Chapter 3 - Kenyataan Tak Terduga
Author's POV
Mata (Y/n) terbuka lebar secara tiba-tiba. Ia menatap ke kanan dan ke kiri. Keberadaan meja nakas di samping ranjangnya membuat ia tahu jika ia sedang berada di kamarnya sendiri. Kepalanya terasa pening. Jantungnya pun berdetak kencang.
Ingatan terakhirnya adalah wanita itu. Ah, wanita itu! Wanita yang mengatakan kalimat aneh itu. Saat gadis itu tersadar, ia sudah berada di sini, di kamarnya sendiri. Apa yang sebenarnya terjadi?
Pintu kamarnya tiba-tiba terbuka. Membuat (Y/n) mengalihkan pandangannya ke arah pintu.
Ibunya berdiri di sana. Di tangannya terdapat nampan dengan mangkuk dan segelas air di atasnya. (Y/n) hanya menatap bingung ibunya yang terlihat panik dan tergesa-gesa.
"Ada apa, Kaa-san?" tanyanya.
"Kau sedang sakit tapi kau malah bertanya 'ada apa'?!" Ibunya mengomel. Membuat kepala (Y/n) pening seketika. Ah, ternyata ini alasan kenapa ia merasa pusing sejak ia membuka matanya. Ia sedang sakit.
"Maaf, Kaa-san."
"Sudahlah, Kaa-san yang salah karena mengomelimu saat kau sedang sakit. Sekarang kau habiskan bubur itu lalu minum obatnya. Kaa-san tunggu di sini. Apa perlu Kaa-san yang menyuapimu?" Kaa-san menatap (Y/n) lembut.
(Y/n) menggeleng. "Tidak perlu, Kaa-san. Aku bisa melakukannya sendiri."
Jemari (Y/n) yang ramping mengambil mangkuk yang dibawakan oleh ibunya. Kemudian, ia menyuap bubur buatan ibunya itu. Rasa asin tersebar di dalam mulutnya ketika bubur itu masuk ke dalam. Ia menatap ke sekelilingnya. Pandangannya tertuju pada kalender dengan stiker anime di kamarnya. Tanggal yang tertera di sana adalah tanggal 10 Desember.
"Kaa-san, hari ini tanggal berapa?"
Merasa tidak yakin dengan penglihatannya sendiri, (Y/n) pun bertanya pada ibunya untuk memastikan hal tersebut. Ia tidak yakin jika sekarang adalah tanggal 10 Desember.
Kaa-san yang sedang merapikan selimut yang dikenakan oleh (Y/n) pun menjawab, "Hari ini tanggal 10 Desember. Ada apa? Tidak biasanya kau bertanya tanggal pada Kaa-san. Karena Kaa-san tahu kau selalu mengecek tanggal berapa hari ini setiap hari," jawab ibunya heran.
"Tidak apa-apa. Aku hanya merasa penglihatanku sedikit buram," jawab (Y/n).
"Apa kita perlu ke dokter mata?" Ibu (Y/n) mulai khawatir.
"Tidak, tidak perlu, Kaa-san. Mungkin hanya kemasukan debu saja," jawab (Y/n) sambil tersenyum.
"Ah, baiklah. Cepat habiskan bubur itu dan minum obatnya. Kau juga tidak ingin di rumah selamanya karena sakit kan?" Wanita itu tersenyum sambil mengusap rambut anaknya yang terasa halus di kulitnya yang sudah keriput.
"Tentu saja. Aku ingin bersekolah lagi," jawabnya.
Dengan lahap, (Y/n) pun menghabiskan bubur di mangkuk itu. Setelah bubur itu tandas, ia segera meminum obat pereda demam yang dibawakan oleh ibunya. Ibunya pun berlalu dari kamar (Y/n) seusai anak perempuan kesayangannya itu selesai makan dan minum obat.
(Y/n) berpikir keras. Sepertinya saat ini ia berada di masa lalu. Tepat dua minggu sebelum kejadian itu.
Kejadian yang merenggut nyawa kekasihnya, Tokito Muichirou.
Ia tidak bisa berpikir jernih mengapa ia bisa berada di sini lagi. Di saat-saat terakhir hidupnya, ia justru bertemu dengan seorang wanita yang tidak ia kenali dan menawarkan kehidupan untuk kedua kalinya. Apa yang sebenarnya terjadi? Tidak mungkin seseorang dapat hidup lagi di saat mereka seharusnya sudah meninggal dan justru hidup lagi di masa lalu. Apakah ini pertanda baik?
"Yang pasti, aku harus memanfaatkan kesempatan ini. Karena hal ini tidak mungkin terjadi dua kali," gumam (Y/n) seraya membulatkan tekadnya.
Karena tiba-tiba rasa pusing menyerang kepalanya, (Y/n) memutuskan untuk kembali berbaring. Ia ingat di saat itu, ia sakit hingga berhari-hari lamanya. Bahkan, ibunya sudah mulai panik dan memaksanya untuk dibawa ke rumah sakit. Namun, karena sifat (Y/n) yang keras kepala, jadi ia pun menolak saat itu.
Saat ini, (Y/n) hanya ingin cepat sembuh saja.
***
"Apakah kau menikmatinya, (Y/n)?"
Sontak mata (Y/n) terbuka lebar ketika mendengar suara itu. Suara seorang wanita yang telah memberikannya kesempatan tak terduga ini.
"Jika ditanya seperti itu, aku masih tak tahu harus menjawab apa," ujar (Y/n).
Wanita itu mendekat. Gaun yang dikenakannya terlihat bersinar di dalam kegelapan. Menciptakan cahaya yang cukup terang di sana.
Ia pun tersenyum. Menatap pada gadis di hadapannya. "Tetapi aku yakin kau pasti sudah tahu apa yang akan kau lakukan, bukan?"
(Y/n) mengangguk, "Ya. Aku sudah tahu," jawabnya.
Wanita itu masih saja tersenyum sambil menatap (Y/n). Ia tidak berkata apa-apa lagi.
"Ada yang ingin kutanyakan padamu," ucap (Y/n) tiba-tiba.
"Apa itu?" Ia menjawab.
"Mengapa kau memberikanku kesempatan hidup lagi?" (Y/n) menatap tepat pada manik berwarna emerald milik sang wanita itu. Hal yang katakan itu masih ditanyakan di dalam dirinya hingga detik ini.
Wanita itu menopang dagunya. Ia menatap ke arah lain, "Bagaimana menjawabnya, ya?"
Perempatan siku-siku muncul di dahi gadis itu. Mengapa justru wanita yang memberikannya kehidupan untuk kedua kalinya, malah tidak tahu harus menjawab apa? Sungguh aneh dan membingungkan, pikirnya.
Namun, tiba-tiba saja wanita itu terkekeh. Mengalihkan perhatian (Y/n) padanya.
"Anggap saja, aku melakukan ini berkat kebaikanmu di masa lampau," jawabnya misterius dan justru membuat (Y/n) semakin bingung.
Jika seseorang berbuat baik, bukankah seharusnya ia berada di Surga? Bukannya justru diberikan kesempatan hidup sekali lagi, bukan? Ia tidak mengerti apa maksudnya.
"Memangnya apa yang telah kulakukan?" tanya gadis itu heran sekaligus bingung.
Wanita itu berdiam sejenak. Ia berjalan menjauhi (Y/n). Cahaya yang berpendar itu pun menjadi semakin menjauh darinya.
Tangannya ditarik secara vertikal di udara. Membiaskan cahaya berwarna biru langit. Selanjutnya, muncullah berbagai kilasan memori yang ada di dalam kepala (Y/n). Memori yang bahkan telah gadis itu hampir lupakan.
"Ini semua...adalah yang telah kulakukan selama ini?" tanyanya sembari menatap ke arah cahaya itu yang memutar memorinya bak sebuah film di layar.
Wanita itu mengangguk, "Benar."
(Y/n) hanya bisa diam. Ia tidak ingat jika ia pernah melakukan banyak kebaikan seperti ini. Ah, mungkin karena ia terlalu larut di dalam kesedihan hingga melupakan apa saja yang telah ia alami.
"Lalu, mengapa kau menunjukkan ini padaku?"
"Agar kau tahu kalau ternyata dirimu adalah anak perempuan yang baik hati. Jangan bersedih terus, (Y/n). Apakah kau tak ingin bahagia?" Ia tersenyum.
Kepala gadis itu menunduk. Tentu saja ia ingin bahagia. Namun, apakah ia bisa? Apakah ia bisa bahagia lagi setelah kepergian Muichirou? Jika ya, maka ia akan sangat bersyukur. Jika tidak, ia tetap akan menjalankan hidupnya seperti biasa saja.
"Tanpa perlu kau jawab, aku sudah tahu jawabannya."
(Y/n) mendongak, "Apakah aku bisa selalu berbicara denganmu?" tanyanya penuh harap.
"Tentu saja bisa, (Y/n). Kau hanya perlu memanggilku," jawab wanita berparas cantik seperti bidadari itu.
"Aku harus memanggilmu apa?"
"Aretha."
***
Yo minna!
Akhirnya Wina up lagi ya :D
Dan, Wina pun ganti sinopsis cerita ini :)
Karena setelah Wina baca ulang sinopsisnya, kek gak ada nyambung-nyambungnya sama jalan ceritanya😭💔
Jadi, Wina ganti.
Semoga aja menjadi lebih "pas" dengan alur ceritanya( ̄∇ ̄)/
Makasih banget buat kalian semua yang udah mau baca, vote, dan juga comment di cerita buatan Wina ini. Makasih banyakk🥺💖💗
Ps: psst, jangan lupa baca bagian "Conversations" di bio Wina ya!! :3
I luv ya!
Wina🌻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top