Chap 6 : This Is Our Party
— 6 —
Bom molotov dilemparkan ke arah barisan polisi dari Grance Distric yang bersembunyi di balik perisai besi. Puluhan tembakan pun dilepaskan ke arah mereka secara bersamaan, dan tanpa henti. Kerusakan tak terelakkan. Pertumpahan darah pun tak terelakkan. Baik itu dari pihak aparat, Unpossessor musuh maupun ENIGMA.
Anne melangkah maju dengan ekspresi tenang. Para anggota Squad G yang tengah berlindung, menatap sosok wanita muda itu semringah.
Dirasa dirinya telah berada di posisi yang sesuai, langkah Anne terhenti. Dan dengan tenangnya berdiri di antara kerusuhan yang ada.
"Oychof, ENIGMA." Bisik Anne dengan senyum seringai yang terpatri kemudian di bibirnya.
[Hands of Abbys]
Tangan-tangan hitam muncul tiba-tiba di bawah kaki para polisi di hadapan Anne. Itu tampak meliuk-liuk, dan menyerang kaki mereka dengan membabi buta.
Para polisi merintih kesakitan akan serangan yang diterima di kaki mereka. Mereka terlihat mencoba menyerang tangan bayang-bayang itu dengan menginjak-injaknya. Tapi hasilnya, nihil.
"Ayo serang lebih tinggi!" seru Anne mengepalkan tangan kirinya. Membuat tangan bayangan yang ada, terlihat keluar lebih tinggi dan menyerang tubuh bagian atas para polisi tersebut.
["Uh ... That's nasty, Anne,"]
Suara laki-laki terdengar dari sebuah earphone yang terpasang di telinga Anne. Dan wanita muda itu mendengus akan komentar yang didengarnya.
"Itu bukan menjijikkan, V," balas Anne akhirnya balik mengomentari. "Itu adalah seni,"
["Seni? Aku ragu kau bahkan paham apa itu seni,"]
Ditengah sesi berbicara--berdebat--Anne dengan V, serangan berupa tembakan, datang kearahnya tanpa ia duga.
[Crystalization]
Sebuah perisai yang terlihat berasal dari es, muncul di hadapan Anne dan menahan peluru yang mengarah kepadanya. Perisai tersebut begitu kuat. Bahkan peluru yang entah berasal dari mana itu, tak berhasil menggoresnya sedikit pun.
"Anne, fokus dengan lawanmu," ujar Vhytia berdiri di belakang Anne.
"Ini salah V yang mengajakku berdebat ditengah pertarungan," balas Anne membela diri.
["Dan kenapa kau mau saja meladeniku?"]
Suara V terdengar menyahut. Dan itu tak hanya didengar oleh Anne saja. Vhytia pun juga. Karena, alat komunikasi itu memang diberikan kepada semua anggota Squad G yang ikut dalam misi kali ini.
["Kalian berisik,"]
Kini ganti suara Latte yang terdengar dari alat komunikasi. Dan suara wanita itu terdengar tak suka.
["Jika kalian masih berisik, aku takkan mentraktir kalian minum nanti,"]
"Ini salah V, Ketua!" rengek Anne.
["Berhenti menyalahkan orang, dan fokus pada apa yang di depanmu!"]
"B-baik!" jawab Anne refleks membuat pose hormat.
— 6 —
Latte menghela napas di dalam sebuah lift yang tengah bergerak naik menuju lantai 10. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali. Merasa pusing memiliki bawahan seperti Anne.
Sekarang ia terpikirkan. Apakah Goldenweek akan memberinya izin andai Anne dipindahkan ke squad lainnya? Mungkin Squad I milik Merlin? Agar wanita muda berambut hitam itu mampus dihajar setiap waktu oleh Merlin.
Yap, semua anggota ENIGMA tahu bahwasanya Merlin tidak menyukai Anne.
Suara dentingan lift membuat Latte tersadar dari lamunannya. Ia mengembuskan napas yakin, dan sedikit membenarkan sarung tangan besi yang ia kenakan. Lalu begitu pintu lift terbuka otomatis, Latte langsung menyerbu dua polisi yang telah menunggunya di depan lift.
Dua polisi itu membawa sebuah senapan laras panjang di masing-masing tangan mereka. Dengan cepat, Latte memukul keduanya ke bawah hingga terlepas dari genggaman mereka.
Belum selesai dengan itu, Latte langsung melanjutkan dengan sebuah tendangan samping yang mengarah ke pelipis polisi yang ada di sisi kanannya. Tendangan tersebut berhasil mengenainya, sekaligus mendorong tubuh polisi laki-laki itu ke arah kiri. Yang mana, membuat polisi tersebut menabrak rekannya yang berdiri di sampingnya.
Keduanya terjatuh dengan saling menindih. Dan pada kesempatan itu, Latte tampak menginjak ujung pegangan salah satu senapan laras panjang milik dua polisi sebelumnya. Pijakan itu tepat mengenai bagian yang diharapkan Latte. Sehingga membuat senjata api tersebut berdiri tegap ke atas.
Tangan Latte segera menyambarnya. Menarik bagian kuncian pelurunya, dan menembakkanya ke kedua polisi di dekatnya bergantian, tepat di kepala mereka.
Darah perlahan mengalir, dan Latte terlihat menunduk untuk melihat arah gerakan darah itu sembari mundur selangkah. Agar darah itu tak menodai sepatu sneakers hitam-putih bergaris jingga yang dikenakannya. Tapi, noda berbau anyir itu terus bergerak seperti mengejar kemana Latte pergi.
"Itu dia!"
Seruan seseorang sukses mengejutkan Latte. Wanita pendek berkulit gelap itu spontan mendongak, lalu menoleh ke sisi kirinya dimana ada tiga polisi yang baru tiba. Submachine gun berjenis UMP 9 berada dalam dekapan mereka masing-masing dan, telaj siap untuk menembak.
"Tembak!" perintah salah satu polisi memberi sinyal.
'Dasar tak sabaran!' Batin Latte seketika berjongkok untuk meraih salah satu mayat polisi yang dibunuhnya barusan.
Tubuh tak bernyawa yang masih hangat tapi tak bertenaga itu diangkatnya segera. Dan Latte segera bersembunyi di belakang mayat tersebut. Sehingga peluru yang semula ditujukan kepadanya, otomatis ganti mengenai mayat polisi laki-laki yang Latte berdirikan itu.
Tembakan berhenti bersamaan dengan umpatan 'minoritas tak tahu diri!', yang diucapkan oleh salah satu tiga polisi itu. Tapi terima kasih, karena ucapan itu sukses mengaktifkan killer mode dalam diri Latte.
This is her main mission. So, she can do whatever she want. Dan yang utama, ENIGMA is Grim Reaper.
Begitu sadar tembakan telah berhenti, Latte segera berlari dari tempatnya semula ke sisi kiri, sambil membawa senjata api curiannya. Membiarkan perisai mayat yang digunakannya tadi, jatuh ke lantai. Ia berlari ke sisi dinding koridor tempat pertarungan itu berlangsung. Memanjatnya--berlari di dinding--dengan sempurna, Lalu menolakkan tubuhnya dengan dorongan dari kedua kakinya.
Tiga polisi tersebut refleks mengikuti kemana Latte pergi. Dan saat mereka baru saja memposisikan diri sesuai di tempat Latte berada, salah satu dari mereka--yang berada di sisi kiri--tidak beruntung karena mendapat pukulan keras dari belakang pegangan senapan tepat di keningnya.
Satu berhasil ditumbangkan--setidaknya untuk sementara--tersisa dua.
Saat Latte baru saja menapaki permukaan, tembakan sudah dilepaskan oleh dua polisi yang tersisa. Latte menunduk segera dan kembali melangkah. Senapannya ia buang, dan tangannya langsung bergerak menerjang ke atas. Mendorong dagu polisi yang paling dekat darinya ke atas--yang sukses membuat polisi itu menggigit lidahnya sendiri--lalu dilanjutkan dengan sebuah pukulan lurus ke arah perut.
"UARGH!!"
Polisi itu seketika meringkung. Rasa sakit di lidah, dagu dan, perutnya berpadu menjadi satu seperti bubur. Meski serangan bertubi-tubi itu tidak sampai membunuhnya, tapi tetap saja sakit. Belum lagi yang memukul menggunakan sarung tangan besi.
That must be feel so good.
"Dasar jalang!" polisi terakhir segera memutar tubuhnya. Menekan pelatuk submachine gun-nya tanpa pikir panjang.
Latte berhasil menangkap gerakan itu. Dan dengan posisi polisi di depannya tengah membungkuk, itu jelas bisa menjadi tumpuannya.
Dengan gerakan yang lihai, Latte memanfaatkan punggung lebar polisi di hadapannya sebagai tumpuan untuk melompatinya. Berpindah--berlindung--di belakangnya, dan menarik rambutnya dari belakang dengan kuat. Cukup untuk membuat polisi itu secara terpaksa meluruskan tubuhnya, sehingga menjadi sasaran tembak rekannya sendri.
Tak berniat menunggu tembakan berhenti, Latte mendorong tubuh di depannya ke arah polisi yang tersisa. Spontan, polisi tersebut langsung menangkap tubuh rekannya itu. Dan saat perhatiannya teralihkan, Latte segera menyerbu. Tangan kanannya mengepal kuat dan terlihat memercikkan aliran listrik.
"This is over, Mr.Policeman!" seru Latte yang sukses menarik perhatian polisi itu.
Pukulan dilancarkan dengan kuat dari sisi kanan, dan polisi itu tak memiliki kesempatan itu menghindar. Membuat pelipis kanannya sukses dihantam sarung tangan besi--beralirkan listrik--dan menghempaskannya ke dinding.
Pukulan terakhir itu bertenaga bukan main.
["Wow. Rasanya seperti baru menonton pertandingan beladiri,"]
Suara V tiba-tiba terdengar dari earphone yang dikenakan Latte. Wanita itu menghela napas.
"Kau tidak diminta menjadi komentator kami, V," balas Latte meraih UMP 9 yang ada, dan membawa benda itu bersamanya menuju satu polisi yang belum tewas. "Kau diminta Vanilla menjadi operator. Paham?"
["Oh, jangan diambil serius senior Latte. Dan komentarku barusan sungguh tulus dari hati,"]
"Terserah apa katamu lah," sahut Latte malas. Lalu menembakkan kepala polisi yang pingsan itu dengan beberapa kali tembakan. "Sekarang, katakan padaku dimana lokasi pasti ruangannya,"
["Sisi kanan ujung koridor."]
"Roger it." Jawab Latte membuang senjata api di tangannya, dan mulai melangkah ke sisi kanannya. "and oychof, ENIGMA."
— 6 —
Vhytia tak tahu, mengapa ia selalu berpikir bahwasanya Squad G itu sedikit--ya, sedikit--lembut. Mungkin, karena pimpinan dari squad tersebut terlihat sering bertingkah lucu di saat ia bebas tugas. Namun, setelah ia ikut andil dalam misi Latte dan Squad G, dugaan itu justru menjadi sebuah kesalahan besar.
Squad G ...
That squad is so fuckin madness!
Sungguh. Vhytia tak pernah mengira bisa melihat anggota squad yang dipimpin Latte, membantai lawan mereka dengan tersenyum. Seolah, mereka menganggap semua ini adalah permainan yang memang dibuat untuk memuaskan hasrat mereka sendiri.
Squad yang diikuti Vhytia--Squad M--andai ia boleh berkata jujur, cukup membosankan. Pimpinannya jelas memiliki pribadi yang bisa dikatakan berbanding terbalik dengan Latte. Tapi entah mengapa, Vhytia merasa squad yang dikepalai oleh Gleen itu, membuatnya tak nyaman.
Ditengah kerusuhan yang tengah terjadi, samar-sama terdengar suara langkah kaki serta suatu benda yang diseret. Dan tak jauh di garis belakang, tampak sang pimpinan Squad G yang tengah melangkah sembari menyeret sesosok mayat pria tanpa kepala, dengan tangan kanannya.
Langkahnya kemudian terhenti, saat dirinya telah berada di garis depan, Latte membuang mayat yang dibawanya ke hadapan polisi Grance Distric dan Unpossessor Oraton Distric, yang masih bisa berdiri.
"Pimpinan kalian sudah jatuh," ujar Latte dengan senyum. Wajah wanita bertubuh pendek itu, terlihat ternodai oleh darah di beberapa titik. "Artinya wilayah ini resmi milik kami, ENIGMA!"
Sorakan terdengar dari belakang Latte. Para anggota ENIGMA, secara tidak langsung menyatakan kemenangan mereka.
"Yang benar saja!"
Salah satu Unpossessor lawan, dengan berani melawan pernyataan itu.
"Kami belum kalah!" tambahnya lagi.
"Masa bodoh kalian sudah kalah atau belum," balas Latte masa bodoh. Salah satu kakinya menapak di atas tubuh mayat di depannya. "Tapi jika pimpinan kalian sudah jatuh, itu jelas bahwa tidak lagi yang memimpin wilayah ini, 'kan? Dan kami para ENIGMA, telah menggantikan posisi kosong itu!"
Sorakan kembali diteriakkan oleh ENIGMA. Termasuk Anne yang terdengar paling lantang di antara lainnya.
"Selain itu, coba pikirkan baik-baik," ujar Latte lagi melebarkan kedua tangannya. Senyum kesombongan terukir di bibirnya. "Apa kalian mampu melawan kami, hm? Tentu saja ti-"
["Senior Latte! Aku mendapati seorang Possessor dengan energi yang besar, datang mendekat!"]
Suara V yang terdengar dari earphone Latte, seketika menghentikan ucapan wanita pendek itu. Ia mengerjap, dan seketika membelalak akan sosok laki-laki berambut putih acak-acakan yang tiba-tiba telah berada di hadapannya. Posisinya sedikit membungkuk, sabit besar berwarna hitam-merah tergenggam di tangannya kanannya.
Tapi, tanpa perlu melihat wajahnya ataupun memaksanya menyebutkan namanya, Latte tahu siapa sosok tersebut. Sabit itu, ia mengenalinya betul.
"Mad—!!"
Belum selesai Latte berucap dan mencoba menghindar, sabit itu telah diayunkan lebih dulu. Menggores dada Latte dengan arah serong ke kanan.
"Ketua!" jerit Anne terkejut melihat luka gores yang panjang itu, tergambar di tubuh Latte.
"Ugh ...!" Latte menggeratkan giginya kuat. Mencoba menjauh untuk berjaga-jaga andai serangan lain datang kepadanya.
Namun terlambat.
Baru saja ia hendak bergerak mundur, laki-laki sebelumnya--yang menebasnya--menendang kuat luka tebasan Latte yang masih baru itu. Yang mana, tindakan itu sukses membuat tubuh Latte terasa mati rasa, dan tak memiliki tenaga untuk melawan hempasan dari sepakan itu.
"Belum selesai, ENIGMA," ujar laki-laki berambut putih itu memutar sabitnya, lalu menghentakkan ujung tongkat sabitnya ke permukaan.
[Three Scars]
Sesuatu berwarna merah, muncul di permukaan dan bergerak ke arah Anne berdiri. Bentuknya mirip seperti bilah sabit yang dibawa laki-laki tersebut. Dan itu terlihat membesar begitu sudah semakin dekat dengan Anne.
Tapi tiba-tiba, sosok Vhytia muncul di hadapan Anne. Mengangkat tangan kanannya ke depan, dan menciptakan sesuatu di hadapannya.
[Crystallization]
Perisai es muncul di saat-saat terakhir. Menahan serangan dari laki-laki tersebut, tepat pada waktunya. Tapi kali ini, goresan ganas tampak tergambar di perisai itu. Serangan dari laki-laki tersebut, lebih kuat dayanya.
"Cih, class defender ya," komentar laki-laki itu memutar sabitnya. Membenarkan posisinya memegang. "Bakal repot jadinya kalau begini,"
"Kau ...," Anne menyipitkan mata. Menatap tajam sosok laki-laki berambut putih acak-acakan dan bermata merah darah itu. "Madness,"
"Yo, Anne," Laki-laki yang ternyata memiliki tubuh pendek--tidak selisih jauh dari Latte--itu, tersenyum sinis kepada Anne. Id card berlambangkan organisasi FROTENCE, menggantung di lehernya. "Bagaimana kabar Squad G setelah kutinggalkan?"
— 6 —
Note:
Well ... I'm so having fun making this chapter ^ but tired too :v
Thanks goodness, now this is over ~
But
Fvck with my fuckin brain.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top