Kantin

           Elvan membawa Alfira ke luar dari kelas yang ramai, ia bergumam dalam hati, “Sial, ternyata cewek yang semalem itu Alfira. Kenapa  harus cewek ini yang jadi taruhan gue, sih?”

Mengingat kekalahan Elvan saat balapan dengan Ardan disebabkan oleh Alfira yang berdiri di tengah jalan waktu itu. Elvan tidak bisa baik-baik saja melihat Alfira, ingin rasanya ia memberi pelajaran dengan gadis yang telah membuat masalah semakin besar itu. Jika semalam Alfira tidak di sana, mungkin Elvan sudah bisa beli apartemen sendiri, dan tidak terjerat tantangan konyol dari Ardan dan dua temannya.

Elvan membawa Alfira ke halaman sekolah yang biasanya tak begitu ramai oleh para siswa. Terlihat di dalam kelas yang mereka lewati banyak pasang mata yang memperhatikan mereka.

Alfira juga mendengar banyak yang berbisik kenapa dirinya bisa bersama Elvan.

“Aaada apa?” tanya Alfira dengan nada yang terdengar gugup. Ayolah siapa yang tidak gugup dalam keadaan seperti ini, semua orang tahu jika sudah berurusan dengan Elvan akan tamat riwayatnya.

 “Ngga ada, gue cuma pengin ketemu lo?” jawab Elvan mencoba rilex dan tenang melihat Alfira walaupun dalam hati ia sudah amat marah pada gadis itu. Ia harus mengontrol dirinya kali ini, demi apartemen impiannya, dan demi ke luar dari rumah nerakanya itu.

“Apa lo mau marah ke gue?”

“Marah soal?”

“Tentang semalem,” lirih Alfira tanpa melihat Elvan.

"Itu yang pengin gue omongin, lo semalem kenapa? Bikin orang khawatir aja."

Alfira mengedipkan matanya beberapa detik, khawatir? Dia siapa?
"Ngga ada, cuma pengin main hujan doang."

"Tapi ...." Ah sudahlah, kali ini Elvan harus mengiyakan jawaban Alfira yang kurang masuk akal itu. Padahal jelas-jelas semalam gadis itu terlihat ketakutan.

“Yaudah, lupakan soal semalem," jawab Elvan dengan ramah.

“Terus ada urusan apa lo nyari gue?”

“Emmm ... gue sering perhatiin lo, dan gue tertarik sama lo," ujar Elvan nada dengan lemah lembut. "Mau ngga kita temenan dulu, sukur-sukur lo langsung mau jadi pacar gue."

"Gila!"

"Alfira ngga sebodoh itu, Elvan. Lo pikir gue ngga tau sifat lo yang suka gonta-ganti cewe?" gumam Alfira dalam hati.

Apa lagi teman, mendengar ucapan Elvan membuat Alfira menjadi kanget dan bingung. Pasalnya hampir seluruh siswa di sekolahnya tidak ada yang mau berteman dengannya. Tapi kali ini ada seorang laki-laki yang menjadi idaman para gadis di sekolah ingin berteman dengannya. Apa ini mungkin?

"Emang apa masalahnya?"

Alfira hanya diam sembari memperhatikan wajah Elvan, ia yakin laki-laki itu pasti merencanakan sesuatu.

"Banyak," desis Alfira sebelum akhirnya pembicaraan mereka terjeda karena terdengar suara bell suara tanda masuk kelas dan memulai pelajaran.

“Ngga ada penolakan, ntar istirahat kedua kita ketemu di kantin, oke!” ucap Elvan sambil berjalan meninggalkan gadis yang masih mematung di tempat.

Alfira hanya mengangkat bahunya sekilas, terserah dengan apa yang laki-laki itu mau. Setidaknya ia sudah sedikit merasa lega mendengar jawaban Elvan yang tidak mempermasalahkan dirinya yang menghalangi jalan semalam.

           ……..

Di dalam kelas yang tenang, hanya terdengar suara dari guru yang sedang menjelaskan pelajaran, di pojok ruangan, Alfira termenung sambil memikirkan apa yang barusan ia alami. Ia tidak percaya bahwa Elvan ingin bertemu dan berteman denganya. Pasti ada sesuatu yang direncanakan laki-laki itu.

“Kenapa si Elvan bersikap seperti itu, sih. Argh! gue kan jadi bingung! Mana ucapanya manis banget gitu, Aih Elvan lo bikin gue merinding."

“Alfira ... Alfiraaa … Alfiraaa!” Panggil Bu Risma secara tiba-tiba.

“Emmm, iya bu," jawab Alfira dengan kaget dan panik.

“Tolong perhatikan Ibu jangan bengong dengan tatapan kosong, bisa kesurupan kamu," ucap Bu Risma dengan nada agak tinggi.

"Paling lagi mikirin nasib buruknya, Bu," sahut Elsa dengan ekspresi menghina. Kemudian di susul beberapa tawa meledek seisi ruangan kelas.

Sebelum pelajaran berlangsung beberapa menit lalu, semua gadis di kelasnya bertanya perihal alasan Elvan yang tiba-tiba menemui Alfira. Namun, tidak pernah digubris gadis itu.

“Baik, Bu. Saya minta maaf," ujar Alfira mencoba kembali fokus memperhatikan pelajaran Bu Risma, walaupun pikirannya masih terngiang-ngiang suara Elvan.

……

 Semua siswa berhamburan ke luar dari kelas ketika mendengar suara bell istirahat. Begitu pun dengan Alfira, sebelum melangkah pergi, ia membereskan beberapa bukunya terlebih dahulu ke dalam laci.

"Heh! Lo denger ngga, si, orang nanya?"

Alfira menoleh sekilas kemudian mengangkat kedua bahunya seraya berjalan ke luar dari kelas. Tidak ada sedikit keniatan untuk menjawab hal yang tidak penting menurutnya.

Untung saja Alfira memiliki mental sekuat baja, jadi ia tidak terlalu memikirkan jika akan tertindas teman-teman sekelasnya lagi karena masalah Elvan.

“Hei, ikut gue makan, yuk!" Alfira kembali dikagetkan dengan suara Elvan yang ternyata sudah menunggunya di depan kelas.

“Bisa ngga, ngga usah ngagetin orang!” jawab Alfira ketus.

"Ya maaf, ngga usah jutek gitu juga kali," ujar Elvan seraya merangkul pundak Alfira.

"Ngga usah sok akrab gitu juga kali," tukas Alfira seraya menyingkirkan tangan Elvan di pundaknya, dan berjalan mendahului Elvan.

"Mau ke mana? Arah kantin sebelah sini!"

"Toilet."

Elvan berlari mengejar Alfira. “Mau gue temenin, ngga? Hehe,” ucapnya dengan nada sedikit meledek.

“Gausah."

“Jangan jutek gitu dong, nanti manisnya ilang. Kalo gitu gue tunggu di kantin, ya. Gue traktir makan makanan favorit lo di Mang Saprol,” ujar Elvan.

“Sok tau, ga ada makanan favorit gue di sana," jawab Alfira. Entahlah letak lucunya di mana, kali ini Alfira ingin menertawakan ekspresi Elvan yang terlihat malu.

"Loh, iyakah? Yaudah makanan apa aja yang penting sama gue."

Tanpa persetujuan Alfira, laki-laki itu langsung pergi dari sana. Dengan wajah tampannya yang penuh tebar pesona, Elvan mampu membuat para gadis yang ia lewati merona pipinya. Begitu pun dengan wajah Alfira yang ngga bisa dibohongi, pipi gadis itu terlihat sudah seperti kepiting rebus. 

…..

Setelah selesai dari toilet, Alfira pergi ke kantin untuk menemui Elvan. Bukan karena apa, gadis itu hanya ingin menghindari terjerat masalah jika tidak mengikuti apa yang Elvan mau. Jadi, mau-tidak mau, ia harus menuruti perintah Elvan jika tidak ingin mendapat masalah lebih besar lagi.

“Alfira, di sini!” panggil Elvan dari sudut kantin di meja depan gerobak Mang Saprol.

Alfira pergi menuju meja tempat Elvan sedang duduk di sana bersama kedua teman laki-laki itu. Setiap langkah Alfira menjadi pusat perhatian para gadis yang merasa iri denganya, terlihat dengan jelas mereka menatap Alfira dengan pandangan yang tidak mengenakkan, tatapan mereka yang sepertinya ingin menerkam tidak dihiraukan oleh gadis itu.

“Lo mau pesen apa?” tanya Elvan dengan ramah sembari menyodorkan kertas menu.

"Gue si baso aja, Van," sela Faik yang langsung mendapatkan tatapan mematikan dari Elvan. "Maksud gue Haris, pindah aja yuk Ris, dari pada di sini jadi nyamuk orang uwu-uwuan."

Haris yang sedari tadi sibuk bermain ponsel kini menoleh ke arah Alfira. Merasa kasihan dengan wajah gugup Alfira, laki-laki itu langsung mengangguk dan bangkit untuk pindah meja.

“Gue ngga laper," jawab Alfira dengan acuh.

"Terus lo ke sini mau ngapain kalo bukan untuk makan? Cuma mau liat wajah gue?”

Alfira menoleh sekilas dengan tatapan malas, bisa-bisanya ada orang sepede Elvan. Ia Alfira akui jika laki-laki itu memang tampan, dan enak dipandang. Tapi, kan niat Alfira bukan itu. “Terserah lo aja kalo gitu.”

“Yaudah, kalo gitu gue pesenin batagor sama es teh, ya?”

“Iya,” sahut Alfira.

“Mang batagor satu sama es the buat si cantik Alfira,” tukas Elvan kepada Mang Saprol yang kini sudah berdiri di depannya.

“Siap, siapa lagi tuh Den Elvan yang dibawa sekarang hehe,” sahut Mang Saprol kepada Elvan sambil tertawa ringan.

“Ah, bukan urusan Mang Saprol,” ujar Elvan sembari tersenyum.

“Alvira?!”

“Iya apa? gue ngga budek, jadi ngga usah kenceng-kenceng kalo manggil.”

“Ya maaf, minta nomor teleponmu, dong!?”

“Buat?”

“Komunikasi lah, masa iya mau jadi heaker,” ujar Elvan.

“Gue ngga hafal," jawab Alfira seraya membenarkan rambutnya agar tetap menutupi wajah.

“Hah? Lo serius ngga hafal nomor lo sendiri?” tanya Elvan dengan curiga.

“Iya gue serius," jawab Alfira. Lagi pula tidak ada yang punya nomor ponselnya di sekolah, jadi ia tidak terlalu khawatir jika Elvan akan mendapatkan nomor ponselnya.

Elvan mendekatkan kursinya agar tepat di samping Alfira. "Daya ingat lo rendah, kah?"

"Sembarangan!"

“Ini Den, Batagor sama es tehnya,” ucap Mang Saprol sambil membawa makanan yang Elvan pesan.

“Makasih Mang,” sahut Elvan seraya menyodorkan makanan ke Alfira. "Ini pesananmu."

“Makasih,” tukas Alfira dengan muka datar. Melihat batagor dengan toping timun, ditambah saos dan bumbu kacang membuat selera makan Alfira naik. Apa lagi melihat es teh yang pasti menyembuhkan dahaga Alfira selama beberapa jam ini.

Alfira memakan makanan yang di pesan Elvan dengan cepat dan tidak menghiraukan Elvan yang terus menatapnya. Semakin Elvan memperhatikannya, semakin cepat pula Alfira makan. Mungkin gugup bercampur lapar yang Alfira rasakan saat ini.

"Kenapa, si, rambut lo selalu nutupin wajah?" tanya Elvan hendak membenarkan rambut Alfira yang sangat mengganggu pemandangan itu, namun sudah dulu ditampas gadis itu.

"Terserah gue dong, lagian bukan urusan lo juga, kan?" jawab Alfira ketus, setelah selesai makan, gadis itu bangkit dari duduknya dan sedikit mengulas senyum di wajahnya walaupun tidak terlihat jelas, "Makasih traktirannya!"

“Oke, sama-sama,” jawab Elvan dengan sedikit jengkel.

"Baru kali ini gue nemu cewek se-menjengkelkan Alfira. Cantik, engga. Jual mahal, iya. Awas aja ya, gue buat bucin tingkat dewa, terus gue tinggalin, mampus!" decak Elvan seraya mencabik-cabik makananya.

"Dosa, itu makanan banyak yang membutuhkan di luaran sana," sela Haris dengan kewibawaannya.

"Bacot, lo!"

"Astaghfirullah ... ngga boleh ngomong gitu! Sabar, Van. Gadis lima belas juta, loh dia,"  sambung Faik, kemudian memakan batagor Elvan yang masih tersisa banyak.

"Itu makanan gue, gue masih laper tau."

"Pesen lagi, Haris yang bayarin," ucap Faik seraya tersenyum ke arah dua sahabatnya itu.

°°°

Alfira masih menjaga jarak dengan Elvan, ia masih berpikir bahwa ia hanya target selanjutnya dari kebrengsekan Elvan yang buaya itu. Meskipun dari lubuk hatinya yang paling dalam ia merasa tidak enak telah cuek kepada Elvan yang y
bersikap baik padanya. Ia hanya menutupi rasa gugupnya saja karena laki-laki itu terus memperhatikannya, di tambah semua penghuni kantin yang juga berbisik tidak jelas tentang dirinya.

Alfira merasa bingung, karna selama ini ia tidak pernah di dekati oleh seorang laki-laki. Ini untuk pertama kalinya Alfira di dekati oleh seseorang. Jadi ia juga tidak begitu mengerti bagaimana menghadapinya.

_TBC_

A Novel Story By
alichyeon & heijohns

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top