Chap 17 : End Like This

— 17 —
Faktanya, cukup memalukan karena dirinya berhasil ditundukkan oleh kebodohannya sendiri.
Wanita berambut jingga gelap yang dilabelkan--bukan oleh dirinya sendiri--sebagai defender terkuat itu, harus terbujur gemetaran menahan sakit dengan posisi tiarap. Punggungnya terluka oleh tusukan pisau bayang.
Tak hanya itu saja. Di atasnya, melayang lima tombak lancip hitam-ungu, yang siap menusuknya kapan saja. Hanya menanti sang user dari kekuatan tersebut melakukan satu gerakan sederhana, untuk menggerakkan kelima tombak tersebut.
Dan tentu saja, December masih ingin menikmati hidup.
"Sudah kubilang, 'kan? Aku akan menyadarkan posisimu sesungguhnya disini," ujar Wolfine mendekati December, dan berjongkok di hadapan wanita mantan anggota FROTENCE tersebut. "Dan kau masih saja mudah diusik dengan topik masa lalu ya,"
"Ba ... cot ...!" balas December dengan simpel.
"Tapi sungguh, aku penasaran. Apa tujuanmu meninggalkan FROTENCE sebenarnya? Aku tahu, alasan 'ingin menjadi Infecta dalam perlindungan biasa' bukanlah tujuan aslimu,"
"Apa untungnya juga ... kau mengetahui itu ...?" tanya December sebagai balasan.
"Sudah kubilang, aku penasaran," jawab Wolfine dengan polos, "aku juga paham, Leo takkan mungkin mengiyakan alasan itu begitu saja,"
December mendengus. "Kalau begitu, harusnya kau tahu jika Leo sendiri mengetahui alasan sebenarnya," komentarnya kemudian, "jangan berpura-pura bodoh, you fuckin gay,"
Wolfine menghela napas akan panggilan tersebut. Tapi tak nampak bahwa pria itu merasa tersinggung.
"Tapi baiklah," ujar December lagi, "jika kau memang sangat ingin mendengarnya langsung dariku, akan kukatakan. Apa alasan sebenarnya, hm? Sangat sederhana sekali.
Organisasi ini sungguh menggelikkan. Silahkan sebut aku munafik, karena dahulu sempat memercayai kalian. Toh memang itu faktanya. Tapi, semakin aku mengenal FROTENCE, semakin aku sadar bahwa organisasi ini sungguh menggelikan. Pemerintahan ini juga menjijikkan. Bertingkah seolah paling benar terhadap keadilan. Itu membuatku muak. Dan apa kau tahu? Kenapa aku justru bergabung dengan ENIGMA? Merasa bahwa lepas dari kalian tidak lah cukup,"
Wolfine terlihat menaikkan sebelah alisnya. Dan December merasa tak heran bila sang vice leader FROTENCE pusat itu terlihat penasaran.
"Karena aku ingin membakar organisasi busuk ini. Tidak, lebih dari itu," December sejenak menjeda ucapannya. Manik jingga pucatnya seketika menampakkan kilat putih, seringai miring--karena masih menahan sakit--terpatri di bibirnya. "I'm gonna burn this fuckin goverment to the ground. And finally, I'll be free."
Pria berambut hitam tersebut tetap membisu usai mendengar segala penuturan December. Ia percaya, wanita itu mengatakan yang sejujurnya. Mungkin.
Ia kemudian memejamkan mata. Sesaat merasa suara wanita di hadapannya terngiang di kepalanya. Tapi, bukan suara dari masa ini, melainkan suara December dari masa lalu.
"Begitu," Setelah terdiam cukup lama, akhirnya Wolfine bersuara. Kelopaknya terbuka, kembali menunjukkan iris hitam kelabu pucatnya. "Sungguh jawaban yang diluar dugaan. Dan itu berarti, aku harus menangkapmu agar—"
"Dan kau tahu apa lagi?" sela December masih mempertahankan senyumnya. "Kau mudah sekali lengah jika bersamaku, Vice Leader."
"Apa mak--!!!"
Wolfine membelalak akan keanehan yang dirasakan tubuhnya. Rasanya kaku, dan berat. Bahkan hanya untuk menggerakkan satu jemari saja sangat sulit dilakukan.
'Apa yang terjadi?!!'
Pandangan December yang semula tertuju penuh kepada Wolfine, seketika beralih ke balik punggung sang pria. Seolah ada sesuatu yang bisa dilihatnya seorang. Dan benar saja, tak lama kemudian terdengar suara langkah kaki hingga akhirnya menunjukkan sosok sesungguhnya.
"Takkan Sora biarkan, kau melukai December lebih dari ini!" sebut Sora bak pahlawan. Mata yang biasa tertutupi oleh eye patch, kali ini nampak terbuka. Menunjukkan mata birunya dengan sempurna.
Melihat kedatangan laki-laki pirang pucat itu, December mendengus. "Klasik sekali," komentarnya, "datang disaat genting seperti ini. Kau seperti hero dalam sebuah kisah fiksi, Sora."
Sang wanita terlihat mempertemukan wajahnya dengan permukaan lantai. Sejenak, ia merasa perlu istirahat sebentar. Pertarungan sebelumnya jelas menguras tenaganya.
Sora segera berlari menghampiri December. Melewati sosok Wolfine yang diam terpaku di tempatnya. Tidak, ia bukan mematung dengan sendirinya karena terkejut akan situasi yang tengah terjadi. Melainkan, ia tak bisa bergerak. Sedikit pun tidak. Bahkan gerakan sederhana seperti membuka mulut saja, ia tak bisa melakukannya.
'Mustahil. Kupikir ... hanya Goldenweek saja yang tergabung di ENIGMA,' batin Wolfine menatap tak percaya sosok Sora. 'Si No.5 Sora juga. Kemana saja dia selama ini saat ENIGMA melakukan penyerangan? Dan jika ingatanku benar dia adalah seorang spe—'
"Jangan menyentuhnya!"
Suara peringatan December yang agak lantang, seketika menyadarkan Wolfine dari perang batinnya.
"Pisaunya akan meracunimu jika kau sembarangan menyentuhnya," sambung December lagi jelas ditujukan kepada Sora. "Itu adalah efek khusus dari [Shadowish] yang digunakan Wolfine,"
"Efek ... khusus ...?" balas Sora mwngerutkan kening.
"Ya. Jadi, jangan coba-coba menyentuhnya,"
"L-lalu Sora harus bagaimana? Mana mungkin December pergi dengan keadaan seperti ini,"
"Manfaatkan skill [The Puppet] milikmu, Sora. Melihat kau melepas eye patch-mu, skill itu sedang aktif dan kau gunakan pada Wolfine, 'kan?"
'[The Puppet], katanya?' batin Wolfine mendengar dengan jelas pembicaraan keduanya.
Wolfine mengerjap ketika sadar Sora kini berbalik penuh menghadapnya. Dan dengan pandangan penuh yang mengarah pada laki-laki pirang pucat itu, Wolfine bisa memastikan bahwa sosok tersebut memang Sora yang ia kenal dulu.
'Jadi memang kau ya. Aku tak mengira, sosok berhati lembut sepertimu justru bergabung dengan ENIGMA,' batin Wolfine sesaat merasa kecewa. 'Rasanya ironis.'
"Sebagai pengendalimu," ujar Sora seketika mengejutkan Wolfine, "Sora ingin kau membatalkan skill [Shadowish] yang kau gunakan kepada December."
Wolfine seketika membelalak saat tangannya bergerak otomatis. Itu diluar keinginannya. Dan ia sendiri juga tak memiliki kuasa untuk menahan pergerakan tangannya untuk membatalkam skill [Shadowish]-nya.
'D-Dia ... Specialist tipe mind control rupanya!' batin Wolfine merasakan kekesalan yang teramat sangat.
Dengan satu petikan jari dari Wolfine, pisau bayangan yang menancap tegap di punggung December, perlahan menghilang begitu saja.
'Kau sungguh merepotkan jika menjadi musuh, Sora.' Sebut Wolfine dalam benaknya, sembari menurunkan tangannya kembali ke sisi tubuhnya.
Sora kembali berbalik menghadap December lagi. Berlutut di dekat wanita defender tersebut, sembari membantunya untuk berdiri.
Rasa sakit tentu masih bisa dirasakan December di punggungnya. Bahkan, ia bisa merasakan darahnya mulai mengalir keluar menodai pakaian bagian belakangnya. Ia harus segera menutup lukanya itu. Setidaknya hingga December kembali ke markas dan mendapatkan perawatan yang layak.
"S-Sora," panggil December, "mana ... Latte?"
"Latte menunggu di luar untuk mengawasi keadaan," jawab Sora cepat, "jangan khawatir. Untuk sekarang, lebih baik kita kembali saja,"
December menggeleng. "Bukankah ... kau ingin menyelamatkan Madness?" ujarnya.
"T-tapi December sedang terluka," balas Sora tertunduk, "Sora tak mung—"
December menyodorkan sesuatu yang tipis kepada Sora. Membuat ucapan laki-laki tersebut terhenti ditengah jalan.
"Apa—"
"Tempelkan di punggungku yang terluka," jelas December tahu apa yang hendak diucapkan rekannya. "Cepat!"
"Eh? Eh?" Sora sekerika panik akan sentakan terakhir Decmber. Tapi tangannya, secara spontan menerima pemberian December dan segera ia berpindah ke sisi belakang Decmber.
Saat Sora hendak melekatkan benda tipis tersebut--yang masih tak ia ketahui apa itu--gerakannya terhenti.
"Sobekan pakaiannya terlalu kecil. Ini tidak—"
"Sudah cukup tempel saja!" sentak December, "jangan menyia-nyiakan waktu!"
"B-baik! Akan Sora tempel!" sahut Sora terdengar agak gemetar karena menahan tangis.
Saat benda tersebut sudah melekat pada punggung December, luka tusuk di punggung sang wanita perlahan terlihat membeku oleh sesuatu.
"Partikel nano," bisik Sora langsung memahami apa yang baru saja terjadi. "H-hebat."
"Sekarang ke permasalahan utama," ujar December ganti fokus pada Wolfine, "mari kita lihat, dimana sahabatmu itu berada."
'Keparat.' Batin Wolfine paham betul kemana arah alur pembicaraan mereka.
— 17 —
Di sebuah ruangan, terdapat penjara modern yang dihalangi oleh kaca khusus. Sesosok anak muda berambut putih terlihat mengisi penjara yang terkesan futuristik itu. Ah, ralat. Faktanya, laki-laki itu bukan anak muda. Ia sudah berkepala dua, dan hanya menunggu 4 tahun lagi, ia akan menginjak umur 30 tahun.
Tapi, itu pun jika takdir mengizinkannya.
Karena dengan keadaannya yang tengah dikurung di sebuah penjara futuristik semacam itu, jelas telah mengungkapkan bahwa 'tidak ada kesempatan untuk hidup lebih lama'. Tak peduli usaha apa pun yang ia ataupun orang lain lakukan. Alur hidupnya, telah tertuju pada satu titik.
"Ah bosan," Pria itu mengeluh sembari melempar buku yang dipegangnya dengan malas. "Kenapa pula aku harus diberikan buku? Bukan konsol video game atau sejenisnya. Di ruang isolasi di ENIGMA saja aku diizinkan bermain video game."
Ia bersedekap sambil mendengus kasar. Punggungnya ia sandarkan ke dinding putih yang bersebelahan langsung dengan kasurnya. Tempat dimana ia duduk saat ini.
Pikirannya seketika melayang ke angkasa. Membayangkan hari akhirnya yang akan dijalaninya lima hari kedepan.
'Aku sudah mengirim laporannya pada Goldenweek,' batinnya memejamkan mata. Menenangkan pikirannya. 'Latte dan Sora pun, sudah kukabari lewat surat yang kutitipkan pada Vanila. Artinya, aku tak ada lagi beban.'
"Aku ... bisa pergi dengan tenang nantinya." Sambungnya berucap lebih jelas dan tenang. Menikmati kedamaian pikiran serta kesunyi—
"Madness!"
Kelopak matanya terbuka seketika. Menampilkan sepasang manik merah yang membulat dengan sempurna itu.
Pria itu--Madness--menoleh ke asal suara tersebut. Yang jelas amat sangat ia kenali, dan tak pernah ia kira akan mendengarnya saat ini. Di sini.
"Fuck, Sora?" sebut Madness meluruskan posisi duduknya, dan menapakkan kedua kakinya yang berada di atas kasur, ke permukaan.
Di balik pelindung kaca yang mengurungnya, terlihat sosok laki-laki pendek berambut pirang pucat. Meski jaraknya cukup jauh, Madness dapat melihat mata birunya yang berlinang air mata.
Tunggu. Biru?
"Dasar bodoh! Apa yang kau lakukan di sini!?" sentak Madness sembari bangkit dari kasurnya, dan berjalan mendekati pelindung transparan yang mengurungnya. "Tidakkah kau sadar kau berada di wilayah musuh! Kau ingin mati, huh!?"
"Kami ingin menolong Madness!" jawab Sora berusaha untuk lantang.
"Huh? Kami?"
"Ya, kami! Dasar kau laki-laki gila!" sahut seseorang. Kali ini, sahutan itu bersumber dari wanita berkulit gelap dengan tubuh pendek, dan memiliki rambut berwarna abu-abu pendek. Ia terlihat melangkah memasuki ruangan tempat Madness dikurung.
Dan tentu saja, Madness mengenali sosok yang baru tiba itu.
"Latte ... juga ...?" ujar Madness seketika merasa kedua lututnya tak bertenaga. "Kalian ... apa yang—"
"Blablabla, bacot. Diamlah!" sentak Latte kesal, "aku dan Sora datang untuk menolongmu, jadi diam dan ikut saja!"
Latte menoleh ke balik punggungnya, dan memanggil seseorang dengan nada kesal. Yang tak lama kemudian, sosok Wolfine datang memasuki ruangan itu bersama December di belakangnya.
"December? Dan ... Wolfine?" sebut Madness. Otaknya tak bisa berpikir jernih selama sesaat.
Hingga satu lirikan nata yang tertuju pada mata biru Sora, Madness akhirnya paham apa yang tengah terjadi disini.
"Kau mengendalikannya, 'kan," terka Madness yang jelas ditujukan kepada Sora.
"Karena hanya dia yang bisa menunjukkan lokasi Madness berada," jawab Sora dengan polos. Sebelum ganti menoleh kepada Wolfine. "Tolong buka kurungannya. Setelah itu, Sora akan membatalkan skill-nya," titahnya.
Tanpa bisa menolak, Wolfine terlihat mengangkat tangan kirinya. Dimana sesuatu menyerupai jam tangan, tampak melilit pergelangan tangan kirinya itu. Yang kemudian, sebuah layar hologram biru muncul di atas permukaan kaca dari jam tangan tersebut.
Sesaat setelah Wolfine melakukan sesuatu di layar hologram itu, pelindung kaca di hadapan Madness bergerak turun. Kembali ke tempat dimana benda itu disimpan. Dan tanpa pandang bulu, Sora langsung menerjang sahabat lamanya itu. Memeluknya erat dalam perasaan bahagia.
Sedangkan Latte, ia tampak menjaga jarak dengan kedua sahabatnya. Bertingkah tenang, dan tak mau menunjukkan perasaan bahagia--yang meluap-luap di hatinya--karena nantinya ia bisa membawa Madness kembali.
Tapi nampaknya, perasaan itu tidak berlaku bagi Madness.
"Kenapa kalian—
DOR!
Belum sempat Madness berucap dengan jelas, suara letupan pistol membuat dirinya menutup mulut. Dan baik itu Madness, Sora maupun Latte, ketiganya ganti berfokus ke sumber suara letupan itu. Yang secara bersamaan, ketiganya membelalak.
"De ... cember ...!" Dengan mulut yang mulai mengeluarkan darah, Wolfine berusaha berbalik menghadap December. Melangkah untuk meraih sang defender, yang baru saja menembaknya dari belakang. "Kau ... memang pengkhi ... nat berengsek ...!"
"Dan aku sudah mengatakannya, 'kan? Kau mudah sekali lengah jika bersamaku, Wolfine," balas December dengan nada datar yang terkesan dingin. Sebelum tembakan kedua dilepaskan di kening Wolfine, tepat sebelum pria itu bisa meraih December. "Terima kasih sudah menunjukkan jalannya. You can rest now, Vice Leader."
Tiga orang yang melihat pembunuhan singkat itu terdiam beribu bahasa. Mereka sadar bahwa kebanyakan anggota ENIGMA--termasuk pimpinannya sekalipun--tak pernah setengah-setengah jika berurusan dengan bunuh membunuh. Tapi, melihat aksi membunuh yang dilakukan rekan seperjuangannya terhadap mantan rekan--mantan atasan--tanpa pandang bulu, berhasil membuat mereka menegak salivanya keras.
Sora memandang dengan perasaan bergedik sosok Wolfine yang baru saja dibunuh oleh December.
Wolfine.
Entah mengapa, Sora merasa familiar dengan itu. Tapi ia tak bisa memastikannya dengan jelas. Dan ketika ia berusaha melakukannya, kepalanya terasa sakit. Seolah otaknya menolak untuk mencoba, dan membiarkannya berlalu begitu saja.
"What are you fuckin doing, December!?"
Suara teriakan Latte yang lantang, seketika menyadarkan Sora dari lamunannya. Dan butuh beberapa detik baginya untuk sadar, bahwa dirinya serta Latte kini tengah berada di sebuah kurungan yang dibuat oleh December.
Ia menggunakan [Barrier]!
"Kalian diam saja di sana," ujar December masih dengan nada yang sama, "karena jika aku tak melakukannya, kalian hanya akan mengganggu,"
"Berengsek! Apa maksud ucapanmu, December!" bentak Latte kesal bukan main. "Keluarkan kami, sialan!"
December jelas mengacuhkan ucapan wanita berkulit gelap itu. Karena detik ini, fokusnya kini telah sepenuhnya tertuju pada Madness yang tampak melangkah mendekatinya.
"Any last word?" tawar December kemudian. Yang seketika, sukses membuat Sora dan Latte melahirkan tanda tanya besar.
— 17 —
Note:
I'm very happy and suprised!!!!
Setelah seri sebelumnya--Fanatic Break--gagal dalam seleksi reading list dan featured story yang diadakan oleh WIAIndonesia, ane sungguh tak mengira bahwa ENIGMA lolos dalam seleksi reading list edisi ke-2 dalam genre aksi!! ♥️♥️

Terima kasih untuk segenap admin WIAIndonesia yang sudah meluangkan waktunya, untuk menilai karya ane ini :"). Mendapatkan berita bahagia ini ditengah kegalauan ane di jam istirahat kerja, rasanya menghapus segala rasa letih ane :")
Juga untuk Vhytia aka KurenaiNayumi, Anne aka Kanafumi_Ayaka00, Kaori aka ShaaraMikura, Yoru aka SkyLine45 terima kaseh telah mengizinkan ane meminjam tokoh kalian untuk kelangsungan cerita ini, lope youuu ♥️♥️♥️
Btw, ini dia data singkat anak emas ane ♥️♥️

*yups. December is my golden girl :v
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top