Chap 26 : Different World For Them

— 26 —

Dasarnya, seseorang hidup dengan satu identitas. Sebuah identitas yang telah dipilihkan oleh sang Deus di hari ia lahir, hingga ia kembali ke hadapan Deus yang agung. Itu sudah menjadi takdir yang tak bisa diubah.

Namun bagi wanita itu, ia meragukannya. Ia tak yakin siapa dirinya sesungguhnya. Siapa dirinya ketika dilahirkan di dunia. Ia tak bisa pastikan itu.

Neva. Lieva. Veena. Aka. Momoi. Dan masih banyak lagi.

Pikirannya selalu dipenuhi banyak pertanyaan akan identitas-identitas tersebut. Mana yang asli? Mana yang hanya kedok belaka? Dirinya tak yakin.

— 26 —

"Aku memiliki 1000 Rhil," ujar Amona tegas, "sebagai gantinya, katakan padaku berapa anggota E.I.G.H.T yang tergabung dalam organisasi radikal ENIGMA,"

Mendengar perintah atau mungkin permintaan--entahlah--itu, Vanilla mengangkat sebelah alisnya. Tangannya yang semula tengah sibuk memoles sebuah gelas, seketika terhenti.

"Selamat datang, Miss!" sapa Vanilla dengan senyum ramah seperti anak kecil. "Ada yang bisa—"

Amona menggebrak tiba-tiba meja bar di hadapannya kuat. Membuat Vanilla menutup mulut segera.

"Stop with your fucking 'hi'," tukas Amona dengan nada bicara menahan amarah. Suaranya terdengar dalam. "Aku tak butuh itu. Yang kuperlukan sekarang adalah informasi!"

"Ladies,"

Suara laki-laki tiba-tiba mengintrupsi Amona dari balik punggungnya. Seolah dirasuki oleh setan, wanita FROTENCE itu langsung menolehkan wajahnya ke laki-laki asing itu dan menatapnya bengis.

"Apa maumu?" tanya Amona mendesis.

"Maaf. Tapi tolong jangan membuat keributan di bar ini," tukas laki-laki yang terbilang sudah cukup berumur itu. Kumisnya yang agak tipis, mulai memutih. Begitu pula dengan rambutnya yang disisir rapi. Dan ia mengenakan pakaian khas bartander berwarna putih hitam.

"Diam! Ini bukan urusanmu, Sir!" balas Amona tak terima dirinya ditegur.

"Tentu saja ini menjadi urusan say—"

"Boss," panggil Vanilla memotong. "Saya akan urus ini. Jangan khawatir,"

Pria yang nyatanya adalah pemilik HEAVEN BAR itu menyipitkan mata. Menatap Vanilla penuh selidik, sebelum akhirnya mengiyakan ucapan wanita berambut pink pucat berkepang itu.

Begitu pria sebelumnya telah pergi meninggalkan sekitaran meja bar, Vanilla pun kembali memusatkan perhatiannya pada Amona.

"Jadi, 1000 Rhil untuk sebuah informasi tentang E.I.G.H.T, huh?" ujar Vanilla meletakkan gelas yang ia bawa tadi ke meja. Dan ganti meraih apa yang diberikan Amona kepadanya. "Ini sudah cukup,"

"Kalau begitu cepat kata—"

"Ada tiga orang," potong Vanilla menunjukkan jumlah angka 3 dengan jari tangan kirinya. "Dua laki-laki dan satu perempuan. S number 01, S number 05 dan S number 07,"

'Tiga orang? Dua laki-laki dan satu perempuan?' batin Amona, 'satu laki-laki itu jelas adalah Goldenweek. Sedangkan satu laki-laki lagi dan wanitanya ....'

"Siapa nama mereka?" tanya Amona lagi.

Kali ini, Vanilla terdiam seketika.

'Ada apa dengannya ini?' batin Vanilla menatap curiga klien khusus di hadapannya itu. 'Untuk apa ia memerlukan informasi detail soal anggota E.I.G.H.T? Bahkan faktanya, pembahasan soal E.I.G.H.T adalah sesuatu yang langka. Dan aku yakin, ia tahu jika Goldenweek adalah salah satunya. Tapi ....'

"Maaf saja," Vanilla mengangkat kedua tangannya dan sedikit menggedikkan bahu. Tak tahu apa-apa. "Pertanyaan itu tidak masuk dalam permintaan. Jadi, jika kau ingin aku menjawab itu, maka kau harus membayar lebih,"

"Berengsek ...!" umpat Amona, "aku tak punya waktu meladeni permainan mencari uangmu!"

"Kalau begitu, silahkan pergi," balas Vanilla dengan senyuman ramah. "Kau tidak bisa membayar lebih, maka tak ada informasi. Bahkan sesungguhnya ...,"

Vanilla mengangkat tangan kanannya. Jarinya membentuk seperti pistol, dan mengarahkannya tepat ke kening Amona.

"Aku tak berniat menjual informasi itu. Karena harganya sangatlah mahal, hingga uang berapa Rhil pun takkan bisa membelinya." Sambung Vanilla tersenyum lebar. Namun bagi Amona, senyuman itu jelas memiliki makna negatif. Dan wanita bermata ocean blue itu, sudah tak bisa menahan diri lagi.

Benar saja. Pada detik berikutnya, Vanilla dapat melihat dunia di sekitarnya berputar secara tiba-tiba.

— 26 —

Ada dua perbedaan yang berbanding terbalik di antara mereka.

Jika sang wanita mengharapkan bisa mengetahui jati dirinya yang sesungguhnya, pemuda itu justru mengharapkan sebaliknya. Ia tak ingin tahu siapa dirinya. Ia berharap jati diri itu tak pernah dia miliki, ataupun menjadi miliknya.

Veedric Giive Layforth.

Itulah jati diri yang telah ditentukan oleh sang Deus, saat pemuda tersebut dilahirkan di dunia. Dan Deus berharap, nama yang telah ditentukan-Nya itu akan selalu dicintai oleh sang pemuda.

Tapi yang terjadi justru sebaliknya.

Ia membencinya. Dan selalu berharap tak pernah sekalipun terlahir sebagai putra dari keluarga terpandang Layforth.

— 26 —

Sejenak, mari kita berhenti membahas soal kericuhan, balas dendam, ENIGMA, organisasi pemerintah dan hal memuakkan lainnya, untuk menuliskan kegiatan normal seorang pemuda kuliahan bernama V.

Ya, V memang anggota Squad DA. Tapi disisi lain, ia juga seorang mahasiswa tingkat 4 di sebuah universitas di Centrum Distric. Distrik dimana markas organisasi Adviser berdiri. Dan distrik yang keadaannya masih lebih baik dari empat distrik di Archimedia--lima jika Unidentified Distric juga terhitung.

"Kau terlihat gelisah senior," ujar Lezi ketika keduanya tengah duduk di sebuah bangku taman universitas mereka. "Lebih gelisah dari biasanya,"

"Yah ... kau tahu lah? Tugas kuliah ini itu yang terus datang silih berganti," jawab V dengan senyum miring, "dan masih banyak lagi. Termasuk beban hidup. Dan kau ...,"

V sejenak terhenti. Memerhatikan pemuda yang selisih 2 tahun darinya itu.

"Kau terlihat berantakan dari terakhir kali kita bertemu," sambung V, "plester luka itu, dan lembam di wajahmu,"

"Yah ... menjadi anggota Salvator Squad tidak selalu damai," jelas Lezi malas, "terkadang, ada saja baku hantam yang sebenarnya, malas aku jalani,"

"Kalau kau merasa malas, kenapa tidak keluar saja? Maka itu berarti kau bisa sepenuhnya fokus dengan kuliahmu, 'kan?"

Lezi terdiam kemudian. Pikirannya sesaat melayang jauh. Membayangkan sosok seorang pria yang mirip dengannya, namun memiliki paras wajah yang lebih tua dan lebih tegas. Berbeda dengannya yang selalu tampak mengantuk.

"Itu mustahil," ujar Lezi akhirnya kembali berucap, "karena itu hanya akan membuat Kakakku lebih kecewa lagi dari sebelumnya."

Merasa aneh?

Kenapa salah satu anggota ENIGMA tampak berbincang akrab dengan salah seorang anggota Salvator Squad? Bukankah dua kubu ini saling bermusuhan satu sama lain.

Ya, itu memang benar.

Namun, terlepas dari hal tersebut, diluar peran mereka masing-masing, dua pemuda itu tidak lebih dari senior dan junior. Dan faktanya, mereka sangatlah akrab satu sama lain.

"Kau ini ... meski malasmu itu sangat kelewat batas, kau sangat menyayangi Kakak laki-lakimu itu ya," komentar V tersenyum penuh arti. "Sangat tidak ingin terus-terusan membuatnya kecewa,"

"Karena kak Diligence adalah keluargaku satu-satunya." Balas Lezi langsung tanpa ragu.

DEG!

Sesuatu serasa menusuk jantung V.

Keluarga.

Ia memang memilikinya dulu. Keluarga yang sesungguhnya. Namun, yang namanya keluarga, apakah sama seperti yang dimiliki V.

'Kenapa kau tak bisa mendapatkan nilai sempurna, ha?!'

'Apa kau tak sadar, kehadiranmu di dunia ini hanya menjadi aib keluarga!'

'Anak bodoh dan memalukan keluarga. Kenapa ... kenapa aku harus melahirkan anak gagal sepertimu?'

"Senior?"

'Veedric! Sudah ibu bilang, berikan tanganmu! Kau harus menerima hukuman dari kegagalanmu!'

"Senior V,"

'Lima pukulan untuk satu kegagalanmu. Jangan coba-coba bersembunyi, Veedric. Karena semua ini adalah salahmu sendiri terlahir sebagai manusia yang gagal.'

"Senior V!"

V tersentak dari lamunannya yang tak ia sadari. Yang disadari pemuda itu, Lezi telah berganti berdiri di hadapannya, dan jari tangannya sendiri tampak tak henti-hentinya ia gigit hingga terluka.

"Ah, maaf," V akhirnya melepaskan gigitannya sendiri. Membiarkan jarinya yang terluka itu. "Aku melamun ya,"

Lezi memandang penuh selidik. Namun, suara dering ponsel yang terdengar dari saku celana V, membuat pemuda Salvator Squad memilih untuk mengabaikan apa yang dilihatnya tadi.

"Ponselmu ... berbunyi terus," beritahu Lezi.

"O-oh." Dengan buru-buru, V segera mengambil ponselnya. Membaca notifikasi yang muncul di layar ponselnya itu. "Aku harus pergi,"

"Eh? Bukannya senior masih ada dua kelas lagi setelah ini?" balas Lezi sedikit menepi dari jalan V.

"Uh ... ini panggilan darurat. Kenalanku sedang kritis," jawab V apa adanya. Ia tak memiliki banyak waktu untuk memikirkan alasan yang masuk akal.

"Oh." Dan anehnya, Lezi hanya meresponnya dengan singkat begitu saja. Seolah tak peduli apakah itu bohong atau benar.

"Kalau begitu, aku pergi ya. Sampai jumpa lagi, Lezi." V segera menenteng ranselnya, dan mulai melangkah meninggalkan tempatnya semula. Rasa nyeri yang dirasakan jari tangannya--yang ia gigiti sebelumnya--ia abaikan begitu saja.

Karena ada yang lebih penting sekarang. Dan ia harus segera pergi ke Oraton Distric.

"Aku akui, kau senior yang enak diajak bicara," ujar Lezi tiba-tiba, yang langsung membuat V menghentikan langkahnya. "Tapi, diluar sana, terlepas dari peran kita sebagai junior dan senior, aku takkan melepaskanmu dengan mudah, ENIGMA."

V tak merespon. Hanya diam di tempat menghadapkan punggungnya ke arah Lezi. Tapi perlahan, ia tampak menolehkan wajahnya. Sedikit melirik ke arah juniornya itu.

"Memang itu yang kuharapkan, Salvator." Balas V tersenyum sombong.

— 26 —

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top