12.As Beautiful As The Flower Fields
"......Taman bunga ini sudah ada sejak 1980,dimana disini ditanam semua jenis bunga yang berasal dari berbagai penjuru benua Asia......."penjelasan dari pemandu wisata itu terus saja memanjang tanpa henti semenjak mereka turun dari bis walaupun hanya diabaikan oleh para siswa.
Anak anak itu lebih memilih untuk menikmati keindahannya tanpa ada niat mengetahui sejarah mengenai taman bunga yang mereka kunjungi itu.Bahkan beberapa diantaranya ada yang malah sibuk sendiri dengan gadget atau bercanda ria dengan teman temannya.
".....Baiklah,saya kira penjelasannya sudah cukup,sekarang kalian bisa melihat lihat koleksi tanaman bunga disini."
Kata kata itu terdengar seperti peluru tanda start dimulai ditelinga anak anak itu.mereka menyambutnya dengan sorak soray penuh kegembiraan seperti halnya baru saja terbebas dari penjajahan.
Amarylis melangkahkan kakinya menghampiri seorang laki laki yang tengah berdiri menatap padang bunga berwarna oranye terang dihadapannya.Merasa ada yang mengarah kearahnya,laki laki itu memalingkan pandangannya dan beralih menatap Amarylis yang kini tersenyum disampingnya.
"Indah sekali bukan"puji Amarylis seraya mengajak Abraham kembali mengagumi hamparan bunga itu.
"Cantik"
Amarylis tertegun sesaat.Ia yakin tak salah dengar dan sekarang Abraham masih tetap menatapnya seperti saat kedatangannnya.
"Apanya?"
"Amarylis"
Lagi lagi jantungnya berlomba didalam sana tapi gadis itu tetap berusaha bersikap santai dan seoalah olah tak mengerti apa yang dimaksud Abraham.
"Oh,maksudmu bunga bunga itu? Ya, itu bunga Amarylis."Amarylis berusaha menahan senyumnya namun tangannya menghianatinya dengan bergerak refleks menyelipkan beberapa helai anak rambutnya kebelakang telinga,gugup.
Abraham hanya tertawa dan mengangguk.Menikmati permainan sandiwara yang sedang diperankan gadis didepannya itu.Abraham kembali menatap kearah setangkai bunga Amarylis yang sejak tadi menarik perhatiannya.Tangannya bergerak perlahan ingin memetik tangkai bunga itu namun terhenti ketika tangan lain mencegahnya.
"Jangan dipetik ! Kau tidak lihat itu,"tegas Amarylis mencoba mengingatkan Abraham tentang tulisan yang dipajang besar besar disekitar pagar yang membatasi pengunjung dan tanaman.
"Pengunjung Dilarang memetik bunga"katanya lagi membacakan sebaris kalimat yang tertulis disana.
"Aku hanya ambil satu,ada banyak yang lain"kata Abraham mengelak dan tetap memetik bunga itu tanpa bisa dicegah lagi.
Gadis disampingnya itu hanya bisa menggeleng pelan melihat kelakuan Abraham.
"Bunga Amarylis punya umur yang pendek ,hanya bisa bertahan hidup selama beberapa minggu,"Amarylis kembali menekuri bunga bubga cerah itu
"Jika kau petik sekarang ia akan layu sebelum waktunya,itu hanya akan mempercepat kematiannya."
Abraham menatap Amarylis lekat lekat lalu menyelipkan bunga yang tadi di petiknya diantara telinga Amarylis.
"Tapi yang ini,akan selalu mekar dihatiku"
Amarylis kembali dibuat beku dan tepat saat itu, angin berhembus diantara keduanya.
"Oooohhh Rasanya aku ingin meleleh"kata Adelwis yang sedang bersembunyi dibalik pohon bunga bougenville tak jauh dari Amarylis dan Abraham.
"Sayangnya disini tak ada bunga Edelweiss"bisik Junior yang entah sejak kapan ada disana membuat Adelwis terkejut.
"Hei,kau ini tidak sopan mengagetkan orang begitu"
"Kau sendiri tidak sopan mengintip orang lain"
"Aku tidak mengintip!"
"Lalu kenapa sembunyi disini?"
Adelwis kehilangan kata kata, tapi ia tak kehilangan akal.ia mengambil sesuatu dari dalam tasnya dan menunjukkan sebuah topi dengan tulisan ' Jr '.
"Ini untukmu"
"Untuk apa ?, ulang tahunku sudah lewat"
"Hehhh memberi hadiah bukan hanya saat ulang tahun"
"Lalu apa"
"Untuk...Ummm,Ah Sudahlah terima saja"kata Adelwis sambil berlalu pergi.
....
Zein menunggu dengan gelisah,Ayahnya tak kunjung datang sedangkan ia akan segera tampil beberapa menit lagi.
Apa jadinya hari ini jika saat walinya dipanggil tak ada satupun yang akan naik keatas pentas.Zein berdecak kesal tak seharusnya ia percaya kalau ayahnya akan datang.Semestinya ia tak berharap banyak.
"Zein Alvano..."suara yang muncul dari pengeras suara itu memanggil namanya untuk segera naik keatas pentas.
Zein menghela nafasnya sekali lagi dan mencoba mengintip dibalik dinding berwarna merah menyala itu, tetap saja ia tak menemukan siapapun.
Ia duduk kembali dikursi kecilnya.Tangannya bersiap untuk memainkan tuts tuts piano dengan warna monokrom itu .tepat saat tirai dibuka, lagu 'the immortal' menggema keseluruh ruangan.
....
Hembusan angin yang ditiupkan Queena membuat bunga dandelion kering yang digenggamnya itu berterbangan diudara.Menari-nari tak beraturan.Beberapa diantaranya memilih menyerah jatuh kebumi,sedangkan yang lain tetap terombang ambing dipermainkan angin.
Queena tertegun saat beberapa diantara mereka membawa pandangannya kearah seseorang yang tengah berlutut didepan sana.Seseorang yang begitu ia kenal itu tengah berlutut seraya menyodorkan sebuah benda kecil berkilauan yang berada didalam kotak kecil berwarna merah hati.Ia tak dapat melihat dengan jelas benda apa itu tapi,ekspektasinya menyatakan kalau itu sebuah cincin.
Queena mencoba untuk berpaling namun hatinya tak mengijinkan.Ia hanya berdiri kaku disana dengan mata yang mulai panas.Bahkan air itu sudah menggenang bak telaga jernih yang ia lihat sebelum memasuki taman ini.Sekali saja matanya berkedip,air itu akan berlomba untuk tumpah.
Ini impiannya,laki laki itu berlutut dengan menawarkan cincin sambil berujar 'will you marry me?, Queena?'.
Ya,dan dia sekarang melihatnya melakukan itu.Tapi sayangnya, laki laki itu melakukannya bukan untuk Queena.Melainkan untuk gadis berambut panjang kecoklatan dengan dress floral yang tampak seperti bidadari itu.
Gadis itu juga tengah menangis,tapi tentu saja dengan air mata yang berbeda.Sedang Queena mulai hanyut dalam air matanya sendiri yang mulai memburamkan pandangannya.
Tak berselang lama ia merasakan sebuah hentakan ringan dikepalanya,Queena mendongak dan mendapati sebuah topi telah terpasang dikepalanya.
"Aku tidak suka air mata"
Queena mengenali suara itu dan menengok kearah sumbernya mencoba memastikan kebenaran pendengarannya.Belum sempat ia menengadah,orang itu sudah lebih dulu mencegahnya dengan menurunkan topi itu hingga hampir menutupi separuh wajah Queena.
"Begini lebih baik,tidak ada yang akan tau kalau kau sedang menangis"
"Apa yang kau lakukan?"kata Queena datar tanpa merubah posisi topi itu
"Mencoba membantumu"
"Aku tidak perlu bantuanmu!"kata Queena sambil berlalu pergi
"Hei,kau tidak perlu sungkan"
"Cukup"
"Tidak mau"
"Junior!"Queena melepas topinya tepat didepan Junior yang sedari tadi mengikutinya.
"Iya, aku disini"jawab Junior tanpa merasa ada yang salah sedikitpun.
"Apa masalahmu hah?!"bentak Queena
"Apa masalahmu?"Junior membalikkan pertanyaan Queena dengan nada yang lebih bersahabat.
Queena luluh.Pandangannya tak lagi sekeras tadi.Ia kembali melihat kearah hamparan bunga mawar merah yang durinya seakan menikam jiwanya.
Junior mengikuti arah pandangan Queena dan mendapati sepasang kekasih yang tengah bercanda ria.
"Jangan lihat"larang Junior dengan kembali memasangkan topinya pada Queena seperti sedia kala.
.......
Azhalea menutupi matanya dengan kaca mata hitam untuk menghalangi silau cahaya matahari yang mulai menyengat.
"Dimana yang lain ? Kenapa aku hanya sendirian disini"
Azhalea melihat William yang tengah berbicara dengan salah seorang siswi.Azhalea tak tau siapa gadis itu,mungkin adik kelasnya atau mungkin....Sudahlah,lagi pula itu tak terlalu penting.Azhalea berniat segera berpaling agar si menyebalkan William itu tidak melihatnya,namun ia terlambat baru saja kakinya melangkah satu kali suara itu langsung berteriak memanggil namanya.
"Azhalea!"
Gadis yang dipanggil namanya itu berbalik dengan malas ketika mendengar namanya disebut
"Bisa tidak kau jangan menggangguku? Aku tau aku ini cantik,baik,kaya dan pintar yah...lumayan pintar maksudku"
William hendak mengucapkan sesuatu tapi ia tak sempat karna Azhalea kembali melanjutkan perkataannya.
"Sebenarnya apa sih yang kau ingin kan dariku? Oh ya aku inikan tipemu,semuanya tergambar jelas dari caramu menatapku.Itu tidak masalah,serius! Aku tidak marah padamu,silahkan sukai aku semaumu tapi...aku cuma mau ucapkan satu hal,cobalah untuk tidak melihat kearahku terus dan jangan melakukan hal hal yang konyol yang membuatmu semakin menyebalkan.Sebenarnya kau bukan tipeku tapi,melihat perjuanganmu selama ini...akan kuusahakan untuk menyukaimu sedikit saja"
"O..begitu?"
"Iya"
"Sudah selesai?"
"Iya"
"Maaf untuk menghancurkan mimpimu yang indah itu tapi, aku memanggilmu karna itu"kata William menunjuk kearah beberapa tumbuhan hijau yang sepertinya baru saja ditanam dan sekarang rusak karna terinjak sepatu Azhalea yang langsung melompat terkejut.
"Sampai jumpa"William mulai melangkah pergi tapi kemudian ia berbalik.
"Satu hal lagi,kau bukan tipeku nona"
"Tenggelamkan saja aku kesamudra pasifik"
....
Riuh tepuk tangan menggema mengakhiri penampilan Zein hari itu.Zein menghembuskan nafas berat.Hal ini adalah hal yang ia takutkan.Tidak,ia bukannya mendramatisir keadaan tapi memang demikian adanya.Bahkan lebih mendebarkan dibanding sebelum ia tampil tadi.
Zein hanya menekuri ujung sepatunya dengan sedih saat MC acara itu ikut naik keatas panggung dan memuji penampilannya.Zein tau setelah ini MC itu akan berteriak heboh meminta orang tuanya untuk naik keatas panggung.Biasanya saat itu tiba, Adelwis akan berdiri disampingnya dengan wajah berseri dan esoknya ia akan mendapat pertanyaan dari teman-temannya kenapa ia bisa mempunyai kakak perempuan yang begitu cantik.
"Baiklah, sekarang orang tua Zein dipersilahkan untuk naik keatas pentas"
Hening
"Apa tahun ini kakakmu lagi yang datang"tanya MC itu pada Zein yang hanya dibalas dengan gelengan.
"Orang tua Zein?"panggil MC itu sekali lagi.
Zein menggeleng pelan.Tak ada gunanya ia menunggu,ayahnya tak mungkin datang.Baru saja tangannya menyentuh lengan MC itu untuk memintanya berhenti memanggil orang tuanya,sebuah suara terdengar dari sudut ruangan.
"Saya disini"kata seorang wanita tengah berjalan terseok seok melewati anak tangga yang berada diantara kursi para penonton diiringi senyuman hangat.
"Maaf, tadi suara saya tak sampai kesini karna jarak yang terlalu jauh."
Zein tertegun melihat wanita yang tengah tersenyum lembut pada semua penonton di aula itu. Ia benar benar tak menduga kalau Dr.Miranda sekarang ada didepannya.
....
To Be Continue
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top