Tantangan
Elvan menutup pintu kamarnya dengan keras, kemudian melempar kunci motornya di atas meja. Laki-laki itu langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang, dan mencoba memejamkan matanya walaupun sebenarnya ia tak bisa begitu saja acuh dengan suara yang mengganggu di luar ruangan.
Hampir setiap hari Elvan mendengar pertengkaran kedua orang tuanya, entah itu karena masalah ibunya pergi dengan pria lain, atau ayahnya yang mengajak selingkuhannya ke rumah. Begitulah di balik kehidupan Elvan yang terlihat sempurna, ada kehancuran rumah tangga kedua orang tuanya. Ia pernah berpikir, mengapa kedua orang tuanya tidak memilih berpisah saja, dan mengakhiri semua drama membosankan ini. Ketika rumah tak sehangat dulu lagi, tidak ada cinta keluarga, tidak ada cinta di antara kedua pasangan, lalu apa yang perlu dipertahankan?
Entahlah ... ibunya pernah berkata, jika ia tidak akan cerai sebelum ayahnya yang menggugat cerai. Begitu pun sebaliknya, mereka sama-sama memiliki ego yang tinggi. Jadi tidak heran jika keduanya sama-sama tidak mau mengalah.
Hal itu yang membuat Elvan tidak pernah memiliki perasaan terhadap wanita. Semua wanita di matanya sama saja. Ia selalu mencoba mendekatkan dirinya dan memiliki hubungan selayaknya pasangan-pasangan di luaran sana. Namun, rasa takutnya perihal gagal dalam urusan percintaan telah menguasai dirinya, sehingga membuat laki-laki itu sulit untuk menyukai wanita. Ia tidak ingin ada orang yang mempertanyakan kejantanannya jika ia tidak memiliki perasaan terhadap lawan jenis, maka dari itu ia selalu bergonta-ganti pasangan.
Elvan menutup telinganya dengan bantal, ia melirik jam di atas nakas. Sudah pukul 01.45 malam dan kedua orang tuanya belum juga selesai berseteru. Elvan memegang kotak tabungannya, harusnya malam ini ia sudah bisa mengumpulkan uang untuk membeli apartemen. Tapi sialnya, ia kalah dan malah rugi 15 juta terbuang sia-sia. Ia sudah tidak sabar ke luar dari rumahnya, dan menghirup udara ketenangan yang sudah ia rindukan selama ini.
°°°
Siang hari di SMA Kesuma Bangsa, semua siswa berhamburan ke luar dari kelas untuk mengisi cacing-cacing di perut yang sudah meronta-ronta ingin di kasih makan.
"Van! Maafin gue, ya, semalem ngga dateng liat lo balapan!"
Elvan menoleh dan tersenyum. "Sans, lagian gue juga kalah. Jadi lo ga rugi kalo ga dateng," jawab Elvan.
Faik menepuk pundak Elvan, dan merangkulnya. "Kenapa lo bisa kalah, sih?" tanyanya.
"Iya nih, kan si Ardan jadi semena-mena di sekolah. Merasa jadi penguasa sekolah dalam waktu semalam," imbuh Haris yang tiba-tiba muncul di belakang Faik.
Faik adalah teman terdekat Elvan sedari mereka sekolah menengah, walaupun beberapa tahun mereka tidak pernah satu kelas dikarenakan nilai Faik yang di bawah rata-rata. Namun mereka masih tetap bersama ketika pulang atau istirahat. Selain Faik, Haris juga termasuk teman dekat Elvan dan teman sekelasnya yang bisa masuk kelas favorit seperti Elvan. Tapi bedanya, Haris masuk ke kelas favorit bukan karena nilainya, tapi karena ayahnya yang adalah penyumbang terbanyak pembangunan sekolah. Begitulah tidak adilnya dunia jika menyangkut uang.
"Entah, takdir lagi ngga berpihak ke gue," sahut Elvan seraya mengangkat kedua bahunya.
"Sabar, ntar ada waktunya lo jadi juara lagi, kok. Semalem kesepakatan kalian berdua apa aja?" tanya Haris. Sudah menjadi aturan jika hadiah atau kesepakatan balapan tidak bocor ke orang-orang, dan menjadi rahasia antar peserta, dan teman-teman dekat mereka.
Elvan dan kedua temannya duduk di tangga yang akan menuju ke atap sekolah, di sana adalah tempat biasa mereka beristirahat dan berkumpul dan merokok.
"Ardan ngasih tantangan konyol ke gue, ada yang kenal Alfira dari kelas 12 B? Gue disuruh macarin tuh gadis."
"Hahaha ...." Faik tertawa begitu keras. "Raja fakboy seantero sekolah disuruh macarin cewe doang? Itu terlalu mudah, ngga sih?"
"Masalahnya, gue harus bertahan selama sebulan," ujar Elvan seraya menyesap rokok di sela-sela jarinya. "Kalian tau, kan, gue gampang bosen."
"Tapi gue setuju dengan Ardan, walaupun gue ngga tau apa maksud cowo itu sebenernya. Lo kan ngga pernah tuh lama-lama pacaran sama cewe? Gue berani taruhan 5 juta kalo lo berhasil," ujar Faik.
"Gue 8 juta," sahut Haris yang ikut tertarik dengan saran Faik. "Tapi, kasian tuh cewe. Dia kan ga bersalah sama sekali, kenapa kita jadiin bahan taruhan?"
"Kan, mulai ... ga usah peduliin orang yang ngga lo kenal deh, Ris. Kebiasaan good boy lo bisa di rubah, ngga? Jadi fakboy kaya Elvan," celetuk Faik.
"Nggak!" Desis Haris. "Yaudah deh gue ngikut aja. 8 juta gue kasih."
"Nanggung, 10 juta sekalian. Gue setuju, lagian lo kan gampang tinggal nyuri di brangkas bokap lo, uang segitu ngga ada apa-apanya," ucap Elvan.
"Ish! Ngga boleh begitu lah, ini duit tabungan gue loh. Khusus buat lo biar lo bisa bucin lama sama cewe."
"Nah, bener. Sukur-sukur lo beneran jatuh cinta sama tuh cewe, jadi kan lo ga ngerebut cewe gue lagi," ledek Faik yang langsung mendapat tatapan tajam bak silet dari Elvan.
"Kalo gue bosen sebelum satu bulan?" tanya Elvan.
"Ya lo bayar gue 10 juta, bayar Faik 5 juta," jawab Haris seraya menarik turunkan kedua alisnya.
"Hmm ... baiklah, deal!"
"Deal!"
"Deal!"
°°°
Alfira Zidni Riani, gadis pendiam yang selalu menutup wajahnya dengan rambutnya yang tergerai. Gadis pendiam yang tidak memiliki teman satu pun. Wajahnya misterius, dan tidak banyak orang yang pernah melihat dengan jelas wajah gadis itu. Ada yang pernah bilang jika ia begitu cantik, ada juga yang bilang jika Alfura memiliki cacat di wajahnya yang membuat gadis itu selalu bersembunyi di balik rambut panjangnya.
Lebih anehnya lagi, Alfira akan menangis jika terkena tetesan air hujan. Ia akan membungkus rapat tubuhnya jika hujan turun, dan menutup telinganya dengan earphone agar tidak mendengar suara rintikan hujan.
Desas-desus tentang Alfira si gadis aneh terus menyebar di kelas, mereka beranggapan jika Alfira memiliki penyakit kulit yang akan alergi jika terkena air hujan.
Ada pun dengan Alfira, di balik sifatnya yang begitu pendiam. Ia memiliki mental yang kuat akan omongan teman-teman sekelasnya. Ia berpikir, selagi ia nyaman dengan apa yang ia lakukan, tidak masalah walaupun orang-orang membullynya. Lagian, sifatnya yang seperti ini tidak pernah sedikit pun berdampak kepada orang-orang sekitarnya. Mungkin membuat orang-orang membicarakannya hanyalah sedikit dampak yang tidak terlalu dipermasalahkan. Itu hanya perihal sifat manusia yang selalu mempermasalahkan sesuatu yang menurut mereka berbeda.
Alfira membalikkan novel yang tengah ia baca ke halaman berikutnya, matanya sekilas melirik ke arah di mana semua siswa perempuan tertuju di kelas itu. Ada siswa favorit yang masuk ke kelas, dan itu membuat semua gadis histeris tanpa sebab.
Alfira kembali menoleh ke tiga laki-laki yang terbilang tebar pesona di kelasnya itu. Mungkin hanya perasaannya saja, jika tiga laki-laki itu kini menuju ke arahnya. Atau ....
"Hai, Alfira."
Semua mata kini tertuju ke arah Alfira dengan bibir yang mulai berbisik ke teman di dekat mereka.
Alfira acuh dengan panggilan laki-laki itu dan kembali membaca novel romance favoritnya.
Elvan merasa dipermalukan dengan perlakuan gadis di depannya itu, wajahnya tidak terlalu jelas, jadi ia tidak bisa menyimpulkan seberapa cantik gadis itu hingga berani mengacuhkan laki-laki nomor satu di sekolah.
"Lo denger baby Elvan manggil lo, ngga sih?" tanya gadis yang kini melabrak Alfira. "Apa karna lo sering pake earphone, telinga lo jadi budeg?"
Alfira menoleh sekilas teman sekelasnya itu, Elsa si ketua geng yang sering membullynya. Ck! Secaper itu kah Elsa ke laki-laki kurang jelas ini?
"Iya ada apa Mas terhormat?" ujar Alfira tanpa menunjukkan wajahnya kepada Elvan.
"Ikut gue sekarang!"
"Etika ngomong sama orang tuh liat lawan bicaranya, bego!" ujar Elsa seraya menarik wajah Alfira agar menatap Elvan.
"Lepas, gue tau!"
"Tunggu! Kayaknya gue pernah ketemu lo deh," ujar Elvan sembari mengingat-ingat wajah Alfira. "Lo cewe yang semalem di tengah jalan---"
"Stop!" sela Alfira seraya menutup mulut Elvan. Alfira juga tiba-tiba teringat kejadian semalam ketika ia terjebak, lebih tepatnya dijebak di tengah hujan. "Iya, gue ikut lo."
Alfira kemudian membuntuti Elvan ke luar setelah membuat semua penghuni kelas tercengang tidak percaya dengan kejadian tiba-tiba itu. Mereka tidak pernah berpikir, gadis seperti Alfira bisa dikenal Elvan.
_TBC_
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top