget Knights yang ngisi acara?" Kataku sambil membolak-balik proposal yang baru saja diberikan Tenshouin padaku.
"Ya begitulah... pemilik acaranya sendiri yang ngundang, sampe belain dateng sendiri ke sini kemarin." Balasnya sambil memaparkan senyum prihatin padaku.
Aku menghela nafasku berat. Entah kenapa sekali lagi aku harus berurusan dengan unit yang paling kuhindari dari seluruh unit yang ada di Yumenosaki.
Knights.
Mendengar namanya saja sudah membuatku sedikit pusing.
Kenapa aku menghindari unit ini? Karna mereka susah banget buat diajak kerjasama. Bayangkan, waktu semester awal saja aku sudah harus menghadapi orang segalak Izumi untuk mengurus hal-hal yang berkaitan dengan Knights.
Tapi itu dulu, iya dulu. Sekarang lebih parah.
Kembalinya leader Knights yang sebenarnya membuat segala pengambilan keputusan berpindah padanya. Awalnya itu membuatku lega, bagaimana tidak? Bebas dari segala ocehan dan ceramah Izumi selalu menjadi impianku. Dan akhirnya itu terwujud!!
Tapi ternyata tidak. Kenyataan tidak akan sebaik itu padaku, haha.
Tsukinaga Leo, leader Knights sekaligus salah satu orang yang masuk dalam jajaran siswa teraneh yang pernah kutemui di Yumenosaki. Mau tau apa yang dia katakan pertama kali saat kami bertemu?
"ASTAGA ALIEN!"
Sudah begitu, dia meneriakkan kalimat itu sambil menunjuk ke arahku. Alhasil seluruh anggota Knights yang kebetulan juga berada disana pada waktu itu tertawa terbahak-bahak, meninggalkanku terpatung dan clueless.
"Aku minta bantuanmu karna... kamu tau sendiri hubunganku dengan Tsukinaga tidak sebaik itu." Kata Tenshouin membuyarkan lamunanku.
"Kamu pikir hubunganku sama dia baik-baik aja gitu?" Jawabku dengan nada malas dan sedikit sarkas. Tapi kalau sang ketua OSIS sudah memberikan mandat, bagaimana hamba ini bisa menolak.
Ya sudahlah, ayo hadapi ini dengan cepat.
-promise-
"IZUMI!!!" Teriakku sambil mengejar punggung seorang murid kelas 3A yang kebetulan sedang berjalan di lorong kelas 3. Untung saja orang yang kupanggil itu segera berhenti dan menoleh ke arahku.
Dia, Izumi Sena, berkacak pinggang dan melotot tepat ke arah mataku lalu dengan gaya bicaranya yang biasa menyebalkan itu sedikit berteriak juga, "Lo suka banget teriak ya?!"
"Hehe, biar lo noleh aja sih."
"Gue ga budek sih." Jawabnya singkat sebelum berdecak. "Perlu apa buruan, gue sibuk." Lanjutnya.
"Ini ada undangan acara buat Knights, tapi proposalnya baru sampe di OSIS tadi pagi. Jadi gue lagi nyari Tsukinaga sekarang, lo tau ngga orangnya dimana?"
Orang yang kuajak bicara ini malah mengalihkan pandangannya pada sebuah ruang kelas disebelah kami. Bagian dalam ruangannya dapat terlihat sebagian karena ada jendela diantara ruangan itu dan lorong ini. Aku dapat melihat seseorang sedang mencoret-coret tembok di dalam sana.
...
Tunggu, coret-coret tembok?!
Ada seorang berjaket biru, bersurai oranye diikat karna agak panjang di dalam sana lengkap dengan spidolnya mencoret-coret tembok kelas dengan sejumlah not balok. Aku kenal pasti sosok yang sedang melakukan adegan kriminal itu.
Izumi akhirnya mengeluarkan sepatah kata yang sebenarnya sudah tidak berarti lagi untukku. "Tuh, orangnya."
-promise-
"Ya udah." Jawabnya.
"Hm?" Balasku dengan sedikit menaikkan alis.
"Ya udah. Maksud gue iya, gue terima tawaran tampilnya."
Ok, aku tidak menyangka ini. Biasanya orang ini bakal agak sulit dibujuk, asal kalian tahu dia punya sejuta alasan aneh kalau memang acara yang ditawarkan menurutnya tidak cocok dengan knights.
Oh mungkin yang ini cocok kali ya?
Tapi aku tetap saja heran dan tidak sengaja bergumam kecil, "tumben lo..."
Dia menolehkan kepalanya cepat lalu semakin mengarahkan wajahnya tepat di depan wajahku.
Entah mengapa panas mendadak menjulur di seluruh tubuhku dan napasku juga tercekat saat netra itu menatapku intens.
"Ngomong apa barusan? Ga denger,"
Aku mengalihkan pandanganku ke sembarang arah sambil berjalan mundur perlahan.
Astaga jantungku kenapa sih?
"Ng-nggak, tumbenan aja lo mau setuju secepat ini."
Tsukinaga, cowok itu masih berdiri di tempat yang sama namun kali ini dia menaikkan lengannya menunjuk lurus ke arah hasil coret-coretannya di tembok, persis seperti anak kecil yang sedang menunjuk mainan yang diinginkannya.
"Gue mau sekalian pamer lagu baru!" Katanya sambil menatapku penuh binar lengkap cengiran polos khasnya.
Pandanganku kualihkan mengikuti arah telunjuknya. Membaca sekilas coretan not yang sejak tadi tak kuperhatikan dengan seksama.
Karna aku tak lantas melanjutkan percakapan kami, dia kembali melanjutkan kegiatannya disebelahku.
Tanganku tertarik untuk mengelus permukaan tembok, mencari awalan seluruh goresan tinta spidol itu tapi aku tak kunjung menemukannya sehingga aku kembali bertanya, "Ini... bacanya mulai dari mana?"
Dia menolehkan kepalanya sejenak padaku, menjauhkan spidolnya dari dinding, kemudian bersama denganku menganalisis seluruh hasil karyanya yang tertulis disana. "Hmm...."
"Anjir, dari mana ya?" Katanya kemudian.
"Lah." Kataku sambil menatapnya tak percaya.
Lo niat nulis lagu apa enggak sih sebenernya.
"Bentar deh, gue hapus dulu." Dia mengambil kain basah yang ada di atas sebuah meja yang dekat dengan tempatnya berdiri.
Ya, setelah kupikir-pikir perbuatannya sekarang tidak se-kriminal awal aku membayangkannya. Aku lupa kalau tembok ruang kelas memang terlapisi wallpaper motif kayu sehingga mudah dibersihkan. Apalagi Tsukinaga memang menggunakan spidol biasa yang tidak permanen.
Dia menghapus dan terus menghapus semua coretan itu seakan tidak penting sama sekali.
Namun aku tidak mempedulikannya-masih asik melihat-lihat not yang belum terhapus dan dengan iseng mencoba memainkan nadanya di dalam kepalaku.
Hng? It's actually not bad. Nggak, malahan ini bagus banget menurutku.
Dan tanpa kusadari kini tangannya sebentar lagi sudah akan menjajah bagian yang baru saja kukagumi. Aku memegang pergelangan tangannya-berniat menghentikannya, "mau lo hapus semua? Memangnya lo inget apa aja yang lo tulis?"
"Enggak...? Ya udah sih mumpung inspirasi gue lagi jalan juga, hahah!"
Setahun aku mengenal dia, dan barulah di detik ini aku sadar bahwa dia memang si genius ou-sama, Tsukinaga Leo.
Tanpa kusadari aku mengulas senyum lunak hanya karena jawaban santai yang kudapat darinya, entah kenapa seneng aja gitu, bangga juga. Meskipun dia selama ini menjadi orang yang paling kuhindari se-Yumenosaki, tapi dia tetap punya bakat yang sebesar itu.
"Tapi yang bagian ini boleh jangan dihapus dulu nggak? Bagus, gue suka." Kataku lalu setelahnya mendengungkan kembali melodi itu.
Srak.
Aku terkejut dengan dia yang tiba-tiba saja membuang kain itu ke sembarang arah lalu kedua tangannya digunakan untuk memegang bahuku.
"A-apaan?" Tanyaku gugup. Ya bagaimana bisa aku tidak gugup, orang dia menatapku lekat dan semakin lama semakin mendekatkan wajahnya padaku.
Udah dua kali ya kayak gini, ini orang suka banget bikin aku olahraga jantung.
"Lo harus janji buat temenin gue tiap hari! Pokoknya gue ga nerima penolakan!" Ucapnya lantang.
Maksa banget anjir.
"Buat apaan? Tiba-tiba banget nih?" Balasku ragu. Habisnya, dia kelihatan seneng banget jadi ga enak nolak-walaupun dia juga bilangnya ngga menerima penolakan.
Lagian dia kalo gini gemes.
Anjir, mikir apaan sih.
Dia masih menatapku dengan manik hijaunya, membuatku tidak berani untuk hanya sekedar berkedip.
"Gue suka mata lo,"
"Hah?" Aku mengerutkan dahi, berharap dia melanjutkan perkataannya. Jujur aku nggak menyangka banget dia bakal memujiku, lagipula dia tuh Tsukinaga Leo yang pernah mengataiku 'Alien'.
"Ga cuma mata sih, gue suka suara lo juga. Tadi waktu lo nyanyi, meskipun dikit tapi mata lo kayak bersinar gitu! Gue suka hehe."
Kayak ada yang panas, tapi bukan matahari. Kayak ada yang merah, tapi bukan rambut Tsukasa.
Mampus, aku bisa merasakan dengan pasri bahwa mukaku sangat merah sekarang.
Nggak mau munafik, aku seneng banget dipuji gitu doang apalagi waktu dia bilang suka. Demi apa.
Suasananya hening sejenak karena aku masih tidak bisa berpikir jernih. Parahnya lagi sekarang kedua tangan itu naik untuk menangkup kedua pipiku. "Nah kan! Liat mata lo diem gini aja gue langsung dapet inspirasi lagi!"
Dia sudah beranjak dari depanku, tapi aku masih mematung di tempat.
Orang ini berbahaya buat kesehatan jantungku! Dia mau aku mati muda kali.
"Eh, gue pinjem kertas ini ya!"
Bukan teriakannya yang menyadarkanku dari lamunan, namun benda yang di ambil olehnya lalu dicoret-coret menggunakan spidolnya tadi. Itu!
"Anjir, itu proposal bego!" Mana sempat, keburu telat, tinta-tinta itu telah lancang mengotori halaman belakang kertas berbendel itu.
"Eh? Ga boleh dipake ya?"
"Seriusan lo baru tanya waktu kertasnya udah lo coret-coret?!"
Dia sekali lagi memamerkan cengirannya padaku, yang membuatku menghela nafas kasar walaupun akhirnya aku membalasnya dengan senyum-membiarkannya mencoret sesuka hati, lagipula bisa di-print lagi kan?
Aku tidak akan pernah menang melawanmu, ou-sama.
"Tapi lo janji kan?" Tanyanya tanpa mengalihkan pandangannya sama sekali dari kegiatan menulisnya.
"Iya iya, kabarin aja kalo mau ketemu, gue usahain. Lo ada kontak gue kan?"
"Tapi gue pingin lo janji satu hal lagi, boleh ya?"
Aku menaikkan alisku sedikit, dia kembali pada mode merajuk. Lucu. "Asal bisa gue penuhin, ngga masalah."
Dia menurunkan spidol lalu menatapku dan tersenyum. Senyum yang bisa membuat hati gue bergetar seketika.
"Janji buat selalu jadi sumber inspirasi gue ya!"
-promise.
[24.07.20]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top