13.Pinkish Cloud

Kemilau senja menyapa lewat celah dedaunan hijau yang nampak gemilang tertimpa sinar lembut dari langit yang cerah sore itu.Ditambah lagi sepoian angin yang semilir menggerakkan ranting ranting pohon,membuat beberapa helai daun tua berjatuhan dan langsung disambut ramahnya rerumputan taman.

Tempat itu masih diliputi kesunyian.Hanya suara decit yang ditimbulkan rantai kecil tempat ayunan bergantung akibat bergesekan dengan penyangganya yang sesekali terdengar.Zein dengan gelisah memaju mundurkan ayunannya pelan,tidak perduli dengan bunyi yang ditimbulkan olehnya itu.Sedangkan Dr.Miranda juga ikut duduk di ayunan satunya.Tetap diam memperhatikan anak itu yang menolak saat ia ajak pulang sejak satu jam yang lalu.

"Kenapa anda ada disini?"tanya Zein dengan bahasa formal

"Untuk melihat pertunjukkanmu"jawab Dr.Miranda diiringi senyuman

"Apa ayah yang menyuruh anda?"

Dr.Miranda mengangguk ragu.Ayah Zein tak pernah menyuruhnya untuk datang, hanya saja ia tak ingin membuat anak laki laki didepannya itu kecewa.

"Waktu itu anda bilang kalau anda punya seorang putri, apakah dia tau tentang ayah?"

"Ya, mereka pernah bertemu beberapa kali"

"Apa katanya?"

"Maksudmu?"

"Apa putri anda tidak marah?"

"Tidak, Usianya sebenarnya lebih tua darimu tapi dia menganggap kalau dirinya masih anak anak"Dr.Miranda berhenti sejenak untuk menghela nafas.
"Jadi dia pikir aku berhak menentukan hidupku"

"Anda salah, putri anda begitu berpikiran dewasa"kata Zein seraya merutuki dirinya sendiri.
"Aku yang kekanak kanakan"

"Tidak juga"sangkal Dr.Miranda agar anak itu tak tertekan.

"Terima kasih sudah bersedia datang,"Zein beranjak dari ayunan.
"Teman teman pikir anda adalah ibu saya tadi"

"Harusnya aku yang berterima kasih padamu karena telah menyajikan penampilan yang luar biasa"

"Baiklah,saya akan pulang"

"Mau kuantar?"

Zein menggeleng pelan dan melangkah ragu.Ada sesuatu dari dirinya yang sepertinya tertinggal dibelakang.Zein mengumpulkan asanya dan mencoba untuk bertanya.

"Dokter,apa anda mau menjadi yang sebenarnya?Seperti yang dipikirkan teman temanku?"

....

"Jadi dia kakak kelasmu saat di SMP?"

"Namanya Shon, dia jadi tetanggaku saat ia pindah ke kompleks tempat tinggalku empat tahun yang lalu"

Pikiran Queena langsung melanglang buana mengajaknya berkelana menyelami masa lalu.

"Shon, ayo bantu ayah mengangkat kardus kardus ini"teriak tuan Ammar dari balik bagasi mobilnya yang masih terisi penuh.

"Iya ayah"suara bariton itu bersumber dari arah pintu yang ketika terbuka langsung menampakkan sesosok malaikat tanpa sayap dengan senyumanya yang memukau.

Pria itu terus membantu ayahnya mengangkut barang pindahan mereka tanpa menyadari seorang gadis yang semenjak tadi tengah memperhatikannya diatas sebuah balkon diseberang rumah.

*

Queena mengernyitkan dahinya saat merasakan ada yang salah dengan sepedanya ketika ia diperjalanan menuju rumah sepulang sekolah.Tak lama kemudian stang sepeda merah jambu yang ia kendarai itu mulai oleng hingga membuatnya terjatuh tak jauh dari seorang pria dengan seragam yang sama.

Mendengar suara terjatuh, pria itu menengok dan langsung berlari menghampiri Queena yang masih bercengkrama dengan aspal.

"Kau tak apa?"tanya Shon ramah.

"Tidak, aku baik baik saja"sahut Queena, setidaknya memang begitu karena tubuhnya tak terluka sedikitpun.
"Hanya saja jantungku seperti ingin keluar saat melihatmu berlari kearahku"lanjutnya dalam hati

"Biar kubantu"

Shon dengan telaten memperbaiki sepeda yang rantainya lepas dari tempatnya itu.Laki laki itu tak peduli pada oli yang membuat tangan putih bersihnya menjadi kotor.

*

Queena berlarian diantara kejaran Shon yang kewalahan hingga membuat gadis itu tertawa karena merasa menang.

Shon melambaikan tangannya seakan mengibarkan bendera putih lalu ambruk dengan sengaja ke karpet merah yang telah tergelar dibawah pohon rindang.

Queena berjalan kearahnya dan ikut berbaring sambil melihat kearah awan yang membentuk banyak benda diatas sana.Tapi entah kenapa saat ini ia melihat awan yang membentuk nama 'Shon' diatas sana.Konyol memang, tapi ia suka.

*
Setelah mengunci lokernya, Queena melihat Shon yang tengah meletakkan baju olahraga tak jauh dari tempatnya berdiri sekarang.hanya terhitung sepuluh loker jaraknya.
Queena memanggil Shon pelan.Mencoba mengajaknya belajar untuk ujian kenaikan kelas yang sebentar lagi akan diadakan.Namun panggilannya terhenti saat melihat Shon yang tampak melambaikan tangannya pada gadis diseberang sana.

*

"Orang bilang cinta tak harus memiliki, benar begitu?"tanya Queena meminta pendapat.

Junior diam sejenak seraya memandang hamparan bunga didepannya.
"Kurasa itu salah"

"Maksudmu?"

"Jika begitu, bukankah itu artinya sama saja dengan menyiksa diri sendiri?"

"Lalu mau bagaimana lagi? Kalau dia tidak cinta, mau dipaksakan?"

"Kalau sudah begitu ya lupakan saja dia, jangan terus mencinta disaat ia mencintai orang lain"Junior beralih menatap Queena.
"Karna cinta harus memiliki, jika kau tak bisa memilikinya artinya dia bukan cinta"

"Kenapa kau mendadak jadi berkata kata begini?" ejek Queena seraya terkekeh pelan.

"Aku hanya mengutarakan apa yang ada dipikiranku"kata Junior ikut tertawa kecil.
"Aku tidak percaya pada kata kata 'jika ia bahagia aku turut bahagia'"

"Kenapa?"

"Sebenarnya ia hanya berpura pura bahagia,dan itu tidak baik...jadi jangan berpura pura."

"Queena!"panggil Azhalea
"Ayo cepat kita akan pulang!"

"Iya, aku kesana sekarang"Queena mulai bisa tersenyum kembali.Setelah membersihkan mantel merah yang ia kenakan dari debu yang didapatnya karena duduk ditanah tanpa alas apapun,  Queena mengulurkan tangan mencoba membantu Junior berdiri meski ia tau itu sebenarnya tidak perlu.
"Mengobrol bersamamu menyenangkan"

"Kau pikir begitu?"

"Iya, biasanya aku tidak pernah bercerita pada siapapun apalagi jika tentang Shon, bahkan pada Azhalea saja aku berpikir dua kali untuk menceritakannya."

Junior meraih tangan gadis itu dan berdiri disampingnya.

"Aku bukannya tidak percaya pada teman temanku tapi yah, memang beginilah aku, dan aku beruntung karena baik Azhalea, Ammy, dan Adelwis, semuanya mau mengerti"

Junior hanya tersenyum menanggapi kata kata Queena.Ia jadi teringat Adelwis yang biasanya selalu bercerita ini itu padanya. Bahkan hal remeh temeh seperti halnya ketika gadis itu dengan kesal menceritakan adiknya yang memakan tiramisyu oleh oleh dari ayahnya sendirian.

"Queena"panggil Junior yang tak sadar kalau gadis yang tadi menemaninya berbincang itu telah melangkah cukup jauh didepan.

Gadis yang dipanggil itu menghentikan langkahnya dan menengok kebelakang.Ia tertegun melihat Junior yang tengah berlari kearahnya dengan background siluet matahari sore yang teduh.

Junior memasangkan topi itu lagi dengan posisi yang sama segera saat ia telah berada didepan Queena.
"Matamu masih sembab"katanya pelan.

Queena mengerjapkan matanya berkali-kali.Bukan karena ingin membuktikan perkataan Junior benar,tapi karna awan berwarna merah jambu dilangit jingga itu.

Tampak seperti,

'JR'?

"Oh ya,jaga baik baik ya! ini istimewa"bisik Junior seakan ini menjadi rahasia mereka berdua.

"Benarkah?

"Hmm"

Queena kembali berjalan menghampiri teman temannya yang tengah menunggu didepan Bis yang berbeda beda.

"Hei,kau beli topi?"tanya Azhalea

"Emm, ini----"

"Kurasa aku pernah melihat topi itu"kata Amarylis menambahkan.

Queena tersipu malu,ia tak ingin teman temannya ini tau kalau topi itu adalah milik Junior.Bukan apa apa, hanya saja Queena pikir ini belum saatnya.Sementara itu Adelwis menyilangakan kedua tangannya seraya bersandar pada pintu bis yang akan ia naiki,tersenyum getir menatap kearah Queena dan Junior bergantian.

Cekrek

Adelwis terkejut ketika blitz kamera itu menyambar wajahnya yang tak lain adalah ulah William dengan kameranya.

"Dan ini dia, wajah seorang Adelwis yang tengah cemburu"kata William mengomentari foto hasil jepretannya.

"Aku tidak cemburu!"

"Lalu kenapa kau..."William mendekati Adelwis untuk berbisik padanya
"Melayangkan tatapan itu pada Queena?"

Adelwis menatap William kesal.

"jadi sebenarnya kau suka siapa?"kata William lagi seraya menepuk nepuk pundak Adelwis pelan.

"Dengar, baik Junior maupun Gio---"

"Eittss,memangnya kapan aku bilang yang satunya lagi itu, Gio?"kata William diiringi tawanya.

Adelwis terdiam,tak menyangka ia terjebak dalam permainan William.

"Hei Will,lepaskan tanganmu darinya"perintah Gio yang baru saja datang.

William menyeringai kearah Adelwis,sekarang gadis itu tau alasan kenapa Azhalea selalu bilang kalau wajah William itu menyebalkan.

"Berjuanglah, kurasa kau punya kesempatan! ini saat yang tepat"kata William beralih menepuk pundak Gio,yang membuat laki laki didepannya mengernyitkan dahinya tak mengerti lalu berlalu pergi menuju bisnya.

.....

Hari sudah mulai malam ketika seluruh Siswa tiba di Dsinscho setelah pulang dari Asian Flower park.Suara klakson dari sebuah mobil menarik perhatian Amarylis.

"Rilys"panggil seseorang dari dalam mobil itu.

"Daddy"

"Masuklah,ibumu tak bisa menjemput karna harus pergi kerumah sakit untuk beberapa urusan"

"OK"

"Bagaimana kalau kita makan malam dulu sebelum pulang"Pria itu mulai mengemudikan mobilnya membelah jalanan kota malam itu diantara lautan lampu yang gemerlapan.
"Kau mau kemana?"

......

To Be Continue

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top