Nazuna Nito - Your Side
Req dari Qunzrasc
Hope you enjoy~ ^^
- 𝓨𝓸𝓾𝓻 𝓼𝓲𝓭𝓮 -
"Nii-chan, kau benar-benar harus pergi sendiri besok?"
Kau menatap lekat pria bertubuh kecil yang sibuk mengemasi barangnya itu, seakan tidak ingin melepaskannya.
Dia yang mendengar keluhanmu, menghentikan aktivitasnya sejenak dan beralih menghampirimu.
"Hanya dua hari, itu tidak akan lama. Aku janji aku akan tetap menghubungimu disana." Ucapnya sambil menangkupkan kedua tangannya pada pipimu dan mengusapnya lembut.
Ya, sekarang kau sedang bermain ke rumah kekasihmu, Nazuna Nito. Namun daripada bermain lebih tepatnya kau sedang membantunya mengemasi barang untuk keperluannya di Osaka.
Besok, Nazuna harus pergi ke Osaka untuk tm mengurus keperluan Stage unitnya yang akan dilakukan bulan depan. Sejujurnya hal ini sangat mendadak, karena Nazuna baru saja mendapat telepon tadi siang dan dirinya harus berangkat besok pagi buta.
Karena tidak ingin merepotkan semua adik kelasnya, dia memutuskan untuk pergi sendirian. Toh ini hanya technical meeting, hanya ketua saja yang hadir tidak menjadi masalah.
Tetapi entah kenapa ada sesuatu yang mengganjal dihatimu, seakan ada sesuatu yang membuatmu ingin Nazuna tidak pergi dari sisimu.
Hanya dua hari, tetapi kenapa sangat berat?
Kau melingkarkan tanganmu di pinggangnya, menelusupkan kepalamu di bahu kanannya.
"Janji? Jika sudah sampai disana langsung kabari aku!"
"Iya..."
"Makan yang teratur janga lupa,"
"Iya.."
"Kalau lelah istirahat, jangan dipaksakan!"
Tangannya yang bebas mengacak rambutmu pelan.
"Aku disana hanya tm, bukan perform. Kenapa sekarang kamu jadi lebih cerewet dari aku sih?" Dia tertawa kecil sambil mencubit pipimu pelan.
Ingin rasanya kau menjauhkan segala firasat buruk yang menghantuimu. Firasat buruk yang membuatmu tidak ingin ia pergi dari sisimu.
- 𝓨𝓸𝓾𝓻 𝓼𝓲𝓭𝓮 -
"Tidak ada yang tertinggal?"
Nazuna mengingat-ngingat sebentar lalu menggeleng mantap.
"Tidak."
Disinilah kau sekarang, di terminal keberangkatan mengantarkan Nazuna. Sebenarnya Nazuna sudah melarangmu ikut karena jadwal penerbangannya yang sangat pagi, namun kau tetap memaksa untuk ikut karena firasat burukmu semalam.
"Berapa jam lagi pesawatmu datang?"
"Kira-kira... setengah jam," ucapnya seraya mengecek arloji yang membalut pergelangan tangannya.
"Hati-hati di jalan... "
Dia menghampirimu dan membawamu kedalam dekapannya.
"Kamu juga, belajar yang benar!"
"Iya..."
"Aku pergi dulu." Dia melepaskanmu dari kedua tangannya, berjalan menjauh.
"Nii-chaaaan!! Nanti kalau sudah sampai, chat aku!" Kau berteriak agar suaramu dapat didengarnya. Tak peduli jika orang-orang lain di bandara itu melihat ke arahmu.
"Iyaaa!" Dia membalas teriakanmu.
"Jangan lupa mimpiin akuu!!" Kali ini kau berteriak sambil melambai-lambaikan tangan.
Orang yang kau teriaki, hanya bisa tertawa melihat tingkah lakumu yang baginya sangat menggemaskan.
- 𝓨𝓸𝓾𝓻 𝓼𝓲𝓭𝓮 -
"(Y/n)!"
Suara itu membuyarkan lamunanmu, kamu yang merasa namamu terpanggil menoleh ke arah sumber suara tersebut.
"A-ah... ya??"
"Kau dengar kami tidak?" Jawab seorang bersurai biru gelap lurus dengan tatapan tajam.
Sudah dua hari sejak Nazuna pergi, seharusnya kau bahagia karna pagi ini dia sudah sampai di Tokyo. Namun sejak tadi pagi tidak ada kabar sama sekali darinya.
Chat terakhir kalian sebelum pesawatnya berangkat, dan lagi dia melarangmu menjemputnya dengan alasan kau harus sekolah di pagi hari.
"Aaaakkhh, dia sudah sampai belum sih?!" Teriakmu dalam hati.
"Ooooii~ (Y/n)~ kau kenapa sih hari ini?"
Oh iya, kau lupa menjawab teman sekelasmu ini. Membuat dia menggeleng keheranan.
Sekarang kau sedang mengerjakan tigas kelompok bersama Hokuto dan Subaru, tapi pikiranmu sudah melayang kemana-mana. Lebih tepatnya melayang ke Nazuna.
Ya, perasaan burukmu itu tak kunjung hilang. Kau bahkan tidak bisa tidur dengan tenang, lebih banyak melamun dan ceroboh.
"Hokuto..."
"Ya? Mukamu pucat, apa kau baik-baik saja?"
"Bisa ijinkan ke sensei? Aku ingin tidur di uks, aku ngantuk sekali hari ini..." ucapmu dengan tatapan lelah dan beberapa kali menguap.
"Kau tidak tidur semalaman atau bagaimana?"
"Ya begitulah-"
BRUK
"(Y/N)!!"
- 𝓨𝓸𝓾𝓻 𝓼𝓲𝓭𝓮 -
(Y/n)'s POV
"Nggh...?" Ucapku sambil membuka mataku perlahan. Buram, namun aku dapat melihat sosok seseorang duduk disampingku.
"Ah! Akhirnya bangun!"
"NII-CHAN?!"
Melihat sosok bersurai kuning itu, aku langsung beranjak dari tidurku dan ingin memeluknya. Namun rasa sakit dikepalaku membuatku ambruk ditempat. "Jangan aneh-aneh dulu, kamu butuh tidur. Semalam ngga tidur kan?"
"Tahu darimana?" Tanyaku sambil menempatkan kepalaku di bantal seperti semula. "Kamu pikir kantung matamu tidak seperti panda hah?".
Ah... benar juga.
"Oh iya, tadi Nii-chan mendarat jam berapa? Kok ngga ngabarin aku?"
Wajahnya menegang saat kutanya, apa aku salah bertanya?
"A-ah itu... hapeku terjatuh saat di bandara, makanya rusak jadinya ngga bisa ngabarin kamu," jawabnya sambil menunduk, seperti ketakutan.
"Terus aku ke sekolah nyari kamu, eh kata Hokuto kamu pulang cepet soalnya sakit. Jadi deh aku disini." Lanjutnya, kali ini ia mendongak ke arahku disertai dengan cengiran yang terukir di wajah mungilnya.
Namun aku bisa melihat raut wajahnya yang menyimpan kelelahan. Pacar macam apa aku? Jelas-jelas dia lelah, tapi malah repot-repot datang ke rumahku hanya untuk melihatku tidur.
"Nii-chan..."
"Ya? Butuh sesuatu? Mau kuambilkan minum?"
"Tidak, aku sudah tidak apa-apa. Pulanglah, Nii-chan lelah kan?"
Dia terlihat terkejut dengan perkataanku. Dia menoleh dan tersenyum padaku.
"Baiklah, cepat sembuh! Kamu bikin aku khawatir saja!"
"Tenang aja! Aku kuat kok!"
Dia hanya membalasku dengan senyuman, dan pergi meninggalkan kamarku.
Are? Tunggu... senyuman apa tadi?
Senyuman itu terlihat sedih.
- 𝓨𝓸𝓾𝓻 𝓼𝓲𝓭𝓮 -
Dua hari berikutnya, aku bisa kembali ke sekolah setelah istirahat satu hari penuh. Yah, kurasa aku memang hanya butuh tidur.
Srak.
Aku menggeser pintu kelas. Belum sempat aku berjalan masuk, Makoto sudah memelukku erat.
"(Y/n)-chan..."
Aku terkejut bukan main. Aku mendengarkan isakan pria berkacamata itu.
Dia, menangis sambil terus memelukku. Dibelakangnya juga ada Hokuto dan Subaru yang raut wajahnya tidak bisa kuartikan.
Hei, aku ini baru saja sehat dari sakit bukan bangkit dari alam kubur.
"Makoto... kau kenapa?" Aku memundurkan diriku agar lepas darinya. Menatapnya bingung sambil membantunya mengusap air mata di belakang kacamatanya.
Dia masih bertahan dengan isakannya.
Kemarin aku berbuat apa sih? Sampai bikin anak orang nangis kejer sekarang?
Mereka mengkhawatirkanku karna aku pingsan? Tapi kenapa nangis segala?
"Tenanglah, aku kuat kok..." aku tidak yakin apa yang harus aku katakan. Keadaan ini benar-benar terjadi di luar perkiraanku.
Hokuto membuka suaranya, "kami selalu ada disini jika kau butuh seseorang, atau beberapa orang."
"Tenkousei! Kau tidak sendiri!" Ucap Akehoshi melanjutkan.
"Terima... kasih?"
- 𝓨𝓸𝓾𝓻 𝓼𝓲𝓭𝓮 -
Aku melihat sosok yang kurindukan itu berjalan gontai di lorong.
"NII-CHAAAAN!!!"
Aku menerjangnya tanpa aba-aba. Tapi kali ini ada yang aneh, dia menghindariku. Padahal biasanya dia pasrah-pasrah saja, bahkan membalas perlakuanku. Dia benar-benar melihatku seperti bayinya.
Tapi tidak untuk kali ini.
"Jangan sekarang, aku lelah. Diliatin orang-orang juga tuh."
Aku mengedarkan pandanganku. Benar katanya, orang-orang menatap kami aneh. Padahal mereka seharusnya sudah terbiasa, karna kami memang terkenal dengan sebutan 'pasangan berisik'.
"Nii-chan..."
"Maaf, aku ada latihan dengan ra*bits. Nanti saja ya,". Sosok mungil itu menjauh dariku. Membuatku semakin memikirkannya.
Aku punya salah padanya? Rasanya kemarin dia baik-baik saja.
"(Y/n)?"
Seorang bersurai abu-abu berdiri dihadapanku. Lagi-lagi dengan tatapan yang tidak bisa kuartikan.
"Maafkan dia, maafkan Nazunyan..."
Matanya memerah, berusaha menahan butiran air di matanya agar tidak jatuh.
Demi apa, seorang seperti Izumi Sena yang dingin, menahan tangis didepanku. Ini momen langka, dan seharusnya aku tahu itu. Dia tidak akan menangis tanpa alasan.
"Memang aku ngga terlalu deket sama dia, dia kadang cerewet banget, dia juga kadang ngehalangin aku sama yuu-kun. Tapi aku... aku ngga nyangka bakal secepat itu dia pergi. Bakal secepat itu dia ninggalin kamu."
Hah? Pergi?
Pergi buat latihan?
Tangisnya pecah, dan aku mulai panik. Udah dua orang nangis didepanku hari ini.
"Tapi (y/n)... aku yakin. Dia sayang kamu. Makanya dia pergi waktu kamu ngga sama dia. Dia ngga mau kamu liat dia pergi." Lanjutnya sambil mengusap pelan ujung kepalaku dan pada akhirnya meninggalkanku yang masih bengong di tempat.
HAH?
TUNGGU. AKU NGGA NGERTI.
Namun kini jelas, semua keanehan ini ada hubungannya dengan Nii-chan.
Perasaan buruk itu pun kembali. Perasaan buruk sebelum Nii-chan ke Osaka. Terjadi sesuatu di Osaka. Entah apa itu. Hanya saja aku merasa begitu.
Aku cepat-cepat berlari menelusuri jajaran ruang latihan. Aku ingin bertemu dengannya. Aku ingin bertemu dengan Nii-chan.
Tidak, aku harus bertemu dengannya.
Bruk.
Aku menubruk seseorang.
"Shinonon?"
Pria kecil berambut biru langit sebahu itu terlihat kacau. Matanya sembab, mukanya pucat, tidak seperti shinonon biasanya yang ceria.
"Onee-chan..."
Oh tidak, jangan lagi. Kau orang ketiga yang menangis di depanku hari ini tanpa ku ketahui alasannya, Shinonon.
Shinonon menangis sejadi-jadinya. "Onee-chan... maafkan aku... seandainya aku menghentikannya pergi sendiri waktu itu..."
"Sudahlah... coba ceritakan perlahan. Nee-chan ngga paham," aku menepuk-nepuk pelan punggungnya, menenangkan adik kelasku yang satu ini.
"Coba saja ra*bits berangkat bersama, mungkin kami akan ikut penerbangan siang... karna penerbangan pagi sudah pasti penuh untuk empat orang."
Aku masih mendengarkannya dengan seksama. Siapa tahu ini akan menjadi jawaban dari segala pertanyaanku mulai pagi tadi.
"... dengan begitu Nii-chan akan kembali dengan selamat."
Deg.
"He-hei, Shinonon, kau ini bicara apa? Nii-chan kembali dengan selamat kan? Kalian ada latihan kan setelah ini?"
"Tidak mungkin kami latihan tanpa Nii-chan," dia tersenyum ke arahku, senyum yang dipaksakan.
"Tunggu, pasti terjadi sesuatu. Tolong katakan padaku apa yang terjadi pada Nii-chan di Osaka." Tanganku yang awalnya menepuk punggungnya beralih untuk memegang kedua tangannya.
"Onee-chan... tidak tahu?" Dia membelalak kaget menatapku. Sungguh, aku tidak tahu apa-apa. Aku merasa bodoh, aku orang terdekatnya selain anggota ra*bits, tapi aku tidak tahu apa-apa.
Shinonon menunduk, dan berbicara pelan. Sangat pelan. Namun aku yakin satu hal, aku tidak salah dengar.
"Pesawat pagi yang Nii-chan tumpangi, mengalami kecelakaan."
Pada saat itu juga, duniaku hancur seketika.
"Bo-bohong, kemarin lusa dia menjengukku... pagi ini aku bertemu dia di lorong..." aku berusaha menelan kenyataan pahit ini, namun tidak bisa.
Makoto, Izumi-senpai, Shinonon. Sekarang aku mengerti.
Mereka tidak aneh karna menangis, justru aku lah yang aneh... karna aku bertemu dengannya.
- 𝓨𝓸𝓾𝓻 𝓼𝓲𝓭𝓮 -
"Tembus..."
Sekarang aku berada di atap. Tempatnya pertama kali menyatakan cinta padaku. Tempatku pertama kali jatuh cinta sedalam-dalamnya pada seseorang. Tempat yang spesial bagi kami.
Aku yakin akan menemukan 'dirinya' disana. Dan benar saja, aku menemukannya sedang menatap jenuh langit sore.
Aku tidak ingin dia menghindar lagi, aku langsung menerjangnya dan memeluknya dari belakang.
Tembus.
Dia sontak berbalik ke arahku. Dengan ekspresi terkejutnya yang sangat lucu bagiku.
"Kagetnya ngga usah gitu juga dong. Ada ya, hantu kaget sampe segitunya? Pantas saja... Nii-chan selalu mengelak saat ku terjang"
Dia hanya tersenyum. Senyum hangat yang biasa dia berikan padaku. Senyum yang tidak pernah berubah sejak awal kami bertemu. Tetaplah indah dimataku.
"Sudah kuduga, kau pasti akan menyadarinya..." ucapnya lemah.
"...cepat sekali, padahal aku masih ingin bersamamu..." dia melanjutkan perkataannya sambil mengerucutkan bibir mungilnya.
"Apa maksudmu?"
"Aku... membuat perjanjian."
"Perjanjian?"
Dia mengangguk, lalu mengisyaratkanku untuk duduk di hadapannya.
"Saat itu, aku hanya ingin melihatmu untuk yang terakhir kali. Jadi, aku ke sekolah. Eh tapi kamu malah pingsan, ya panik aku. Aku merasa masih tidak bisa meninggalkanmu" Dia tertawa renyah, sambil menatapku sendu.
"Maka dari itu aku membuat perjanjian, untuk tetap disampingmu. Perjanjian ini bakal hilang kalau kamu menyadari bahwa aku, bukan lagi bagian dari kehidupan ini."
"Jadi...?"
"Jadi... ya... sosok ini bakal menghilang sebentar lagi. Tapi... aku lega saat mendengarmu berkata 'aku kuat!'."
"Ya... kecewa juga sih, sekarang aku malah tidak bisa melindungimu. Padahal aku tau, kamu bisa rapuh kapan aja. Payah kan aku?" Dia tersenyum getir menahan rasa sedihnya.
"Tunggu, Nii-chan bukan lagi manusia kan? Kau bisa menghapus ingatanku tidak? Supaya aku lupa kalau Nii-chan udah enggak ada... jadi Nii-chan bisa lebih lama sama aku," aku memegang kepalaku dengan kedua tanganku, berusaha agar tidak terlihat sedih.
Dia akan pergi. Ya, dia benar-benar pergi kali ini.
Tidak akan ada lagi ucapan selamat pagi besok. Tidak akan ada lagi ucapan selamat ulang tahun untukku nantinya. Tidak akan ada lagi canda tawa disaat kami senang. Tidak akan ada lagi kehangatan dan pelukan darinya ketika aku memerlukannya.
Aku... benar-benar ditinggalkan.
Aku benar-benar sendirian.
Kenapa?
"Pfft... kamu ini bodoh atau polos sih? Aku ini arwah, bukan penyihir. Jadi makin sayang kan aku." Dia tertawa sambil menjitak dahiku yang tentu saja tidak terasa sama sekali.
Kenapa kau pergi secepat ini?
Tangisku pecah. Air mata yang kutahan susah payah, jatuh tanpa henti. Ingatanku bersamanya banyak yang terulang di kepalaku.
Saat dia menyatakan perasaannya padaku, saat aku membalas perasaannya, saat kami berdua tertidur di perpustakaan, saat dia menungguku di depan pagar rumahku hanya untuk mengembalikan bukuku sebagai alasan untuk bertemu. Saat dia menolongku dari dari hantaman bola tenis nyasar. --ahh, kenapa aku bisa ingat sampai hal sekecil itu sih?
Padahal aku ingin mengucapkan selamat tinggal yang sebenarnya dengan senyuman. Tapi aku hanya bisa menangis seperti orang bodoh.
"Hei... jangan nangis dong, jadi berat kan aku perginya kalo liat kamu kayak gini."
"Tapi..."
"Berbahagialah, kau berhak bahagia (y/n). Meski tidak bersamaku. Takdirmu bukanlah aku (y/n)." Dia merentangkan kedua tangannya-bersiap untuk memelukku, dia selalu seperti itu jika dia tahu aku butuh sandaran. Aku langsung memeluknya walaupun aku tau itu sia-sia.
"Tolong, berbahagialah untukku."
Pandanganku semakin kabur. Tidak, sosoknya yang semakin menipis.
Dia tersenyum padaku untuk yang terakhir kalinya dan mengatakan kalimat itu untuk yang terakhir.
"Terima kasih untuk segalanya, terima kasih sudah menjadi kebahagiaanku. Aku mencintaimu."
-end(?)
- 𝓨𝓸𝓾𝓻 𝓼𝓲𝓭𝓮 -
HUWA MAAP KALO KURANG NGEFEEL. T^T
Saya maunya ngerjain req pas liburan, tapi cuma jadi sebiji. Liburannya udah mau habis huwaa...
JANGAN LUPA VOMENT☆
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top