Chap 14 : New Mission, Salvation
— 14 —
— A few days later
"Maaf. Kau bilang apa barusan?" tanya Goldenweek menurunkan lembaran kertas yang tengah dibacanya, kembali ke meja. "Tolong kau ulangi lagi, Sora,"
"Sora ingin menyerang FROTENCE," ulang Sora berusaha tegas.
"Bisa aku mendapat alasan kenapa kau ingin melakukan itu?" tanya Goldenweek bersandar pada kursinya, dan melipat tangan di depan dada.
"Untuk menyelamatkan Madness," jawab Sora tertunduk, dan lebih terdengar seperti berbisik.
"Ha?" Sang pimpinan ENIGMA mengarahkan salah satu telinganya kepada Sora secara spontan.
"Sora ingin menyelamatkan Madness!" tukas Sora lebih lantang, dan menatap lurus pria berambut cokelat keemasan itu.
Goldenweek membelalakkan mata. Mengerjap, dan terpaku selama beberapa waktu.
Ia paham sedang berhadapan dengan siapa. Ia paham betul. Karena sebelum Goldenweek menjadi pimpinan ENIGMA generasi ke-5, ia sudah mengenali Sora. Karena baik dirinya maupun laki-laki berhati selembut salju itu, keduanya termasuk dalam 8 orang yang menjadi subjek Serum Roseffila β type.
"Kenapa kau repot-repot ingin menyelamatkannya?" tanya Goldenweek kini berpangku dagu dengan kedua tangannya. "Toh dia mengkhianati ENIGMA,"
"Sora tahu kebenarannya," balas Sora dengan mantap. "Sora tahu bahwa Madness bukan meninggalkan ataupun mengkhianati ENIGMA, dan bergabung dengan FROTENCE. Tapi Goldenweek yang memerintahkan Madness, 'kan? Misi rahasia,"
Goldenweek membisu kemudian. Tapi ekspresinya datar--yah, setiap saat memang seperti itu. Sora tak bisa menebak sedikit pun apa yang dipikirkannya kala itu.
"Rupanya kau sudah tahu ya," Goldenweek mengembuskan napas panjang. "Apakah Madness yang mengatakannya padamu?"
Sora mengangguk.
"Secara lengkap? Termasuk apa misi yang kuberikan padanya?"
Kali ini, Sora menggeleng.
"Lalu apa tujuanmu menyelamatkannya? Apakah dia meminta untuk ditolong?"
Sora bungkam. Tak yakin ingin mengatakan kebenarannya atau tidak.
"Ia ingin menolong Madness dari eksekusi yang akan dilaksanakan FROTENCE cepat atau lambat," potong December tiba-tiba masuk ke ruang kerja Goldenweek. Berdiri di samping Sora, dan melipat tangan di depan dada.
Goldenweek menganga. Tangannya menunjuk sosok December yang menyusup masuk seenaknya, dan menimbrung pembicaraan mereka. Tapi, sang pimpinan ENIGMA tak berkata apa-apa. Hanya menganga, dan menunjuk December serta Sora bergantian.
"December, kau tidak sopan," komentar Goldenweek akhirnya. Namun setelahnya, ia menggeleng.
Bukan itu yang penting sekarang.
"Jadi, kau tahu soal itu rupanya," komentar Goldenweek kemudian. Jelas lebih ditujukan kepada Sora. "Siapa yang memberitahumu?"
"Ia datang kepadaku," jawab December memotong jawaban Sora.
"Apa Goldenweek sebenarnya tahu soal itu juga?" tanya Sora agak takut.
"Tentu saja," jawab Goldenweek tanpa ragu, "tapi, aku memilih diam karena tak ada gunanya menga—"
"Ah, jadi itu maksud dari semuanya," sahut seseorang tiba-tiba.
Sora dan December membalikkan badan. Goldenweek memiringkan tubuhnya untuk melihat siapa sosok itu. Yah, walau sesungguhnya mereka bertiga sudah bisa menebak siapa itu.
Wanita bertubuh kecil dengan kulit berwarna gelap itu melangkah dengan langkah mantap. Berhenti di samping Sora, agar ia tak nampak terlalu pendek. Berdiri di samping December, membuatnya sedih akan fakta dia itu pendek.
"Sungguh kalian. Apakah kalian tak pernah belajar untuk mengetuk pintu dulu sebelum masuk ke ruangan seseorang?" gerutu Goldenweek menghela napas. Menepuk keningnya, dan menggeleng.
"Leader, tolong izinkan aku dan Sora pergi menolong Madness. Menyelamatkannya," minta Latte dengan sangat. "Aku sudah kehilangannya sebelum ini. Kali ini, aku tak mau kehilangan si gila itu untuk selamanya!"
"S-Sora juga!" sahut Sora berusaha tegas. Tapi masih terdengar nada kegugupan di baliknya. "Sora ingin kembali bersama Madness!"
Goldenweek membisu mendengarkan penuturan keduanya. December sendiri juga demikian. Wanita berambut jingga gelap itu hanya mematung di tempatnya sembari mendengar segala ucapan yang keluar dari tiap sisinya. Ia tak ingin berpihak pada siapapun. Ia bersikap netral di sini.
"Latte," panggil Goldenweek, "apa dasarmu berkata begitu?"
"Ha?"
"Soal Sora, aku bisa memahaminya karena ternyata, ia telah mengetahui fakta-faktanya. Lalu kau sendiri bagaimana? Sejauh apa, kau menguping pembicaraan kami?"
"Tidak banyak. Tapi, aku mendapatkan sebuah surat sebelum ini,"
"Surat?" Goldenweek memiringkan kepalanya.
"Ya," Latte refleks mengangguk. "Hari sebelumnya ... Aku ... mendapatkan surat dari Madness, yang dibawakan oleh Vanila."
— 14 —
"Latte, my honey~!"
Sosok wanita berambut pink pucat berkepang, tiba-tiba menyembulkan kepalanya ke dalam ruang pribadi--kamar--Latte. Tapi, ketika dirinya sadar tak mendapat sahutan, ia pun memilih untuk masuk.
"Latte? Honey?" panggil Vanilla.
"Vanilla ya?"
Sahutan terdengar kemudian. Membuat Vanilla dengan segera menghampiri sumber suara itu dengan wajah senang, dan bersenandung pelan.
Sang pemilik kamar, ternyata tengah berada di dapur. Sibuk memasak sepiring panekuk lapis lima. Di samping piring berisi panekuk itu, ada sebuah gelas berisi orange jus.
"Hello, babe!" sapa Vanilla mengalungkan kedua lengannya di leher Latte, dan mengecup sudut bibirnya. "Aku punya hadiah untukmu,"
Latte yang membiarkan Vanilla mengecupnya--sudah terbiasa--karena sibuk dengan panekuknya, seketika menoleh memandang wanita bermanik crimson itu.
"That kiss?" tanya Latte menerka.
"Bukan!" Vanilla menggeleng dan terkikik kemudian. Yang setelahnya, ia terlihat mengeluarkan sebuah amplop kertas merah dari tas kecil yang dibawa bersamanya. "Ada surat untukmu,"
Latte memandang heran surat itu.
"Dari?"
"Your ex-bestfriend,"
Secepat kilat, Latte menyambar surat beramplop merah itu dari tangan Vanilla.
"Sora juga dapat kok," tambah Vanilla tersenyum penuh arti. "Dengan kata lain, surat itu dikhususkan untuk kalian berdua. Sahabatnya."
Tanpa berniat berkomentar akan ucapan tambahan Vanilla, Latte segera mematikan kompornya yang menyala. Berjalan pergi dari area dapur, untuk pindah ke kursi makan. Begitu telah duduk, wanita berkulit gelap itu segera membuka surat tersebut.
Vanilla yang datang menyusul, duduk di hadapan Latte sambil membawa jatah sarapan milik si pemlik kamar, dan tanpa segan melahapnya langsung. Tapi Latte tak peduli dengan itu. Karena sekarang, ada yang lebih penting dan utama.
Surat di tangannya kosong. Bersih tak bernoda. Itu tak lebih dari kertas baru yang hanya dimasukkan ke sebuah amplop.
"Loh? Kok kosong?" komentar Vanilla melihat kertas yang dipegang Latte, tak bertuliskan apapun. Bahkan noda kecil setitik pun tak ada.
"Pinjamkan aku pemantikmu, Vanilla," ujar Latte tanpa bertatapan langsung dengan rekannya.
"Eh? Apa?" Vanilla tampak terkejut dengan permintaan tersebut. Yang setelahnya, wanita berkepang itu menggeleng. "Tidak! Jangan! Jangan dibakar! Kurasa aku yang sa—"
"Aku perlu api untuk membaca surat darinya!" potong Latte tegas. Mata abu-abunya kini lurus menatap Vanilla.
Lawan bicaranya mengerjap. Tak mengira akan hal itu.
"O-oh ... O-oke. Tunggu sebentar." Ujar Vanilla buru-buru mengambil pemantik apinya, dan memberikannya pada Latte.
Latte menerima benda pemberian Vanilla segera. Menyalakannya dan mendekatkan permukaan kertas di tanganya ke api merah-kuning itu. Perlahan tapi pasti, kertas tersebut terlihat menciptakan tulisan hitam yang panjang. Yang saat itu terjadi, Vanilla tak bisa menutupi rasa terkejut dan terpukaunya.
"Wow! Seperti sihir!" komentar pimpinan Squad DA itu kagum. "Dan cara yang hebat untuk merahasiakan sebuah pesan! Jadi selama ini kalian berkirim surat dengan cara semacam ini?"
Tapi Latte tak menyahut. Sudah fokus pada surat di tangannya.
》Dear my annoying best friend,
Jika Vanilla datang kepadamu dan memberikan surat ini, maka hanya ada satu alasan kenapa aku mengirimkan ini padamu.
Maaf, aku tak bisa kembali bersamamu maupun dengan si cengeng kesayangan kita, untuk selamanya. Dan jika kau ingin menyebutku berengsek, aku takkan marah.
Sesungguhnya, aku tidak mengkhianati ataupun meninggalkan ENIGMA. Jiwa maupun ragaku, tetap aku abdikan untuk ENIGMA. Faktanya, Goldenweek memberikanku misi rahasia untuk mencari tahu soal sesuatu di FROTENCE maupun organisasi pemerintah lainnya. Dan ia melarangku mengatakan yang sebenarnya kepada siapapun hingga misiku selesai.
Tapi aku mohon padamu, jangan marah pada Goldenweek karena hal ini. Tolong, jangan. Karena meski kau marah padanya hingga menghajarnya hingga ia babak belur ataupun tak mampu berdiri lagi, itu takkan mengubah apapun.
Jadi, lepaskan saja, oke? Termasuk diriku.
Dan satu hal lagi ...
Jangan ... sekali pun jangan berpikir untuk menyusulku. Kumohon padamu, Latte. Karena jika kau memilih itu, aku takkan memaafkanmu.《
Latte perlahan menurunkan surat tersebut. Tapi setelahnya, ia mematung. Tak bergerak sedikit pun. Bahkan berkedip saja juga tidak.
"Latte?" panggil Vanilla telah berpindah ke sisi kanan Latte. Tangannya meraih salah satu bahu wanita berkulit gelap itu.
"Kapan surat ini datang kepadamu?" tanya Latte tanpa menatap Vanilla.
"Sehari yang lalu." Jawab Vanilla langsung, "tapi aku baru bisa memberikannya padamu hari ini karena waktunya tidak cocok."
"Oh." Latte hanya menyahut dengan singkat.
Keheningan kemudian terbangun. Tangannya secara refleks memainkan surat di tangannya dengan memutar-mutarnya. Hingga akhirnya, ia tersadar akan kehadiran tulisan lain di balik kertas itu.
》P.S
Silahkan sebut aku berengsek pengecut yang tak bisa mengatakan ini secara langsung padamu. Tapi Latte ...
I love you.
Not as a friend or best friend. But as a man. I love you, Latte. For first time we meet that day until now, I always loving you.《
Vanilla tiba-tiba membelalakkan mata. Dan dengan ragu-ragu, ia melingkarkan kedua lengannya pada diri Latte. Yang setelahnya, tanpa merasa ragu lagi, ia segera mendekap tubuh kecil yang terlihat gemetaran itu.
"It's okay, Latte. I'm here with you."
Surat di tangan Latte seketika lepas dari tangannya. Dan ia langsung membenamkan wajahnya pada lengan Vanilla sambil memegangi lengan wanita itu. Menutupi tangisnya yang tanpa sadar pecah begitu saja usai membaca surat tersebut.
— 14 —
"Kukatakan sekali lagi,"
Latte nampak sedikit tersentak saat telinganya menangkap suara December. Membuat dirinya menoleh ke arah sang defender itu untuk mendengarkan briefing darinya, sebelum mereka menyusup ke suatu tempat yang tak jauh dari tempat mereka bersembunyi.
"Tujuan kita menyusup ke markas utama FROTENCE adalah untuk membawa Madness pergi. Jadi, sebisa mungkin jangan membuat kerusuhan atau masalah yang tak perlu, lanjut December lagi, "dan aku tak bisa berjanji, apakah kita masih sempat atau tidak. Karena seperti yang kubilang sebelumnya, eksekusi Infecta dalam perlindungan, sifatnya tertutup dan rahasia. Aku tak tahu apakah mereka sudah melakukannya atau belum.
Jadi mari berharap, eksekusi itu belum dilakukan, serta masih akan dilaksanakan di tempat yang sama. Karena jika mereka memilih untuk mengganti tempatnya, bakal repot jadinya."
Hari ini mereka menjalankan misi tambahan atas permintaan Sora. Dan Latte juga. Dimana keduanya ingin membawa Madness kembali ke ENIGMA. Entah dalam keadaan hidup atau mati. Tapi tentu saja, mereka berharap membawa laki-laki itu dalam keadaan masih bernapas.
Pada mulanya, Goldenweek menolak misi salvation itu. Dengan tegas ia mengatakan bahwa itu berbahaya, dan tak ada jaminan akan membuahkan hasil yang diinginkan. Ia tak mau kehilangan orang-orangnya lagi. Namun finalnya, kekeras kepalaan Sora dan Latte membuat Goldenweek angkat tangan.
Akhirmya, ia mengizinkan mereka melakukan misi tersebut. Dengan syarat, December ada bersama mereka. Dan yang utama ...
"Dan yang utama ...," December masih terus melanjutkan briefingnya. Kali ini, mengingatkan kembali pesan penting Goldenweek yang disampaikan kepada mereka di hari sebelumnya.
"Don't die."
— 14 —
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top