Chap 29 : Grim Reaper Defeat [FINAL 1st Season]
— 29 —
Dengan tubuh gemetaran, Vanilla menatap tak percaya sosok yang berdiri di atas bangunan di belakang Amona. Meski tidak pernah bertemu langsung, Vanilla sempat melihaf foto dari wajah pria yang sudah tergolong usia tua itu.
Amato.
Atau lengkapnya, Profesor Amatora.
"Amona, kau tak perlu mencari informasi itu lagi," ujar Amatora.
"Apakah Anda sudah ...," tebak Amona tak yakin.
"Ya. Aku sudah menangkap mereka," Amatora mengangguk. "Bahkan aku juga sempat bertemu Gleen. Senangnya melihat dia masih baik-baik saja!"
'Memang benar Amatora yang itu ya,' batin Vanilla dalam diam.
"Hei, kalian!" panggil Amatora kepada Vanilla dan V..
Mendengar panggilan tersebut, Vanilla terlihat mengerjapkan mata. Tersadar dari pemikirannya sendiri.
"Aku pinjam mereka ya," tambah Amatora tersenyum lebar.
Amatora terlihat memetikkan jarinya. Yang kemudian, tiga lingkaran lingkaran menyerupai black hole muncul di atasnya. Memuntahkan masing-masing satu sosok yang pada mulanya tak dapat dikenali Vanilla maupun V.
Ya, pada mulanya.
"K-kalian!" sebut V tak memercayai apa yang dilihatnya.
Begitu pula Vanilla. Ia pun tak memercayai itu. Tapi faktanya, ketiga sosok tersebut memanglah mereka. Goldenweek, Sora dan Seo. Tiga mantan anggota E.I.G.H.T.
"G ... Goldenweek ...?" sebut Vanilla lirih dan dengan nada gemetar.
— 29 —
— Markas ENIGMA. Beberapa saat lalu.
Di ruang kerjanya, tampak Goldenweek tengah duduk bersila di atas meja. Keadaan ruangan itu jelas sangat berantakan dengan kertas-kertas berserakan di sekitarnya. Tentu, keadaan itu bukanlah hal biasa untuk seorang Goldenweek. Karena sang pria memang cukup anti dengan ruang berantakan.
"Goldenweek?"
Suara seseorang terdengar dari balik pintu ruangannya. Ia melirik sesaat pintunya, dan kembali fokus pada lembaran kertas di pangkuannya.
"Masuklah, Gleen," balas Goldenweek, "tidak dikunci."
Pintu berdecit pelan, dan sosok pria tinggi dengan rambut cyan blue diikat buntut kuda, terlihat memasuki ruangan. Tapi, baru selangkah ia menginjakkan kaki ke ruang kerja Goldenweek, pria itu terbelalak.
"Waw. Berantakan sekali tempatmu," komentar Gleen kembali melangkah menghampiri Goldenweek.
"Masih malas membereskan," jawab Goldenweek tanpa bertatapan langsung ke lawan bicaranya. "Jadi? Ada apa?"
"Ah, soal berkas yang kau berikan kemarin, itu bisa saja dilakukan," jelas Gleen.
"Sungguh?" tanya Goldenweek memastikan.
Gleen mengangguk.
"Konsepnya tidak jauh berbeda dengan cara brainwash milikku, yang kulakukan pada Vhytia," ujar Gleen, "tapi ...,"
"Ada tapinya?"
"Er ...," Gleen menggaruk tipis salah satu pipinya. "Jika jiwa, tentu perlu manusia yang masih hidup untuk diaplikasikan jiwanya dalam bentuk data,"
"Dan jika itu ingatan?"
"Tetap berlaku sama. Otak manusia yang sudah mati, jelas fungsi sarafnya pun juga sudah mati. Ingatannya tak bisa kita ambil meski dengan alat tercanggih sekalipun,"
"Jadi intinya, kita perlu ingatan manusia hidup agar bisa memastikan apakah ingatannya sungguh berpindah ke tubuh yang dituju?"
"Tepat! Kau memang pandai Goldenweek!"
"Lalu sekarang, ingatan siapa yang bisa dijadikan bahan uji coba? Kau tak mungkin mau memberikan data ingatan milik Vhytia, 'kan?"
"Oh, jangan kau sentuh item bonekaku, Goldenweek,"
"Sudah kuduga kau akan menjawab be—"
"Apa yang kalian bicarakan? Rasanya serius sekali. Boleh aku bergabung?" timpal seseorang menginterupsi.
Goldenweek dan Gleen membelalak akan suara asing yang tiba-tiba datang. Tapi bagi Gleen, ia bisa langsung mengenali suara tersebut, dan secara naluriah tubuhnya bergerak cepat untuk menjadi perisai Goldenweek.
"Kau—urgh!!"
Sesuatu menusuk perut kanan Gleen dalam sekejap. Ia tak sempat menahan apapun benda yang menusuk tubuhnya itu.
"Gleen!"
Pria berambut cyan blue itu terduduk kemudian sembari memegangi perutnya yang tertusuk. Ada sesuatu yang tak kasat mata menusuk bagian tersebut, dan masih menancap lurus detik itu juga.
Tanpa berpikir panjang, Goldenweek langsung berdiri di atas mejanua dan melepas cincin di jarinya. Menciptakan jarum-jarum kristal es berwarna hitam, yang langsung diarahkan ke penyusup bertudung tersebut. Yang entah bagaimana juga caranya ia menyusup ke markas ENIGMA.
[Ice Spear]
Tanpa bergerak dari tempatnya, penyusup tersebut menggerakan tangannya seperti menggambar sebuah bentuk lingkaran di udara hampa. Dan jarum es milik Goldenweek, jelas terlihat masuk ke hampa udara tersebut. Yang tak berselang lama, lingkaran black hole kecil muncul di belakang penyusup tersebut. Memuntahkan kembali jarum es hitam milik Goldenweek, ke arah pria itu sendiri.
Goldenweek membelalak akan kedatangan serangannya sendiri. Dengan cepat, ia saling mengatupkan tangannya. Membuat jarum es hitamnya pecah menjadi butiran kerlap-kerlip hitam putih yang bertaburan di udara.
"Siapa kau?" tanya Goldenweek turun dari mejanya, dan ganti berdiri melindungi Gleen yang masih terduduk lemah.
"Hm? Kau tak mengenali suaraku, No.7?" balas penyusup itu masih membiarkan tudungnya menutupi kepala serta setengah wajahnya.
Goldenweek mengernyitkan kening.
"Kau panggil apa aku barusan?" ujar Goldenweek terdengar tak suka.
"No.7," balas penyusup tersebut, perlahan menurunkan tudung kepalanya. "Kenapa? Kau tidak menyukai itu, Goldenweek?"
Iris emas Goldenweek membulat ketika matanya menatap sosok tersebut.
"P ... Profesor Amato ...?" sebut Goldenweek tak percaya.
"Lama tidak bertemu ya, kalian berdua," sapa Amatora tersenyum penuh arti. Tangannya perlahan tampak menciptakan sebuah bola emas bercahaya. Yang setelahnya, ia melepar bola itu ke arah Goldenweek dengan santai.
"Tapi maaf, aku tak punya waktu untuk melepas rindu." Tambah Amatora kemudian memetikkan jarinya.
— 29 —
Dengan kesadaran yang mulai berhasil didapatkan lagi, Goldenweek perlahan mengangkat kepalanya. Memandang samar sosok-sosok yang berada di bawah bangunan tempatnya berada.
Vanilla, V dan ...
'Begitu ya ... Amona ....' Batin Goldenweek tersenyum miring melihat sosok Amona juga berada di sana.
Dengan susah payah, Goldenweek mencoba menarik fokus Vanilla kepadanya. Pria di dekatnya--Amatora--tengah sibuk berkicau panjang lebar dengan V. Ia takkan menyadarinya.
Vanilla yang berusaha bersikap tenang dan berpikir jernih, menyadari Goldenweek telah tersadar. Tampak pria bersurai cokelat keemasan itu memberi sinyal untuk fokus kepadanya.
'Apa? Apa yang ingin dia katakan?' batin Vanilla menyipitkan mata.
Perlahan, Goldenweek tampak menggerakkan bibirnya. Mengatakan sesuatu tanpa bersuara sedikit pun.
"La ... ri ... lah ...."
'Lari? Meninggalkan ka—'
"Beraninya kau lukai mereka, sialan!"
Suara teriakan V membuyarkan Vanilla dari fokusnya. Ia menoleh ke arah pemuda itu, dan mendapati V telah siap meluncurkan tiga anak panahnya ke arah Amatora.
'Ha-harus lari!' batin Vanilla cepat.
Wanita bersurai pink pucat itu segera berbalik. Dan karena gerakan dadakan itu, luka di bahunya kembali merasakan sakit. Tapi abaikan itu dulu!
Secepat mungkin, Vanila menerjang tubuh V yang ada di dekatnya. Hal tersebut jelas mengejutkan si pemuda. Dan baru saja ia hendak memprotes tindakan ketuanya, suara tembakan terdengar.
"Ugh!!" Vanilla merintih seketika. Rasa panas tiba-tiba menembus pergelangan kakinya yang terlambat ia tarik dari lingkaran jangkauan.
"K-Ketua!" V terlihat panik mendengar rintihan wanita tersebut.
Apa? Apa yang digunakan pria itu untuk menembak?
Keduanya mendarat di permukaan dengan Vanilla yang menindih pemuda berambut hitam acak-acakan tersebut. Dengan susah payah dan menahan sakit, Vanilla berusaha bangun. Menatap V dengan tajam.
"Lemparkan bola asapnya," pinta Vanilla serius.
"Eh? Tapi—"
"Kita mundur, V!"
Mendengar bentakan tersebut, V secara spontan langsung mengambil.bom asapnya dan melemparnya ke permukaan. Melahirkan asap kelabu tebal yang cukup untuk menutupi pandangan.
"Ah, mereka pergi," komentar Amatora tak terdengar ingin mengejar, "yah biarkan saja. Toh bukan mereka targetku,"
Amona yang masih berada di tempatnya, terdiam memandang lokasi Vanilla dan V terakhir berada. Sebelum suara panggilan Amatora berhasil menarik perhatiannya.
"Ayo kembali." Ajak Amatora.
"Baik, Profesor." Jawab Amona langsung. Walau sesungguhnya, jauh di dalam lubuk hatinya, ia merasa sangat jahat.
Jahat kepada Goldenweek.
— 29 —
" ... en!"
"Gl ... n ...! Ba ... un ...!"
"Gleen!"
Gleen membuka matanya dengan perasaan terkejut. Dan seperti tersengat oleh sesuatu, tubuhnya bangkit dari posisi berbaringnya.
"Chris ... tina ...?" sebut Gleen tak mengira akan kehadiran wanita class medic Squad G.
"Syukurlah kau akhirnya bangun, Gleen!" ujar Christina penuh syukur.
Pada saat itulah, Gleen tersadar.
Dengan cepat, tangannya memegang perutnya yang sebelumnya tertusuk oleh sesuatu yang tak kasat mata. Tapi ternyata, bagian itu sudah tidak terluka lagi. Itu sudah pulih seutuhnya.
"Kau yang mengobatiku ya," tebak Gleen langsung.
Christina mengangguk. "Aku takut sekali kau tidak bisa diselamatkan," tuturnya dengan suara serak seperti habis menangis.
Gleen mengernyitkan mata. Memerhatikan wajah Christina dengan serius.
"Christin, ada apa?" tanya Gleen merasa ada yang aneh pada rekan sesama peneliti itu. "Kau ... suaramu terdengar ...,"
"Gleen ...," Air mata mengalir membasahi pipi Christina tanpa ia harapkan. "Seo dan Sora ... mereka ... ditangkap oleh orang tak dikenal. Merlin terluka karena melindungi Seo, dan ... dan Latte juga. Dan teman-teman yang lain.
Saat ini ... Vhytia sedang mengurus sisanya. Membantu mengobati ... teman-teman yang lain yang juga terluka ...,"
'Seo dan Sora di ... tangkap ...?' batin Gleen mencoba merangkai kejadian yang telah terjadi, dari cerita Christina.
Dan perlahan, manik biru Gleen membelalak.
Ia ingat.
"Goldenweek!" sebut Gleen memegang kedua lengan Christina. Meminta fokus wanita itu tertuju penuh kepadanya. "Mana Goldenweek?!"
"Eh?" Christina terlihat terkejut akan pertanyaan Gleen. "Aku tidak tahu. Saat ... saat aku tiba di sini, aku hanya menemukanmu saja dalam keadaan terluka."
Pernyataan itu membuat Gleen kehilangan kata-kata.
"Apa yang baru saja terjadi di tempat ini?"
Suara seseorang berhasil mengejutkan Gleen maupun Christina. Keduanya perlahan menoleh ke asal suara itu. Dimana seorang wanita berambut jingga gelap sebatas telinga, tampak tengah berdiri di ambang pintu sembari membawa koper hitam di tangan kanannya.
"De ... cember ...," sebut Gleen merasa tenggorokannya tercekat.
'Shit! Dia kembali dari misi lebih cepat rupanya!' batin Gleen merasa panik.
"Gleen," panggil December dengan nada dingin. "Siapa yang melakukan ini?"
— E N D —
.
.
.
.
.
.
.
.
.
— will continue in 2nd season —
Note:
Terima kasih telah membaca seri ENIGMA hingga bab final ini!!
Wah, tidak menyangka akhirnya bisa merampungkan season 1-nya. Sungguh bahagianya diri ini :")
Season 2 masih dalam tahap proses pematangan alur, yang mana, di S2 nanti juga akan mengungkap hal-hal yang berhubungan dengan organisasi ARC Laboratory.
Karena itu, ane memutuskan untuk menghiatuskan seri ini selama kurang lebih 1 bulan. Selagi menunggu, kalian bisa baca cerita orific ane lainnya. (I've Become A Little Sister Of The Strongest Big Brother juga akan mulai update minggu depan ;) )
Sekali lagi, ane ucapkan terima kasih untuk kalian yang setia mengikuti cerita ini. Maaf bila masih ada kekurangan di sana-sini.
Btw, arc mana yang jadi favorit kalian di season 1 ini?
Sincerely,
Shizu Reiku
24th June, 2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top