Chap 9 : Protective

- 9 -

"Oya? Boss utamanya datang juga rupanya,"

Langkah Goldenweek yang hendak menghampiri Latte terhenti oleh suara seseorang. Yang jelas langsung dapat ia kenali.

"Madness," sebut Goldenweek dengan nada datar. "Lama tidak bertemu ya,"

Madness membuang darah yang terkumpul di mulutnya ke tanah. Karena pukulan Latte sebelumnya, ada beberapa giginya yang lepas. Dan tulang pipinya sedikit retak. Sedangkan Grim Reaper, sosok itu tampak sudah menghilang. Tapi sabit hitam-merah milik Madness, masih berada dalam genggamannya.

"Masih saja bertingkah tenang seperti itu," komentar Madness yang entah bermaksud menghina atau lainnya. "Aku heran darimana asalnya sifat tenangmu yang kelewat batas itu. Atau ... serum Roseffila β type yang menghapus setengah dari emosimu?" Ia menyeringai. Tanpa ragu membuka fakta bahwa Goldenweek bukanlah korban dari ARC-LAB Tragedy.

Tapi Goldenweek tak menyahut. Tampak tak terusik dengan fakta yang baru disebutkan Madness. Ia justru fokus pada Latte yang tengah terduduk sembari memegangi keningnya--toh fakta tadi juga sudah diketahui para pimpinan squad ENIGMA--yang jelas sekali, bagian itu tampak tergores oleh serangan Grim Reaper.

"Kau bisa berdiri?" tanya Goldenweek mengulurkan tangannya kepada Latte.

Wanita pendek itu mengangguk. Menerima uluran tangan Goldenweek, dan perlahan berdiri dari posisi duduknya.

"Hei, jangan abaikan aku!" rengek Madness menyentak-nyentak kakinya.

"Aku tak mengabaikanmu," jawab Goldenweek dengan tenang. Menyerahkan Latte kepada Christina yang baru saja tiba. "Coba berbaliklah"

Madness dengan spontan berbalik. Tapi seketika, tubuhnya mematung saat melihat jarum kristal berwarna hitam legam, berada sangat dekat dengan wajahnya--atau mata tepatnya. Jika Madness tanpa sengaja melangkah maju sedikit saja, ia bersumpah, jarum itu pasti akan menusuk bola matanya.

"Uh ...!" Madness mengeratkan giginya. Tangannya mengepal, dan mengutuki keadaan yang diterimanya.

"Menyerahlah, Madness," ujar Goldenweek dari tempatnya, "lagipula, kali ini kalian sudah kalah. Sejak awal kau datang untuk menangkap yang lain, kau sudah kalah dari Latte. Posisi pimpinan wilayah ini telah kosong, dan telah diisi oleh ENIGMA,"

"Jika sudah direbut, aku hanya perlu merebutnya lagi," balas Madness perlahan berbalik menghadap Goldenweek lagi.

"Sayangnya, kelompokmu pasti takkan mengizinkannya," sahut Goldenweek lagi.

"Apa yang kau tahu tentang-"

Ucapan Madness terhenti seketika ketika ia menangkap suara dari earphone di telinganya. Dan tak perlu waktu lama, Goldenweek bisa melihat ekspresi kesal Madness tergambar sepintas di wajahnya.

"Fine," sebut Madness usai menyelesaikan pembicaraannya dengan markas pusat FROTENCE. "Kalian menang kali ini, ENIGMA. Tapi untuk selanjutnya, aku takkan melepaskan kalian. Dan akan kupastikan bisa membawa kepala atau mayatmu kepada Smile, Goldenweek,"

"Aku ragu mereka mengizinkanmu melakukan itu," balas Goldenweek memetikkan jarinya. Membuat jarum-jarum kristal hitam di belakang Madness pecah menjadi kepingan kecil di udara, yang perlahan menghilang. "Mereka terlalu baik. Dan keadilan mereka yang manis itu tidak cocok untuk sifat gilamu."

"Berbicaralah sesukamu, Goldenweek," komentar Madness mengayunkan sabitnya. Yang pada detik berikutnya, senjata panjang itu tampak menghilang dari genggamannya. "Aku hanya melakukan perintah seseorang." Iris merah Madness menatap Goldenweek penuh arti. Yang hanya dibalas pria berambut cokelat keemasan itu dengan tatapan tenangnya yang khas.

"Oh ya, Amona sangat merindukanmu loh," tambah Madness saat hendak pergi, "gooch mei, ENIGMA."

Goldenweek terus menatap kepergian Madness hingga nyaris lupa berkedip. Dan sejujurnya, ada perasaan tak suka ketika nama kekasihnya disebutkan disini.

Helaan napas terlepas darinya ketika melihat Madness telah hilang dari pandangan. Dan setelahnya, Goldenweek tampak dikejutkan oleh suara panik Christina yang memanggil nama Latte.

- 9 -

Laki-laki bertubuh agak pendek dengan rambut pirang pucat itu, berlari melewati koridor panjang markas ENIGMA yang akan membawanya ke ruang medis. Tapi, ketika ia berbelok di sebuah pertigaan, dirinya tak dapat menahan lajunya. Alhasil laki-laki tersebut tak bisa menahan tubrukan yang terjadi dengan seorang remaja berambut hitam berkuncir satu.

"Aduduh ...," Remaja yang tak lain adalah Kaori, terduduk sambil mengusap keningnya.

Sedangkan orang yang menubruknya--tanpa sengaja--tampak gemetaran ketakutan di hadapan Kaori. Yang juga ikut terduduk. Air mata mulai menggenang di pelupuk mata kanannya yang tak tertutupi eye patch.

"V-V-Vieg ... Kaori," sebut laki-laki berambut pirang pucat itu gemetar. Tapi tak lupa memanggil Kaori dengan embel-embel nona.

"Jalan itu pakai mata, bodoh!" sentak Kaori. Yang langsung membuat lawan bicaranya tersentak dan menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. "Mentang-mentang hanya punya satu mata, kau jalan seenaknya! Kau benar-benar bodoh, Sora!"

Bibir Sora--nama dari laki-laki berambut pirang pucat itu--terlihat gemetar. Yang pada akhirnya, tangisan pun pecah darinya.

"Cengeng sekali! Hanya tertubruk begini saja kau sudah menangis. Bagaimana bisa kau menyebut dirimu ini laki-laki!" sentak Kaori tanpa ragu. Walau jelas sekali, laki-laki di hadapannya itulah yang lebih tua. "Payah! Payah!"

"Hentikan itu," pinta Vanilla tiba-tiba telah berdiri di belakang Kaori, dan tanpa ragu menjitak kepala remaja itu.

Kaori spontan langsung merintih. Menoleh ke belakang sembari mengusap kepalanya yang baru saja dijitak oleh Vanilla.

"Vanilla? Kapan kau datang?" tanya Kaori kemudian.

"Baru saja," jawab Vanilla dengan santai. "Dan Kaori, sudah berapa kali kukatakan untuk berhenti terus-terusan membuat Sora menangis,"

"Aku tidak membuatnya menangis," koreksi Kaori membela diri. "Sora saja yang cengeng. Sedikit-sedikit menangis, sedikit-sedikit menangis. Payah. Laki-laki tapi cengeng," Si remaja kemudian segera beranjak. Mendengus kasar sembari bersedekap dan membuang muka dari Sora yang masih terduduk sambil sesenggukan.

Vanilla sendiri hanya menghela napas mendengar penuturan Kaori. Ia memang tahu Kaori tak pernah bisa akur dengan Sora. Dan Sora sendiri memang cukup berbeda dengan laki-laki pada umumnya. Dimana laki-laki bermata satu itu ialah sosok yang lemah lembut, sabar, penakut. Dan yang utama serta sering, menjadi senjata utama Kaori untuk meremehkannya adalah, sifat cengeng Sora.

"Sudah, sudah, hentikan tangisanmu, Sora," ujar Vanilla menghampiri laki-laki itu. Dan menyodorkan sapu tangan pink yang bagian tengahnya, tergambar wajah Vanilla tengah tersenyum lebar. "Nih, seka air matamu itu."

Sora menerima sapu tangan itu kemudian. Menyeka air matanya, yang membasahi pipinya. Tak lupa, ia mengganti eye patch-nya dengan yang baru--yang tidak basah.

"Maaf soal tingkah kasar Kaori ya," ujar Vanilla lagi mengulurkan tangan kepada Sora. Yang langsung di sambut laki-laki itu. "Anak ini hanya iri saja denganmu karena tak bisa bertingkah selayaknya seorang gadis,"

"Siapa yang iri?" sahut Kaori menatap Vanilla tajam. "Jangan sembarangan mengambil kesimpulan, Vanilla. Sudahlah, aku tak mau terus-terusan menghirup udara yang sama dengan laki-laki jadi-jadian ini. So, I'm out."

Kaori melambai pelan kepada Vanilla. Lalu melangkah pergi dari koridor tersebut, meninggalkan ketua squad-nya bersama pimpinan Squad N itu.

"Anak itu benar-benar deh," komentar Vanilla usai Kaori tak lagi nampak dari pandangan. Lalu fokus kembali pada Sora.

"Ingin menjenguk Latte?" tanyanya kemudian.

Sora mengangguk. "Apa Vanilla baru saja menjenguk Latte juga?" balasnya balik bertanya.

"Yups," Vanilla menjawab.

"Apa ... Latte baik-baik saja?"

Kali ini, Vanilla tak menjawab. Hanya tersenyum lembut kepada Sora.

"Kau bisa melihatnya sendiri," jawab Vanilla akhirnya, "namun, tak ada yang perlu dikhawatirkan. Latte berada di tangan yang tepat,"

Sora tersenyum tipis. Mengangguk setuju akan ucapan Vanilla.

"Tapi ... apa kau sungguh ingin menjenguknya dengan keadaanmu yang seperti ini?" tanya Vanilla memastikan. Memerhatikan penampilan Sora yang cukup berantakan. "Kau baru kembali dari misi, 'kan?"

Sekali lagi, Sora mengangguk. "Tidak apa," ucapnya, "Sora juga perlu melakukan check up,"

"Baiklah, terserah kau saja," ujar Vanilla tersenyum lebar. "Kalau begitu, aku harus pergi sekarang. Jam kerjaku masih belum selesai." Vanilla meraup cepat tubuh Sora. Membawa laki-laki bermata satu itu dalam dekapan erat sesaat.

"Sudah ya. Sampai ketemu lagi," salam Vanilla menepuk bahu Sora. Lalu melangkah melewati si pirang.

"Ah!" Teringat sesuatu, Sora segera berbalik untuk mengejar wanita berambut pink pucat itu. "Vanilla, sapu tangannya-"

"Ambil saja!" balas Vanilla sedikit berteriak. "Di tempatku, aku masih menyimpan banyak. Tata!" Ia melambaikan tangan sambil memunggungi Sora. Memanggil nama Kaori yang ternyata masih menunggu Vanilla, agar keduanya bisa kembali bersama-sama.

"Oh ya, Latte." Bisik Sora teringat akan tujuan utamanya, dan segera ia pergi menuju ruang medis.

- 9 -

"Kalau begitu aku serahkan sisanya padamu, Ketua," ujar Vhytia berpamitan usai memeriksakan keadaannya, serta membantu Gleen merawat Latte.

Pria berambut cyan blue itu mengangguk. "Terima kasih untuk kerja kerasmu hari ini, Vhytia. Beristirahatlah. Akan kuomeli Latte setelah ia sadar nanti," ujarnya.

"Tolong jangan lakukan itu," sahut Vhytia tersenyum masam. Lalu ganti memusatkan perhatiannya pada Sora yang sudah berada di ruang medis.

"Sampai jumpa, Sora," salam Vhytia melambai kepada laki-laki berpenutup mata itu. Sebelum akhirnya pergi meninggalkan ruang medis.

Setelah Vhytia pergi, Sora segera melangkah menghampiri Gleen. Dan saat ia baru saja buka mulut, pria yang lebih tinggi darinya itu sudah buka suara lebih dulu.

"Ia baik-baik saja," jelas Gleen tahu apa yang hendak dipertanyakan Sora.

Ya, semua anggota ENIGMA tahu bahwa Sora adalah orang kedua yang cukup protektif dengan Latte. Jadi, tidak mengherankan laki-laki pirang itu langsung meluncur menjenguk Latte begitu mendengar berita soal apa yang dialami wanita berkulit gelap itu.

"Ini hanya efek samping dari Roseffila Drugs yang diminumnya," tambah Gleen menjelaskan. "Tapi secara keseluruhan, aku nyatakan ia baik-baik saja,"

Sora menghela napas lega. "Syukurlah," sebutnya penuh syukur. "Tapi, siapa yang menjadi lawannya? Hingga Latte harus meminum obat itu,"

Gleen membisu. Terlihat menyibukkan diri dengan holo-tab di tangannya.

"Aku takut kau mempertanyakan itu," ujar Gleen akhirnya. Yang mana, jawaban itu sudah dirasa cukup bagi Sora.

"Sora ... akan pergi sebentar. Pemeriksaannya akan Sora lakukan setelah Sora kembali," ujar Sora bersiap melangkah. "Dan Sora takkan lama."

Tanpa menunggu balasan Gleen, Sora segera pergi ke pintu ruang medis. Keluar dari ruangan itu, lalu mengambil ponselnya yang tersimpan di saku celananya untuk mengirim pesan kepada seseorang.

[ 》Besok, di tempat biasa di Unidentified Distric, pukul 3 sore.《 ]

And send.

- 9 -

Note:
Hayo, siapa yang dikirimi pesan? :v

Btw, ane hendak menyebutkan nama 7 squad atau divisi dalam organisasi ENIGMA. Tapi, bagi yang belum disebutkan siapa pimpinannya, maka tidak akan ane tuliskan namanya. Nanti kalian akan tahu sendiri.

Ini dia 7 squad yang menjadi pilar utama ENIGMA:
1. Squad E
- Leader: ???
2. Squad N
- Leader: Sora
3. Squad I
- Leader: Merlin
4. Squad G
- Leader: Latte
5. Squad M
- Leader: Gleen
6. Squad A
- Leader: ???
7. Squad DA (Double Agent)
- Leader: Vanilla

Hehe. Iya. Nama squad mereka, ane ambil dari huruf enigma itu sendiri. Kecuali Squad DA, yang ane ambil dari huruf pertama kalimat 'double agent'. Penamaan yang simpel sekali, 'kan? :v
Begitulah, karena ane malas yang ribet-ribet.

Dan ada yang bisa menebak kira-kira siapa pimpinan Squad E dan Squad A? Yang bisa nebak, ane kasih ucapan selamat! :v
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Here character of the day:

*my mind when recolour her hair.*
'warna jingga itu berarti oranye. Oranye itu warna jeruk. Tapi jeruk ada yang kuning.' *cek mbah gugle*
'oke, ini udah jingga, 'kan? Kok kayak masih agak kuning. Geser dikit deh angka hue-nya. La? Kok jadi rada merah?
Au ah, gelap!' (」°ロ°)」

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top