[Season 2] Chap 4 : Everything Is Broken
- 2.4 -
Dirinya tahu akan bagaimana endingnya. Dari yang termanis, hingga yang terburuk.
Tapi sejujurnya, Amona telah memprediksi bahwa ending terburuklah yang akan dialaminya di masa depan. Bukan berarti ia merasa pesimis. Bukan berarti ia merasa tak ada masa depan cerah untuknya dan kekasihnya.
Dirinya hanya merasa yakin dengan firasatnya itu
Tapi-
Kenapa Amona tetap memilih untuk menjalaninya?
Apakah karena ia terlalu terpikat dengan seorang Goldenweek? Apakah itu berarti dia tidak-
"Amona!"
Wanita itu terperanjat di tempatnya. Buru-buru ia menoleh, dan memandang bodoh seniornya yang tengah balik menatapnya dengan tatapan menyelidik.
Amona mengangkat alis. Memberi pertanyaan tersirat 'ya? Ada apa?' kepada wanita berambut cokelat di sampingnya-Xianlu.
"Ayo pergi," Xianlu berucap. Memilih untuk mengabaikan pertanyaan yang terbayang di benaknya, dan fokus pada misinya. "Sebelum para ENIGMA itu semakin menjadi."
"Ah, i-iya!" Jawab Amona segera mengikuti langkah Xianlu.
Tidak.
Amona jelas menyukai-tidak. Lebih dari itu. Ia mencintai Goldenweek. Segenap jiwa dan raganya.
Karena itulah -
- 2.4 -
"Kalau begitu, sia-sia saja kita mencarinya," December berkomentar kepada Gleen lewat alat komunikasinya. "Dan lagi, kenapa kau baru ingat sekarang? Bukankah ini namanya-!!"
Iris jingga gelap itu membelalak bersama perasaan merinding yang menyelimutinya.
["Ada apa December-
Mengabaikan suara Gleen yang terdengar di telinganya, December mundur selangkah dari Amona.
[BARRIER]
Dalam keadaan perisai cahaya yang belum seutuhnya berdiri, Amona menerjang ke arah December tiba-tiba. Salah satu tangannya terulur ke depan, dan berhasil menghancurkan perisai cahaya December yang belum mencapai 100% terbentuk. Alhasil, perisai itu hancur berkeping-keping. Tangan Amona yang terulur ke depan, sukses meraih leher December tepat di tengah.
Yang kemudian, wanita FROTENCE itu langsung mendorong December jatuh ke belakang.
Rintihan keluar dari mulut December ketika belakang kepalanya mencium permukaan dengan keras. Dan bisa ia rasakan beban tubuh Amona menahan tubuhnya untuk tetap di permukaan tanah.
"Pe ... pergi ...! Dariku ...!" December mengepalkan salah satu tangannya. Membawanya ke udara, dan melancarkan sebuah tinju ke wajah Amona.
Sang FROTENCE mengelak dengan mudah. Yang setelahnya, tampak Amona langsung menahan kepalan tangan December dan menahannya kuat.
Tangan yang lain datang menyusul. Tapi tak jauh berbeda dengan sebelumnya, Amona berhasil menghindari pukulan December dengan mudah. Dan kini, ia memiliki masing-masing tangan si defender di genggamannya.
"Ah ... menyebalkan ...," gerutu Amona dengan nada datar. Lalu tiba-tiba, memposisikan kedua tangan December di atas kepala sang wanita.
Gerakan itu cukup bertenaga dan tak diduga. Yang mana hal tersebut membuat December menggeretakkan giginya kuat, untuk menutupi rasa sakit yang diterima di bagian kedua bahunya.
"Sungguh ... benar-benar menyebalkan," tambah Amona sembari menundukkan kepala. Menatap manik jingga gelap December lurus dari atas tubuh wanita berambut pendek itu. "Mendengar komentar soal kesetiaan darimu, sungguh menyebalkan December,"
December mengerutkan keningnya.
"Huh? Melantur apa lagi kau ini?" sahut December.
"Kau yang sudah meninggalkan sahabat-partner-bisa-bisanya mengomentari soal kesetiaan," balas Amona tajam.
Kali ini, ucapan itu berhasil mengubah sedikit raut wajah December. Dan melahirkan perasaan tak nyaman di perutnya. Tapi gambaran tersebut hanya berlangsung sekilas saja.
"Apa yang terjadi padaku dan Kanne bukan urusanmu, Amona," balas December dengan nada tenang. Begitu pula raut wajah tenangnya yang berusaha ia pertahankan.
"Sama denganku juga," sahut Amona, "apa yang kualami dengan Goldenweek, sama sekali bukan urusanmu. Tapi ...,"
December mengerjap. Menyadari sesuatu dari sosok Amona.
Dengan jarak tubuh mereka yang terbilang dekat, December bisa melihat kedua bahu wanita berambut pink itu gemetar. Dan dari keadaan mereka yang saling bertatapan, sang defender menyadari beberapa air mata mengalir dari pipi Amona. Itu membasahi pipi putihnya yang sedikit lecet karena luka pertarungan.
"... tapi aku sungguh mencintainya ...," sambung Amona, "aku sadar hubungan kami akan berakhir buruk. Dengan aku dan dirinya yang berada disisi berbeda ... aku sadar itu sepenuhnya ...! Karena itulah aku selalu menutup mata. Mengabaikan fakta siapa dirinya, dan terus menjalin hubungan sebagai seorang kekasih. Aku sadar diriku jahat! Aku ... aku sadar itu! Tapi ... tapi ... aku tak bisa melepaskannya ...!"
Cengkeraman tangan yang December rasakan di atas kepalanya, perlahan melunak bersama jeritan tangis dari sang Ignis Filiorum yang pecah.
Baik December maupun Gleen-December yakin Gleen bisa mendengarnya jauh di tempatnya berada-semua membisu. December hanya terdiam di tempatnya, membiarkan Amona meminjam salah satu bahunya untuk menyembunyikan tangis yang jelas tak bisa disembunyikannya dari December.
Suara tangisan itu seolah memecah teriakan orang-orang yang tengah berperang di sisi lain. Saat ini, tak ada hal lain yang bisa didengar December kecuali kepedihan wanita bersurai merah muda tersebut.
Ya, Amona sangat mencintai Goldenweek. Segenap jiwa dan raganya.
Karena itulah ia akan membuang harga dirinya-tidak!
Lebih dari sekedar harga diri.
"Hei, December ...," panggil Amona dengan suara paraunya, "aku tahu ini sungguh egois. Tapi aku ... aku ingin memohon sesuatu padamu sebagai ... sebagai sosok yang pernah menjadi rekanmu dulu. Dan ini ... ini akan menjadi permohonan pertama dan terakhirku padamu ...,"
December masih membisu. Tak berniat menjawab, tapi ia akan membiarkan Amona mengutarakan apa yang ada dipikirannya.
Dirinya memanglah jahat. Ia tak tahu sudah berapa nyawa yang sudah dibunuhnya.
Tapi jauh di dalam lubuk hatinya yang terdalam, December masih memiliki rasa peduli. Ia masih menempatkan beberapa orang di FROTENCE di sweet spot yang ada di hatinya.
Dan salah satunya adalah wanita di depannya ini.
Karena itulah December membiarkannya.
Oleh sebab itulah dia mendengarkannya.
"December ...," Panggil Amona lagi. Wajahnya ia angkat dari bahu December perlahan.
Wajahnya kacau. Surai pink lurus nan halusnya terlihat berantakan. Kedua pelupuk matanya tampak sembab. Dan manik biru itu begitu berkaca-kaca.
"Tolong ... tolong selamatkan Goldenweek," ucap Amona dengan penuh harapan, "aku ... aku akan mengatakannya. Tapi kumohon berjanjilah padaku ... untuk menyelamatkannya."
Ah itu dia.
Sebuah janji.
Dan December memiliki firasat tak enak soal janji ini. Yang tidak lain tidak bukan adalah-
Sebuah akhir.
- 2.4 -
Semua tampak gentar kepadanya. Kepadanya yang mendasari segala perubahan. Tapi itu adalah masa lalu. Gambaran dari sosok yang dahulu dipercaya membawa perubahan, kini berubah menjadi mimpi buruk dunia. Mimpi buruk bagi mereka.
Mereka yang terpilih.
Mereka yang dipercaya akan menjadi awal perubahan.
Namun, kala sosok yang dahulu begitu mereka hormati melakukan sesuatu diluar dugaan, mereka semua terpaku di tempat. Seolah tak mempercayai apa yang baru saja terjadi.
Walau jelas sekali, gerakan tangan itu nyata dilakukan. Jelas sekali, tangan itu mencongkel mentah-mentah bola mata yang dimiliki salah satu dari anggota E.I.G.H.T tersebut.
Sora.
Hanya empat huruf itu saja.
Dan jelas, sosok kecil berambut pirang pucat itu terlihat tengah membulatkan tubuh kecilnya di atas lantai. Seolah melindungi apapun yang ia sembunyikan di balik tubuhnya.
Tapi dirinya tidak sedang melindungi apapun. Tak ada yang perlu dilindunginya, jika apa yang terjadi berlalu begitu cepat. Dalam satu hitungan detik. Dalam satu kedipan mata. Itu terjadi. Dan apa yang bisa dirasakannya hanyalah rasa sakit luar biasa, yang dirasakan mata kirinya.
Mata kiri yang seharusnya ada di pelupuk matanya.
"Kau ...!" Seo tiba-tiba muncul di dekat laki-laki kecil itu. Namun, ada sosok lain yang diincarnya. Yang barusan telah mencongkel bola mata Sora dari pelupuknya. "Orang tua berengsek!"
Pukulan dihempaskan lurus ke wajah pria berambut hitam bergradasi putih yang berdiri di dekat Sora. Tapi dengan mudah, tinjuan itu ditepisnya.
"Apa?" Pria tersebut-Amatora, menyahut dengan santai usai menepis pukulan Seo. Dan menjaga jarak dari wanita itu. Tangan kanannya terlihat menggenggam sesuatu yang kecil berbentuk bulat.
"Tak perlu marah-marah begitu, No.1," tambah Amatora mengukir senyum. "Kau-ah tidak. Kalian akan mendapat giliran masing-masing untuk mengembalikan apa yang kalian miliki kepadaku. Jadi-
Detik itu, ketika rangkaian kalimat tersebut terucap dari bibir Amatora, 6 orang yang berada di tempat itu merasakan hal yang sama. Dan firasat tersebut menjeritkan hal serupa kepada diri mereka masing-masing.
Kalahkan dia, atau aku akan mati!
Tapi sayang, semuanya sudah terlambat ketika Amatora menekan sebuah tombol dari remote kecil di tangan kirinya.
Dan mereka semua bertekuk lutut dalam rasa sakit yang luar biasa.
- 2.4 -
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top