Chap 5 : Before Party

— 5 —

ENIGMA itu dibagi menjadi 7 divisi atau squad. Yang masing-masing squad-nya, dipimpin oleh satu orang ketua. Baik itu seorang Possessor maupun Unpossessor.

Latte sendiri adalah pimpinan Squad G. Dan jika ditanya sekuat apa anggota yang tergabung dalam squad-nya itu, jawabannya adalah who knows? Bagi ENIGMA, tidak ada gunanya memikirkan siapa yang terkuat, atau siapa yang terlemah. Semua anggota ENIGMA itu kuat. Tapi disisi lain juga lemah.

Mirip seperti manusia biasa, 'kan? Mereka sempurna. Tapi disisi lain, mahkluk yang juga memiliki ketidaksempurnaan.

Selain itu, ketimbang memikirkan hal bodoh dan tak berguna itu, lebih baik mereka memikirkan cara untuk bisa sedikit hidup lebih lama.

— 5 —

Dengan ditemani Anne dan Vhytia, Latte tampak berada di sebuah mobil sedan putih yang melaju menuju Oraton Distric. Tentunya, ia menyuruh Anne yang mengemudi. Karena faktor tinggi badan, itu menyulitkan Latte untuk mengemudi.

Merepotkan.

Sebelum misi Squad G dimulai, ada seseorang--atau mungkin dua orang--yang perlu ditemui Latte, untuk mendapatkan lokasi pasti misinya. Juga informasi tambahan lain yang tak didapatkannya via pesan.

Sejujurnya, suasana di Oraton Distric bisa dibilang sedikit lebih tenang ketimbang Choria Distric. Walau salah satu distrik di Archimedia itu juga terkena dampak ARC-LAB Tragedy. Tapi, jangan mengharapkan ketenangan yang indah, di dunia yang sudah dilanda chaos ini.

Karena ketenangan di dalam konteks ini, jelas memiliki artian yang berbeda.

Lalu, bagaimana dengan No Man Lands sendiri? Yang juga menjadi salah satu distrik yang terdampak kabut atau asap serum Roseffila. Distrik itu tidak perlu dipertanyakan lagi keadaannya. Karena bagian tersebut telah sepenuhnya dikuasai oleh organisasi ENIGMA.

"Ketua," Suara Anne yang terdengar dari kursi pengemudi, seketika sukses menarik perhatian Latte dari ponselnya.

"Apa? Kau lupa membawa bekal permenmu?" balas Latte terdengar sedikit sarkastik.

"Tidak, bukan itu!" sahut Anne terdengar merengek. "Ini soal ... um ...," Anne menghentikan ucapannya. Matanya terlihat mencuri-curi pandang ke arah wanita berambut pink yang duduk di belakang.

"Oh," Tahu siapa yang tengah dibicarakan, Latte langsung membalas. "Memangnya kenapa? Toh, tidak ada aturan yang melarangnya,"

"Eh?! Tapi aku ditolak oleh Merlin saat memohon untuk ikut dengannya dalam misi. Ini tidak adil!"

"Bukan tidak adil. Kau saja yang bodoh, karena meminta hal semacam itu kepada Merlin."

"Jahat! Ketua jahat sekali!" Anne terdengar merengek-rengek seperti anak kecil. Tidak cocok dengan umurnya yang sudah menginjak 21 tahun. "Kenapa Ketua selalu jahat kepadaku, tapi sangat lembut dengan lainnya! Mana yang namanya keadilan? Aku ini bawahanmu, Ketua!"

"Sekali lagi aku mendengar kau merengek ini itu, aku akan mencoretmu dari misi ini," ancam Latte, "dan jangan konyol. Aku tidak bersikap lembut pada siapapun. Kau ataupun yang lain, semuanya kuperlakukan sama."

Selama perdebatan panas--dan bodoh--itu berlangsung, Vhytia hanya diam menyaksikan dengan seulas senyum terpatri di bibirnya. Melihat perdebatan dua orang di kursi depan itu, rasanya menyenangkan.

Apakah seperti ini Squad G itu?

- 5 -

Mobil berhenti di depan sebuah bar yang berlokasi di wilayah barat Oraton Distric. Menyadari mobil berhenti, Vhytia tampak bingung. Ditambah dua orang yang ada di depan, terlihat bersiap-siap akan keluar dari mobil.

"Apa misinya di sini Latte?" tanya Vhytia penasaran.

"Hm? Oh tidak," Latte menjawab dari kursi depan, "kita perlu mengunjungi Vanilla terlebih dulu, untuk meminta lokasi pasti dan informasi tambahan yang tak disampaikannya lewat pesan tadi,"

"Bertemu Vanilla di bar ini?"

"Ya, dia bekerja di sini," Latte menunjuk bar yang ada di seberang jalan tempat mobilnya terparkir. "Tunggu. Kau tak tahu soal ini?"

Vhytia menggeleng.

"Kalau begitu, kau beruntung bisa ikut denganku hari ini," balas Latte, "nah, ayo masuk."

Tanpa berniat menunggu balasan Vhytia, Latte segera keluar dari mobilnya. Menyeberangi jalanan sepi tersebut, dan masuk ke bar yang memiliki nama HEAVEN BAR itu.

Suara lonceng tua berbunyi nyaring ketika pintu bar dibuka oleh Latte. Semua pengunjung, spontan langsung menjatuhkan pandangan ke arahnya. Alunan musik yang dimainkan oleh DJ laki-laki, terdengar menggema dan serasa memenuhi tempat itu.

"Ras kulit gelap," komentar salah seorang pengunjung yang berada cukup dekat dengan pintu masuk. "Kupikir mereka sudah tak ada lagi di Shoenia. Minoritas seperti mereka, jelas semakin tak punya tempat dengan keadaan seperti ini. Hahaha."

Meski tempat itu berisik oleh alunan musik DJ, tapi Latte masih bisa menangkap pembicaraan pengunjung itu. Karena posisi mereka memang cukup dekat. Dan bohong jika itu tidak membuat telinga Latte terasa panas. Sebagai Unpossessor korban rasisme, ia amat sangat membenci orang rasis. Dan rasa benci itu sudah mendarah daging. Hingga akhirnya, kebencian itulah yang membawa Latte kepada ENIGMA.

"Um ... kau tak apa Latte?" tanya Vhytia khawatir.

"Hahaha!" Latte nampak tertawa sombong sesaat. Tapi di telinga Vhytia, tawa itu terdengar pahit. "Aku baik-baik saja. Jangan khawatir,"

"Mereka mau dihajar saja?" tanya Anne kemudian.

"Biarkan saja," jawab Latte berusaha untuk tidak peduli. "Bukan itu tujuan kita datang kemari."

Dengan langkah yang berusaha tampak tegas, Latte pun mendekat ke meja bar yang ada di ujung seberang pintu. Di balik meja tersebut, tampak sosok Vanilla tengah melakukan atraksi juggling dengan sangat lihai. Ia terlihat seperti bartender sungguhan.

"Hai, Latte!"

Sadar kedatangan wanita mungil itu, Vanilla segera menyapanya dengan semangat serta senyum. Tapi, saat dirinya menyadari aura tak mengenakkan menyelimuti Latte, senyumnya sirna.

"Tunggu. Kenapa auramu terasa suram begitu?" komentar Vanilla tersenyum miring.

"Kami mendengar pengunjung bar ini membahas soal kaum minoritas," jawab Anne mewakili.

"Apa?!" Suara Vanilla meninggi. "Mana yang membicarakan itu?"

Anne hanya menunjuk dengan gerakan kepalanya ke arah tiga pengunjung pria di dekat pintu masuk. Mereka terlihat sibuk bermain kartu.

"Dasar tak tahu diuntung!" sebut Vanilla kesal. Melompati meja barnya dengan tangan kanannya sebagai tumpuan, dan berjalan menghampiri pengunjung yang ditunjuk Anne sebelumnya.

"Hei, Vanilla sudah biarkan saja," ujar Latte menahan salah satu lengan wanita berambut pink pucat itu. "Toh mereka tak menyakitiku,"

"Tidak bisa!" Vanilla menyentak tangannya hingga terlepas dari genggaman Latte. "Bar ini tidak menerima pelanggan sampah seperti itu!" Dan kembali, ia melanjutkan langkahnya.

"Vanilla!" panggil Latte masih berusaha menahan Vanilla.

"Percuma saja, Latte,"

Suara perempuan mengintrupsinya tiba-tiba. Membuat Latte berbalik ke sumber suara tersebut. Dimana di depan meja bar, di salah satu bangku bar, tampak sosok remaja perempuan berambut hitam sepunggung yang dikuncir gaya ponytail tengah duduk di sana. Segelas minuman yang Latte yakini non-alkohol, tergenggam di tangannya.

"Vanilla bukan tipe orang yang akan membiarkan hal seperti itu," tambah remaja itu lagi memandang Latte dengan mata hijau zamrud-nya. Yang sedikit berpadu dengan cahaya warna-warni dari lampu bar. "Ngomong-ngomong, kalian terlambat. Kau tidak dibayar untuk datang terlambat, Latte,"

"Aku memang tidak dibayar, Kaori," balas Latte apa adanya, "dan lagi, ini bukan tempat yang cocok untuk dikunjungi oleh anak dibawah umur sepertimu,"

"Ha! Aturan semacam itu tak berlaku untuk anggota Squad DA sepertiku," balas Kaori sombong.

"Jangan sampai Vanilla mendengar itu," peringat Latte, "dia akan-!!"

Suara kaca pecah yang diiringi dengan suara teriakan Vanilla, spontan menarik perhatian Latte, Anne, Vhytia dan Kaori. Keempatnya--dan pengunjung yang mendengar itu--spontan tampak menoleh bersamaan ke sumber suara tersebut.

"Jangan coba-coba kembali kemari sebelum kalian menyucikan otak rasis kalian!" sentak Vanilla kepada tiga pengunjung laki-laki yang diusirnya--ralat, dihajarnya. "Tempat ini bukan untuk manusia seperti kalian!" Dan setelahnya, Vanilla segera berbalik menghampiri kembali rekan ENIGMA-nya. Senyum manis khasnya, tampak telah terpatri kembali di bibirnya.

Kekacauan yang diperbuatnya sebelumnya, dianggapnya seolah tak pernah terjadi.

"Seperti yang diharapkan dari mantan anggota gerakan anti-rasis," komentar Latte tersenyum miring. Yang dibalas Vanilla dengan cengiran tanpa dosa. "Dan ini menjawab rasa bingungku, kenapa kau selalu mengeluh gajimu yang sering dipotong,"

"Padahal aku melakukan ini dengan niat baik!" balas Vanilla membela diri.

"Tapi tidak dengan merusak tempat milik orang juga," sahut Latte menghela napas.

"Nah! Mari lupakan hal sebelumnya, dan izinkan aku mengulangi sambutan tadi!" ujar Vanilla kemudian mengganti topik, "halo Latte! Terima kasih sudah datang. Dan kau juga Anne," Pandangannya ganti tertuju kepada Anne. Melambai kepadanya sesaat, sebelum ganti kepada Vhytia. "Dan Vhytia juga!"

"Halo, Vanilla," balas Vhytia dengan senyum tipis.

"Eh? Vhytia?" sebut Vanilla seketika tersadar akan kehadiran seseorang, yang tidak semestinya. Dan dengan cepat, wanita berambut pink pucat itu menyambar lengan Latte dan membawanya menjauh dari teman sesama ENIGMA-nya.

"Kenapa Vhytia juga ikut dengan kalian?" tanya Kaori terdengar penasaran. Yang mana, pertanyaan itu berhasil menarik perhatian Anne dan Vhytia dari dua pimpinan squad yang berbeda itu.

"Latte yang mengajakku," jawab Vhytia dengan jujur.

"Sungguh ia yang mengajakmu?"

Vhytia terdiam. "Secara harfiah, ia memaksaku," koreksinya dengan senyum getir.

"Haha! Sudah kuduga," sahut Anne, "tipikal Ketua sekali!"

"Apanya yang tipikalku?" sahut Latte yang tampak sudah kembali bersama Vanilla di sampingnya.

Mendengar sahutan itu, Anne seketika langsung mengatup mulutnya rapat. Sebelum akhirnya menjawab, "Bukan apa-apa, Ketua!" katanya bohong. Tapi, itu demi kelangsungan hidup.

Latte menatap Anne penuh selidik. Seolah mencari tahu fakta sesungguhnya, yang disembunyikan wanita muda berambut hitam bergradasi jingga itu.

"Baiklah! Ayo kita mulai pembahasan yang sesungguhnya!" pekik Vanilla seketika membuyarkan fokus Latte kepada Anne. "Nah, duduklah kalian. Kaori akan membantu menjelaskan hal yang belum kusampaikan."

Tiga tamu bar itu--Latte, Anne dan Vhytia--pun segera duduk di kursi kosong yang berjejer di depan meja bar. Sedangkan Kaori, ia terlihat sudah berpindah ke sisi dalam--tempat bartender meracik minuman--meja bar.

"Sebelum itu, aku ingin memastikan," ujar Kaori lebih ditujukan kepada Latte, "kau sudah tahu lokasinya, 'kan?"

Latte mengangguk. "Wilayah utara," jawabnya, "itu ... cukup dekat dengan Grance Distric. Tapi, mengingat begitu acuhnya distrik itu, maka bukan-"

"Sayangnya tidak untuk kali ini," potong Kaori tak sabaran. "Polisi dari Grance Distric juga ikut menjaga wilayah itu,"

"Ha? Apa-apaan itu? Sekarang mereka bertingkah seolah peduli, begitu?" komentar Latte jijik.

"Mereka ingin dipandang sebagai pahlawan, Latte," sahut Vanilla dengan santai.

"Menggelikan sekali," balas Latte mendengus.

Selama Latte membahas soal misinya bersama Vanilla serta Kaori, Anne dan Vhytia hanya diam mendengarkan. Sambil menyeruput mojito buatan Vanilla, yang ternyata sangatlah enak. Tapi, bagi Vhytia yang sama sekali tak mendapat penjelasan soal misi Latte, pembicaraan pimpinan Squad G dan Squad DA itu jelas membuatnya bingung.

"Latte," panggil Vhytia.

"Hm?" Latte sejenak berhenti berbicara dengan Vanilla. Menoleh kepada Vhytia yang duduk di sisi kirinya.

"Sebenarnya, apa misimu kali ini?" tanya Vhytia penasaran.

"Hm ... ada tiga pekerjaan, jika bisa kusimpulkan," jawab Latte dengan senyum dan tatapan berbinar. "Satu, melakukan vandalisme. Dua, membuat kerusuhan. Dan terakhir, merebut wilayah milik Unpossessor.

Mungkin itu terasa cukup banyak, dan akan jadi hari yang berat. Tapi aku pastikan, kau akan menikmati ini, Vhytia. Terutama, jika melakukannya bersama dengan Squad G."

— 5 —

Note:
Next chapter, baku hanteum :v

Sebenarnya, scene baku hanteumnya berniat ane tulis di chapter ini juga. Tapi, karena sudah melewati batas maksimal kata versi ane, jadi terpaksa ane tunda untuk next chapter.

Thanks for reading this chapter. See you in next chapter!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top