dua

Namaku cinta, ketika kita bersama
Berbagi rasa untuk selamanya
Namaku cinta, ketika kita bersama
Berbagi rasa sepanjang usia

Hingga tiba saatnya
Aku pun melihat
Cintaku yang khianat
Cintaku berkhianat

Aku terjatuh dan tak bisa bangkit lagi
Aku tenggelam dalam lautan luka dalam
Aku tersesat dan tak tahu arah jalan pulang
Aku tanpamu butiran debu...

.
.

Aina tersenyum, dia belum bisa membeli TV tapi tidak masalah, dia masih bisa mendengarkan lagu dari Hp.
Berulang kali mendengar kan yang satu ini semenjak berpisah dari Bryan.

Aina duduk, mulai membuat adonan, membentuk dan memasukkan ke dalam penggorengan yang berisi minyak panas yang sesekali memercik mengenai tangannya.
Dulu awal memulai usaha ini, dia terpekik dan kalang kabut mendinginkan tangannya dalam air, sekarang dia cuek saja.
Tangannya yang mulus dan lembut sudah nyaris hilang, sekarang tidak ada lagi nyonya Patten yang lemah lembut dan dimanja, yang ini adalah Aina yang kuat, gigih si anak tukang kue yang kini juga menjadi tukang kue.

Sudah belasan tahun Aina tidak perlu bekerja, atau mencari uang.
Selama menjadi Istri Bryan dia cukup dimanja, pekerjaan paling berat yang Aina lakukan hanyalah membuatkan kopi untuk Bryan yang hanya mau minum kopi buatan Aina.
Sedikit gula, sebab manisnya sudah didapat dari Aina.
Mata Aina berkaca-kaca setiap kali ingat Bryan dan sikapnya yang begitu sempurna nyaris sepuluh tahun mereka bersama sebagai suami istri.
Terkadang sayup-sayup dia masih bisa mendengarkan suara Bryan yang lembut merayu atau Suara Bryan yang mendesis saat dirasanya Aina melakukan kesalahan.

Apakah Bryan minum kopi yang dibuat Qori, apakah dia juga akan merayu Qori.?
Ah tentu saja!
Bryan pasti minum kopi karena dia adalah tuan Kopi.
Paginya dimulai dengan seks dan secangkir kopi.

Aina menyeka pipinya yang gatal sebab airmata yang mengalir dengan punggung tangganya, meninggalkan jejak tepung disana.
Apakah dia gagal melupakan Bryan.?
Apakah keputusan nya bercerai salah.?
Apakah langkahnya menghilang dari Bryan juga salah.?

Bryan tidak ingin bercerai, dia kukuh tidak mau kehilangan Aina.
Dia bersumpah, setelah bayinya lahir dia akan menceraikan Qori.
Tapi itu tidak mungkin, Aina tidak ingin anak Qori tumbuh tanpa sosok ayah.
Lagipula Qori lah yang sekarang ingin dijadikan menantu oleh mama Resi.

Dia mencintai Bryan, pria itu satu-satunya dalam hidup setelah mama meninggal.
Jika Bryan ingin punya anak, dia tidak akan menghalangi pria itu.
Mama Resi juga berhak bahagia, sekarang dia tidak perlu malu dan menahan diri saat teman-temannya menyindir soal cucu.
Semua orang berhak bahagia, bukan hanya si selebgram.!

Aina menekan adonannya, membentuk bulat sebelum menutup dengan plastik, meninggalkan sampai mengembangkan.
Jika tidak ada yang dikerjakan nya, pikirannya selalu kembali pada Bryan yang selalu ingin membantu saat Aina akan membuatkan apapun yang ingin dimakan pria itu.
Tapi bukannya tertolong, Bryan justru merepotkan.
Saat makan bersama, Bryan selalu membuatnya tertawa.
Pria itu tidak pernah membiarkan apapun membebani Aina.

Karena itulah rasanya seluruh dunia yang Aina bangun runtuh begitu tahu tentang perselingkuhan suami dan wanita yang disebutnya teman.
Kalau mengikut perasaan nya, ingin rasanya dia berlari menjerit dan bertanya kepada semua orang kenapa ini menimpanya.
Kalau ingat tahun-tahun awal pernikahannya, mimpi pun Aina tidak pernah berpikir pernikahan nya akan berakhir sepahit ini.

Deringan HP membuyarkan semua lamunannya.
Inilah yang dia butuhkan, pengalih perhatian.
Aina melap tangannya, meraih Hp dan menggesek untuk menjawab panggilan dari bu Yus, pemilik kantin dimana Aina menitipkan kue-kue buatannya.

"Aina..!?"

Aina tersenyum mendengar suara wanita tua yang selalu ceria dan bersemangat itu.
"Ya." Jawabnya dengan suara lembut yang selalu menyenangkan siapapun yang mendengar nya.

"Apa kue-kue mu sudah jadi.?"

"Belum, dua jam lagi aku kesana, memgangarkan kue-kue nya. Tapi tumben ibu bertanya.?"

Bu yus tertawa.
"Itu hanya pertanyaan basa basi. Sebenarnya aku ingin bertanya, apa hari ini kau bisa membantuku di kantin. Jadi setelah memgantarkan kue, kau jangan pulang. Bantu aku dikantin.
Si Lusi melahirkan, prematur jadi tidak mungkin dia bisa membantu.
Karena itu kalau kau mau, tolong gantikan dia selama satu atau dua bulan atau mungkin selama yang kau mau"

Aina tersenyum.
"Tentu saja. Aku mau." Dia sudah berulang kali bertanya pada bu Yus apa dia bisa ikut menbantu di kantin agar punya kesibukan sepanjang hari dan tentu ada uang lebih lagi.
"Tapi aku masih boleh menitip kue kan.."

"Tentu saja.!" Seru Bu Yus.
"Kue mu sekarang jadi daya tarik tersendiri. Mereka semua suka dan aku pikir kau bisa mencari pekerja untuk membuat kue yang lebih banyak lagi.!
Tapi tidak sekarang, sekarang kau harus membantuku Menganti Lusi.
Dia melahirkan disaat kita sedang sibuk-sibuknya.
Tapi yah anaknya kan tidak tahu kalau bakal ada kunjungan dan pemantauan dari CEO pusat ke kantor sini."
Bu yus terus bicara, senyum Aina makin lebar.
Akhirnya setelah meminta kerja kesana kemari, panggilan itu datang juga.
"Kau masuk jam sepuluh pulang jam enam.
Libur Sabtu dan minggu, setiap kantor libur, kita juga libur."
Bu yus menghela napas.
"Jadi kiat deal ya.!?"

"Ya. Tentu saja. Ini hari pertamaku.!" Jawab Aina riang.

"Baiklah. Aku tunggu, bawa serta kue-kue mu.!" Dan bu Yus menutup sambungan tanpa menunggu jawaban Aina.

Aina menarik napas, menghembuskan pelan.
Umurnya sudah hampir tiga puluh tahun, dia tidak kuliah dan ijazah SMA nya juga tidak akan bisa dipakai untuk umurnya sekarang.
Bu yus percaya saja sudah sangat disyukuri olehnya.
Bagi Aina sekarang, tidak ada yang namanya gengsi.
Dia bukan lagi nyonya Bryan Lecuf.
Sekarang selesaikan kue-kue nya dan mari memulai pekerjaan barunya.

Dua jam kemudian dia sudah berjalan membawa kue-kue di kantin perusahaan yang bergerak dibidang properti.
Dengar-dengar pemimpin tertinggi nya masih muda, memulai semuanya dari nol tapi dalam waktu lima tahun dia bisa menembus pasar dan menjadi salah satu perusahaan yang diperhitungkan dengan beberapa cabang, seperti kantor ini contohnya.

Beberapa karyawan yang tidak sempat sarapan di rumah terlihat sedang mengambil makanan dari prasmanan, maklum pekerja disini rata-rata masih belum berkeluarga, karena itulah Aina sering mendapat rayuan atau kata-kata yang membuat kuping merah tapi terpaksa diabaikan demi menjaga ketenangan masing-masing.

Bu Yus menjalankan usaha dikantor ini dengan sistem sewa tempat.
Dia buka dari jam enam pagi, tutup sampai jam enam, saat kantor tutup.
Pekerjanya ada enam orang dibagi dalam dua waktu agar tidak keteteran.

"Masih satu jam lagi dari jadwal kerjamu.!" Kata bu Yus saat Aina berdiri di depannya.

"Tidak apa. Aku bosan di rumah. Kue-kue juga sudah beres. Jadi aku masuk dan mulai bekerja, training tapi kalau ibu tidak puas, bilang saja. Aku pasti akan berusaha memperbaiki pekerjaan ku."

"Aku yakin kau bisa. Selama kau tidak malas, apapun kekurangan mu yang lain, bisa aku maklumi."
Bu Yus menyerahkan apron berwarna oren yang norak ke tangan Aina.
"Pakai ini dan mulailah bekerja, tanyakan pada mereka apa yang harus kau lakukan.
Kalau kau ragu, tanyakan padaku."
Setelah nya dia kembali fokus ke mesin hitungnya, bu Yus tidak menyerahkan urusan atau kursi kasir pada siapapun.
Katanya, jika menyangkut uang, dia tidak percaya pada siapapun termasuk pada suaminya yang sudah meninggal dan sang putri yang sudah menikah dan memberinya cucu.

Aina memasang Apronnya, satu pekerja bu Yus menyuruhnya melap piring hingga kering lalu menumpuknya di bagian depan agar orang yang ingin makan tidak perlu menunggu.
Setelah dia diminta untuk membersihkan meja yang bekas dipakai.
Kanti Bu Yus terkenal bersih wangi dan higienes.

Aina senang dengan pekerjaannya ini, dia bisa melupakan Bryan untuk sejenak.
Dia tidak merindukan pria itu tapi entah kenapa sulit membuang Bryan dari benaknya.
Kata orang, rasa sakit lebih sulit dilupakan dari kenangan indah.!

"Aina.! Pastikan semuanya bersih. Bos besar katanya akan sampai dalam satu jam lagi.
Jangan sampai dia mengkritik kantin ini lalu memasukan orang baru disini.
Bersih kan semuanya, jangan sampai dia melihat ada noda yang bersisa atau jatuh dimanapun.
Reputasiku ada di bahumu.!"

Aina tersenyum, dia pernah jadi nyonya besar selama sepuluh tahun tapi sembilan belas tahun awal hidupnya, dia hanyalah anak tukang kue miskin jadi tentu saja Aina masih bisa bekerja keras.
Aina berkonsentrasi, dia memastikan semuanya bersih, benar-benar seperti kantin kantor dalam film-film Korea yang dia lihat.

"Kenapa tidak ada yang makan siang, inikan sudah jam nya.?" Tanya Aina pada Bu Yus saat wanita itu memintanya berdiri di dekat prasmanan.

"Apa kau lupa, bos besar pasti sudah datang. Tidak akan ada yang berani meninggalkan meja nya. Si bos harus pergi dulu, baru mereka berhamburan seperti anak ayam yang kelaparan."
Bu Yus mendengus.
"Saat kau kerja disatu perusahaan, kau tidak tidak bisa hanya mengandalkan kemapuan, kau Juga harus punya IP yang tinggi, Ilmu Penjilat. Jika ingin karier mu naik dengan cepat.
Yah kecuali kau memang sangat istimewa."

Aina tersenyum.
"Apa itu pengalaman pribadi.?!"
Ucapnya yang sibuk melap semuanya sampai kinclong.

"Tentu saja. Sebelum membuka usaha sendiri, aku dulu juga seorang pegawai.
Aku ini sudah kenyang makan asam garam kehidupan.
Jadi jika kau punya masalah atau punya pertanyaan dan butuh tempat untuk konsultasi maka kau sudah tahu orang yang tepat untuk kau mintai nasehat."
Cerocos bu Yus yang tangannya sibuk diatas kalkulator, entah sedang menghitung apa.
Setelah itu mereka sibuk dengan pekerjaan masing-masing.

Satu jam kemudian Bu Yus baru bersuara lagi.
"Sialan kemana orang-orang itu. Apa mereka tidak tahu aku menyiapkan menu spesial untuk menyambut kedatangan si bos, ingin membuatnya kagum dan kecanduan masakanku."
Lalu dia memijat pelipisnya.
"Aku yang bodoh harusnya aku memikirkan kalau bos besar seperti itu biasanya makan di restoran besar atau hotel bintang lima bersama rekan-rekannya.
Mana mungkin dia akan datang dan mencicipi makanan buatanku."

"Tidak apa-apa. Jika si bos tidak datang, setidaknya para pegawai tahu betapa pintar dan beragam ide masakanmu." Hibur Aina berdiri sejajar dengan para pekerja bus Yus yang lainnya.

"Atau jangan-jangan si boa ini otoriter dan suka menyiksa sampai tidak membiarkan karyawan nya makan dan istirahat."
Nia pekerja termuda menanamkan pikiran ke kepala mereka.

"Ya tuhan, mungkinkah itu.?" Seru Bu Yus.

"Ah tidak mungkin.!" Jawab Aina.
"Lihat saja wajah para pegawai si sini, mereka makan dengan lahap. Wajah mereka ceria dan hidup mereka terlihat makmur.
Ini hanya cara mereka untuk menunjukkan dedikasi pada sang bos.!"

Bu Yus dan yang lain mengangguk tapi Nia terlihat tidak percaya.

"Tapi kan ini sudah lewat satu jam kenapa mereka tidak makan juga.
Atau si bos sanking baiknya mentraktir mereka semua makan si restoran mahal."
Kali ini Nia menarik kesimpulan yang lain lagi membuat wajah bu Yus makin cemas, melihat lauk nya yang melimpah.

"Tidak mungkin juga.!" Sanggah Aina.
"Lihat saja tidak ada satupun kendaraan yang terlihat dari kaca di sana." Tunjuknya yang membuat wajah Nia kesal sebab selalu dibantah.
Aina menegur dirinya sendiri, sebaiknya tidak perlu sok pintar kalau membuatnya jadi dibenci.

"Sudah diam, dengar seperti ada yang menuju ke sini." Bu Yus memberi perintah hingga mereka semua menoleh ke arah pintu masuk kantin.
"Pastikan kalian bekerja sebaiknya, di depan bos besar jangan ada yang membuat kesalahan."

"Terutama kau anak baru.!" Desis Nia yang kini pasti sudah menetap kan Aina yang jauh lebih tua darinya sebagai musuh.
"Tapi belum tentu juga si bos ikut makan bersama.!" Tambahnya yang tetap reflek merapikan dan menepuk apronnya.

Orang yang paling depan pasti si bos, tebak Aina melihat sikap cara jalan dan pakainya.
Di kiri kanannya adalah direktur, manajer dan kepala bagian yang sibuk menjadi Guide bagi pria itu yang menurut Aina masih sangat muda.
Wajah pria itu baby face atau mungkin umurnya memang masih sangat muda dengan mata pucat yang sendu.
kulitnya begitu putih mulus, pasti sering membuat iri kau hawa. bibir yang merah merekah tanpa perlu memakai pelembab lagi.
tapi dia tinggi dengan tubuh yang tegap.
Secara keseluruhan dia tampan dengan rambut luruh sewarna pasir yang acak-acakan tapi mengemaskan.

Pria ini mendekat, memperhatikan setiap sudut dengan mata pucatnya, tidak melewatkan apapun.
Bos besar ini tidak terfokus pada yang bicara padanya tapi dia mendengar kan meski matanya tidak melewatkan apapun disekitarnya.

Terlihat masih kekanak-kanakan tapi jelas tidak ada yang bisa main-main dengan pria ini.
Si babyface yang super seksi.!

*******************************
(19112021) PYK






Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top