Chapter 8 - Fever
Author's POV
Angka tiga puluh sembilan derajat Celcius tertera di termometer. Ia menatap sendu pada termometer di tangannya itu. Tubuhnya terlalu lemas hingga ia hanya ingin berbaring saja di atas tempat tidur. Meskipun tubuhnya sudah mengenakan selimut yang cukup tebal dan pakaian lengan panjang, rasa dingin tetap menusuk di kulitnya.
"Oi, Muichirou."
Muichirou yang sedang berbaring di atas ranjang hanya menatap datar ke arah kakaknya itu. Tatapannya yang datar menjadi terlihat seram dengan kantung mata di bagian bawah wajahnya.
"Apa?" sahut Muichirou datar. Suaranya yang serak menyahut panggilan kakaknya.
"Apa demammu sudah turun?" Yuichirou mendekat ke arah adiknya. Di tangannya terdapat sebuah nampan dengan mangkuk dan gelas. Juga satu strip obat penurun demam.
Karena Muichirou tidak sanggup untuk menjawab, ia hanya memberikan termometer pada kakaknya itu. Termometer itu pun berpindah tangan. Melihat angka yang tertera di sana, mata Yuichirou pun melebar.
"Kau masih tak mau pergi ke dokter meskipun demammu sudah setinggi ini?!" seru Yuichirou terkejut.
"Tidak mau."
"Oh, ayolah. Kau tidak perlu kuseret kan?" ucap Yuichirou sakartis.
"Aku tetap tidak mau," sahut Muichirou lagi. Kali ini ia berbalik memunggungi kakaknya dan menatap dinding.
Yuichirou menghela napas. Ini adalah salah satu alasan mengapa ia tidak ingin adik kembarnya itu sakit. Ya, adiknya yang biasanya selalu menurut—meskipun mereka jarang hidup rukun—kini berubah menjadi manja dan selalu merajuk. Lihat saja, Muichirou hanya berbaring memunggunginya yang membuat Yuichirou menghela napas panjang.
"Setidaknya isi perutmu dulu dengan makanan yang kubuat tadi," ujar Yuichirou, "dan makan obatnya."
Muichirou hanya bergumam tak jelas. Membiarkan perkataan kakaknya masuk ke dalam telinganya lalu dikeluarkan lagi begitu saja. Tanpa ia lakukan.
Lagi-lagi Yuichirou hanya menghela napas. Jika masalahnya sudah seperti ini, maka hanya ada satu orang yang bisa mengatasinya.
***
"Demam?!"
Mendengar satu kata itu saja, raut wajah (Y/n) sudah berubah panik. Pasalnya, yang terkena demam itu adalah Muichirou, kekasihnya yang baru saja merayakan ulang tahun bersamanya kemarin. Dan, tepat sehari setelah itu, lelaki itu justru terkena demam. Apakah ini karena permainan truth or dare yang mereka lakukan tengah malam dua hari yang lalu?
Dengan sigap, (Y/n) langsung mengambil mantel dan sling bag berukuran kecil. Ia memasukkan beberapa lembar uang dan ponselnya ke dalam sana setelah memutuskan sambungan telepon dengan Yuichirou.
"(Y/n)! Kau mau pergi ke mana?! Di luar sedang turun salju!" seru sang ibu kepada putri semata wayangnya itu.
"Aku pergi ke rumah Muichirou! Ia sedang sakit. Aku pergi dulu, Kaa-san!" pamit (Y/n) sambil memakai sepatunya dengan tergesa-gesa.
"Hati-hati, Nak!"
(Y/n) menutup pintu. Ia segera berlari menuju sebuah halte yang berada tak jauh dari rumahnya. Halte itu cukup sepi. Hanya terdapat seseorang yang sedang membaca koran pagi. (Y/n) mengabaikan orang itu. Ia hanya duduk menunggu bis yang mengarah ke rumah Muichirou dengan perasaan tidak tenang.
Ketika bis itu berhenti tepat di depan (Y/n), gadis itu melangkah masuk ke dalam. Ia duduk di barisan kursi dekat jendela. Butiran-butiran salju turun mengenai kaca jendela. Tidak terlalu lebat, namun cukup membuat orang-orang kesulitan untuk beraktivitas seperti biasanya.
Bis mulai berjalan. Perasaan (Y/n) mulai tenang ketika bis itu perlahan bergerak menuju rumah Muichirou.
***
Napasnya terengah-engah. Keringat menetes dari dagunya. Jatuh dengan bebas ke atas salju tipis yang dipijak olehnya. Udara tipis berwarna putih berhembus setiap kali (Y/n) mengeluarkan karbon dioksida lewat hembusan napasnya.
Setelah (Y/n) merasa napasnya telah normal, gadis itu menekan bel yang ada di dekat pagar rumah Muichirou. Dengan tidak sabaran, (Y/n) menekannya berkali-kali. Bahkan sebelum bel itu berbunyi seluruhnya, gadis itu sudah menekannya lagi.
Yuichirou keluar sambil berlari kecil menuju pintu pagar. Pintu itu pun terbuka dan (Y/n) melangkah masuk ke dalam. Yuichirou langsung menggiringnya menuju kamar sang adik.
"Mui-chan!" seru (Y/n) ketika ia melihat Muichirou berbaring di kamarnya dengan selimut tebal yang menyelimuti tubuhnya.
"Oh, (Y/n). Ohayou..." sapa lelaki itu dengan suaranya yang serak dan wajahnya yang terlihat pucat.
"Apakah Muichirou sudah minum obat?" (Y/n) berbalik dan menatap ke arah Yuichirou.
Yuichirou menggeleng, "Belum. Makanya aku menghubungimu agar kau datang ke sini."
"Aku keluar dulu sebentar. (Y/n), tolong jaga adikku," pesan Yuichirou sebelum ia meninggalkan kamar sang adik.
Kini (Y/n) beralih menatap pada Muichirou. Lelaki itu berbaring telentang. Tatapannya lurus ke atas, ke arah langit-langit kamarnya.
"Mui-chan, kau makan dulu ya. Setelah itu minum obatnya," bujuk (Y/n).
"Hmm," Muichirou hanya bergumam. Entah apa arti dari gumamannya itu.
Tidak menunggu jawaban yang pasti dari Muichirou, (Y/n) mengambil mangkuk yang berada di sampingnya. Gadis itu mendekatkan dirinya pada Muichirou agar ia bisa lebih mudah menyuap bubur di mangkuk itu.
Muichirou bangkit perlahan untuk duduk di atas futon-nya. Piyama yang dikenakannya terlihat kusut. Rambutnya yang biasanya tersisir rapi kini terlihat acak-acakan. Membuat (Y/n) ingin memotret wajah Muichirou dan menyimpan di galeri ponselnya. Namun, ia tidak mungkin melakukannya sekarang.
Seusai menghabiskan semangkuk bubur itu, (Y/n) menyodorkan obat penurun demam. Muichirou pun memakannya lalu ia kembali membaringkan tubuhnya ke balik selimut yang hangat.
Melihat Muichirou yang tidak akan bangun dalam waktu dekat, (Y/n) segera bangkit dari posisi duduknya. Ia berjalan sambil berusaha tanpa menimbulkan suara agar tidak membangunkan Muichirou yang baru saja tertidur itu.
(Y/n) menutup pintu kamar Muichirou dengan hati-hati. Sampai suara seseorang di belakang punggungnya membuatnya terlonjak kaget.
"Bagaimana dengan Muichirou?"
Sebelum menjawab, (Y/n) menetralkan detak jantungnya yang berdetak kencang. Lalu ia pun berbalik dan menatap Yuichirou.
"Ia sudah tidur," jawabnya.
Raut wajah Yuichirou tampak lega. Ia tersenyum kecil, "Kau memang hebat jika berurusan dengan adikku, (Y/n)."
"Kuanggap itu sebagai pujian, Yuichirou Nii-san," (Y/n) terkekeh pelan.
"Terima kasih, (Y/n)."
"Sama-sama, Nii-san."
Setelah pamit dengan Yuichirou dan ibunya, (Y/n) berniat untuk pulang. Ia sudah merasa lega di saat demam Muichirou mulai turun saat ia mengeceknya tadi. Kondisi tubuhnya berangsur-angsur membaik.
"Cepat sembuh, Mui-chan."
***
Yo minna!
Mui kalo sakit ribet ya ಥ‿ಥ
Tapi ✨I M O E D✨
Semoga kalian diberi asupan yang cukup melalui buku ini🗿✨
Dan makasih semuanya atas vote dan commentnya. Yang udah baca, makasih juga❤💞💗💖💕
I luv ya!
Wina🌻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top