Bab 20


Bab 20


Tiga bulan setelah Gigih mendengar Lala memanggil Yanti dengan sebutan Mama, keduanya resmi menyandang gelar suami istri. Senyum di bibir keduanya tak lepas sejak mendengar kata Sah setelah Gigih mengujap ijab kabul dengan lancar. Ia melirik perempuan yang terlihat cantik dengan gaun berwarna putih di sebelahnya dan mengucap syukur dalam hati.

"Penantian panjang, ya, Gih," ucap Wisnu yang menjadi saksi nikahnya hari ini. "Selamat, aku benar-benar senang lihat kalian berdua."

Gigih menerima uluran tangan sahabat dan partner kerjanya, sebelum melirik perempuan dan anak gadis yang terlihat serasi dengan baju sewarna dengan Wisnu. Senyum di bibirnya semakin terkembang mendapati pria di sebelahnya melihat arah pandangnya. "Sepertinya abis ini aku yang harus kasih ucapan selamat, Nu." Tanpa menjawab pertanyaannya, Wisnu hanya mengedikkan pundak sebelum kembali mengucapkan selamat dan menepuk pundaknya pelan dan mengulurkan tangan pada Yanti.

Setelah prosesi akad nikah berlangsung di kantor KUA yang terletak tepat di sebelah rumah keluarga Yanti berlangsung dengan khidmat. Diiringi doa dari keluarga dan juga sahabat terdekat mereka, keduanya memulai kehidupan baru sebagai suami istri. Gigih bisa merasakan kebahagiaan terpancar dari wajah cantik istrinya, perempuan yang melekat di hati dan pikirannya sejak sepuluh tahun lalu itu sesekali memandangnya dan berkata, Love you Suamiku.

"Aku baru nyadar kalau mereka berdua ada apa-apa, Mas. Mulai kapan?" bisik Yanti di telinganya ketika melihat kedua sahabat mereka tak bisa saling menjauh. Bahkan sesekali ia bisa melihat tangan yang saling terjalin dan senyum tak lepas dari bibir. "Aku senang lihat mereka berdua. kelihatan berbeda tapi cocok di waktu yang bersamaan."

"Seperti kita," kata Gigih mengalihkan perhatian istrinya dari kedua sahabat mereka berdua. "Kita berdua berbeda banget. Kamu on time banget, aku selalu terlambat. Aku senang banget kopi, kamu benci kopi. Kamu senang banget makan durian, aku ben—"

"Tapi aku sayangnya sama Mas." Yanti membungkamnya dengan kata-kata. "Meski kita pernah terpisah. Meski banyak hal yang berbeda di antara kita berdua, tapi itu semua buat aku makin sayang sama Mas. Kita enggak punya cerita cinta seperti di novel yang enemy become lover, atau perjodohan dari dua klan yang berbeda." Tawa tak bisa ia tahan mendengar Yanti membandingkan cerita meraka berdua dengan novel. "Kita enggak punya meet cute karena pertama kali, Mas malah ngiranya aku cowok. Tapi aku tetap enggak bisa jauh darimu."

"I love you, Ci," ucapnya mendekatkan bibir ke kening istrinya dan tak lama kemudian terdengar sorakan membuat keduanya terkejut. Selama beberapa saat Gigih melupakan semua orang yang hadir merayakan hari bahagia mereka berdua. Ia tak menyadari banyak orang yang memandang mereka berdua dengan senyum di bibir. Gigih hanya melihat istrinya. Hanya suara lembut Yanti yang ia dengar. Aroma parfum perempuan yang akan menemani di sisa usianya memenuhi indera penciumannya. Pikiran dan hatinya hanya terisi Aryanti Citra Ramdhani yang pernah terlepas dari genggamannya sepuluh tahun lalu.

Mereka berdua menghabiskan sisa hari bersama mereka yang tak berhenti mengucapkan kata selamat dan mengantarkan doa tulus untuk kebahagiaan mereka. Bahkan Lala yang beberapa saat lalu berada di sisi Fitra, kini tak melepas tangan mereka berdua. Gigih menyadari, ini bukan hanya hari bahagia mereka. Kerinduan Lala akan kehadiran wanita yang sudah melahirkannya kini sedikit terobati dengan munculnya Yanti di kehidupan mereka berdua.

"Ada sesuatu yang pengen Lala katakan," kata Lala mengundang perhatiannya dan Yanti. Sesaat lalu, anak gadisnya masih sibuk membisikkan sesuatu di telinga istrinya dan saat ini berdiri dengan tegap di hadapan mereka berdua, terlihat gugup.

"Kenapa Sayang?" tanya Gigih kuatir. Sesekali Lala menggelengkan kepala, dan kekuatiran yang ia rasakan semakin memuncak. "Sayang, ada apa?"

"Aku enggak pernah ketemu kedua orang tuaku. Hanya foto mama yang aku punya. Suaranya pun aku enggak pernah dengar. Aku juga enggak pernah tahu gimana rasanya di peluk mereka berdua." Gigih tak bisa menahan laju air matanya, begitu juga dengan Yanti. Namun, Lala belum selesai mengatakan isi hatinya. Anak gadis yang terkadang terlalu dewasa itu mengulurkan kedua tangannya. "Tapi aku enggak sedih karena Tuhan kasih aku Papa yang enggak pernah ninggalkin aku. Selalu ada untukku. Enggak pernah lelah meluk dan cium aku. Sayang Papa selama ini membuatku kuat dan hari ini ... pada akhirnya aku bisa merasakan pelukan Mama," ucap Lala pada Yanti yang terlihat tak bisa menahan air matanya.

"Ma, terima kasih sudah hadir di kehidupanku dan Papa. Aku berharap Mama sayang sama aku seperti sayang Papa padaku. Aku akan berusaha jadi anak terbaik untuk Mama dan Papa, meski aku bukan anak—"

Yanti tidak membiarkan Lala menyelesaikan kalimatnya, karena saat ini anak gadisnya sudah ada di dalam pelukan perempuan tercintanya. Gigih melingkarkan tangan memeluk dua orang yang selalu ada di dalam doanya. "Lala anak Mama," ucap Yanti semakin membuatnya mengeratkan pelukan. "Sampai kapanpun, Lala anak Mama dan Papa. jangan pernah ragu itu. Enggak ada satu hal pun yang bisa mengubah itu. Kasih sayang Mama dan Papa untukmu berlaku sampai napas terakhir kami berdua."

Gigih bisa mendengar isak tangis Lala dan Yanti, ia bahkan tak mempedulikan meski saat ini terlihat konyol dengan air mata meleleh di pipi. "Papa sayang kalian berdua sampai Tuhan memisahkan kita semua. Papa sayang kalian berdua."

Hening di sekitar mereka semakin membuat pelukannya mengerat, hingga beberapa saat, ketiganya terdiam meredakan tangis. "Untuk kita udah foto keluarga, ya. Gimana kalau belum ... kita bertiga merah semua matanya," ucap Gigih sambil mengendurkan pelukan dan mengusap pipi anak gadisnya.

"Lala akan tetap jadi anak Papa, sampai kapanpun. Okey!" Gigih mencium kening Lala lama sebelum anak gadis yang terlihat cantik itu berlari dan memeluk Fitra. "Dan kamu," kata Gigih menatap istrinya. "Aku enggak bisa berhenti mengucap kata syukur. Kehadiranmu bukan hanya membawa kebahagiaan untukku, tapi juga untuk Lala. Terima kasih sudah menyayanginya. Kamu adalah perempuan paling tanggu yang pernah aku kenal. Mau menerimaku dan Lala dengan semua kondisi kami berdua. love you, Sayang."

Perpisahan yang pernah terjadi pada keduanya, telah membawa mereka untuk bertemu kembali. Semua tangis, marah, sakit hati dan kecewa yang pernah ada dalam kehidupan Yanti, kini terganti dengan bahagia.

"And I love you Bapak Gigih, sampai kapanpun. Terima kasih sudah datang kembali dalam kehidupanku. Aku enggak nyesel waktu itu kamu hilang dari hidupku, karena Tuhan membawamu kembali ke sisiku."

Gigih mengusap pipi Yanti yang masih terlihat basah. "Semoga hanya air mata bahagia yang ada di antara kita sekarang. Meski aku enggak bisa jamin hanya ada tawa dan bahagia di kehidupan kita, tapi aku tahu, kita berdua akan berusaha untuk saling membahagiakan. Saling mencintai. Saling menjaga dan menghargai." Gigih kembali mengucapkan janji yang ada di dalam hatinya dan Yanti mengangguk tanpa ragu.

Ia menangkup pipi, memajukan wajah hendak mencium lembut bibir istrinya. "Woy! Ada ada anak kecil, dilarang melakukan adegan tak senonoh!" teriak Putra membuatnya berhenti.

"Jancuk, Putra kurang ajar!" umpatnya pelan tak ingin membuat ibu mertuanya marah. "Semua suruh pulang aja, Yang!" teriakan Gigih membuat tawa Putra semakin kencang.


Tinggal satu bab lagi, dan say bye bye sama Mas Gigih dan Yanti 
Thank you yang sudah sabar menanti

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top