Chapter 12 - Kehilangan Dirimu
Author's POV
Hancur.
Itulah diri Muichirou saat ini. Sudah berjam-jam ia duduk di luar ruangan operasi. Tatapannya menatap datar ke arah lantai keramik yang diinjaknya. Rasa tidak percaya masih terus menyelimutinya. Ia hanya berusaha meyakinkan dirinya jika apa yang ia lihat saat ini bukanlah kenyataan. Melainkan hanya mimpi buruk yang sebentar lagi akan usai di saat ia terbangun nanti.
Ya, itu hanyalah harapannya semata.
Suara isak tangis milik ibu (Y/n) sedari tadi mengisi kekosongan di sana. Orang tua gadis itu terlihat sangat terpukul. Terus menangis dan saling menguatkan.
Di samping Muichirou, Yuichirou—kakaknya—sudah menangis sejak tadi. Kondisi orang tuanya juga tidak berbeda jauh. Air mata mengalir dari mata mereka.
Sementara itu, Muichirou hanya terdiam. Ia sangat ingin menangis. Menumpahkan kesedihannya atas (Y/n). Tetapi, sama sekali tidak ada cairan bening bernama air mata yang keluar dari manik mint-nya.
Kazuo sudah pulang tadi. Muichirou-lah yang menyuruhnya untuk pulang. Ia sedang tidak ingin melihat wajah Kazuo. Rasa kekesalannya menjadi memuncak ketika ia melihatnya.
Namun, Muichirou selalu menyalahkan dirinya sendiri atas kecelakaan yang dialami (Y/n). Meskipun Yuichirou sudah berkali-kali mengatakan jika itu bukanlah salahnya, tetap saja, rasa bersalah itu masih ada. Bertumbuh dan mengakar kuat di dalam dirinya.
"Sudah berapa jam kita duduk di sini?" gumam Yuichirou tiba-tiba.
Muichirou bergumam, "Sekitar empat jam."
Helaan napas keluar dari bibir Yuichirou. Ia memandang ke arah pintu ruang operasi yang tertutup rapat. Tatapannya berubah sendu dan sedih ketika ia menatap ke arah sana.
Harapan mereka sederhana. Mereka hanya berharap bisa melihat (Y/n) lagi dalam kondisi yang terbaik.
***
"Bagaimana rasanya meninggal dua kali dengan cara yang sama?"
(Y/n) sontak terkejut. Ia membuka matanya lebar-lebar. Namun, kali ini ia tidak sedang berbaring ataupun berdiri, melainkan melayang. Ya, ia melayang di udara. Kakinya tidak menginjak lantai.
"Pertanyaanmu itu sangatlah tidak masuk akal, Aretha," protes (Y/n) jengkel.
Aretha terkekeh. Ia menatap ke atas langit yang berwarna biru cerah. Sinar matahari berasal dari arah timur. Memberikan kehangatan untuk mereka berdua di sana.
"Omong-omong, kita berada di mana sekarang?" tanya (Y/n) sambil menoleh ke kanan dan ke kiri.
"Di Surga."
(Y/n) menoleh sepersekian detik ke arah Aretha. Ia menatapnya tak percaya.
"Kau pasti bercanda, kan?" tanyanya sangsi.
"Tidak, aku mengatakan yang sebenarnya," jawab Aretha sambil memainkan cahaya yang berada di tangan kirinya.
"Oh, benarkah itu? Lalu bagaimana dengan tubuhku?" (Y/n) melipat tangan di depan dadanya.
"Apa kau ingin melihatnya?" Aretha tersenyum misterius.
"Tetapi, kau harus jawab pertanyaanku dulu."
"Apakah itu?"
"Siapa kau yang sebenarnya?" tanya (Y/n) yang sengaja menekankan kata 'sebenarnya'.
Aretha terlihat ragu sesaat. Namun, pada akhirnya ia menjawab, "Aku hanyalah seorang Dewi yang tersesat di dunia ini."
"Yah, aku sudah mengira itu dari awal," gumam (Y/n).
"Baiklah. Apakah kau masih ingin melihat tubuhmu?" tanya Aretha memastikan.
"Ya."
Seusai jawaban singkat dari (Y/n), Aretha menjentikkan jarinya sekali. Hanya sekali lalu tempat di sekeliling mereka pun berubah.
***
Kini mereka berada di dalam sebuah ruangan. Ruangan itu seperti ruangan operasi jika dilihat. Ada seorang dokter dan beberapa perawat yang sedang sibuk mengoperasi tubuh sekarat di atas meja operasi. Mereka melakukannya dengan cekatan dan profesional.
"Apakah itu aku?" (Y/n) mendekat ke sana.
Tubuhnya yang sedang berbaring di atas meja operasi menjadi pusat perhatian gadis itu. Darah berceceran di mana-mana.
"Apa yang sedang mereka lakukan pada tubuhku?" tanya (Y/n) heran.
"Tentu saja mereka sedang berusaha menyelamatkanmu, Bodoh," jawab Aretha spontan.
"Kurasa tidak ada seorang Dewi yang akan berkata kasar sepertimu, Aretha," celetuk (Y/n).
Aretha hanya tertawa, "Aku hanya keceplosan. Maaf, tidak sengaja."
(Y/n) hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Lalu ia kembali menatap ke arah tubuhnya yang sedang berbaring dengan mata tertutup.
"Apakah kau sudah puas menatap dirimu sendiri?" Aretha tiba-tiba bertanya.
"Kurasa sudah."
"Baiklah. Ayo kita kembali," ucap Aretha yang kemudian menjentikkan jarinya kembali.
***
Mereka kembali ke tempat yang sama seperti sebelumnya. Tempat itu tidak berubah sama sekali. Langit masih berwarna biru, awan-awan berwarna putih mengangkasa di langit, dan juga sinar matahari yang tidak terlalu terik namun cukup hangat.
"Banyak yang ingin kutanyakan padamu," ujar (Y/n) sambil menatap Aretha serius.
"Tanyakan saja Aku akan menjawabnya sebisa mungkin."
(Y/n) diam sejenak. Ia menatap pada kumpulan awan di langit sebelum kembali menatap pada Aretha. "Kecelakaan ini... bukankah seharusnya kecelakaan ini terjadi dua hari lagi?"
"Ada kerusakan pada aliran waktu. Aku tidak begitu paham dengan kerusakan itu. Namun yang pasti, kerusakan itu menyebabkan kecelakaan yang kau nantikan itu menjadi dua kali lebih cepat. Sebenarnya kerusakan ini sudah terjadi sejak awal kau kembali ke masa lalu. Hanya saja kau tidak terlalu merasakannya," jelas Aretha.
"Jangan-jangan, semua kejadian yang kualami selama dua belas hari ini merupakan akibat dari kerusakan aliran waktu itu?" duga (Y/n).
"Tepat sekali."
"Ah, pantas saja aku mengalami kejadian-kejadian yang tidak pernah kualami sebelumnya," gumam (Y/n). Kini semua puzzle itu sudah terpecahkan.
"Lalu, apakah aku sudah berhasil menyelamatkan Muichirou?" tanya (Y/n) lagi. Kali ini tatapannya diselimuti oleh secercah harapan.
"Ya, begitulah. Namun, kau gagal menyelamatkan seseorang. Seseorang yang paling penting."
Ucapan Aretha membuat (Y/n) dilanda kebingungan. Siapa lagi yang harus ia selamatkan? Kazuo? Gadis itu yakin Kazuo baik-baik saja sekarang. Yuichirou? Jika kerusakan aliran waktu ini bisa menyebabkan apa saja, maka ada kemungkinan Yuichirou-lah yang gagal ia selamatkan. Tetapi, ia merasa Yuichirou bukanlah jawabannya. Lalu siapa?
"Siapa?" tanya (Y/n) pada akhirnya karena ia sudah terlalu pusing untuk memikirkannya.
"Dirimu sendiri."
(Y/n) membeku. Ia terdiam. Kerongkongannya tercekat. Tidak ada satu kata pun yang bisa ia keluarkan. Semua ini terlalu mustahil untuk terjadi.
"Mengapa... aku?"
"Kau adalah korban dari kecelakaan itu. Kecelakaan yang seharusnya merenggut nyawa Tokito Muichirou. Tetapi, kini kecelakaan itu justru merenggut nyawamu. Apa kau tahu akibatnya? Tokitou Muichirou akan membunuh dirinya sendiri karena rasa bersalah yang mengakar kuat di dalam hatinya. Ia terus menyalahkan dirinya sendiri bahwa ialah yang menyebabkan kematianmu. Tokitou Yuichirou menyusul adiknya dua tahun setelah kejadian itu, yang disebabkan oleh berkendara dalam keadaan mabuk. Ibu mereka menjadi gila karena kedua anaknya meninggal yang sia-sia. Tak lama setelah itu, ayah mereka menjadi buronan karena telah membunuh semua keluargamu."
(Y/n) benar-benar terdiam. Ia tidak tahu harus mengatakan apa. Apa yang baru saja ia dengar dari Aretha seharusnya tidak boleh terjadi.
"Tidak! Itu tidak boleh terjadi! Lalu, apa yang harus kulakukan sekarang?!" jerit (Y/n) frustasi. Ia menjambak rambutnya sendiri. Melampiaskan emosinya yang tertahan.
Aretha merasa iba melihat (Y/n) yang menangis keras. Lewat tangisannya itu, ia menumpahkan segala emosi yang berada di dalam hatinya. Benar-benar semuanya.
"Kau tidak perlu melakukan apa-apa, (Y/n)," ujar Aretha yang memberikan sebuah harapan pada gadis itu.
(Y/n) mendongak. Menatap tepat pada manik emerald milik Aretha, "Apa yang akan kau lakukan?" tanyanya masih dengan air mata yang bercucuran.
"Serahkan saja padaku. Kau hanya perlu duduk diam."
"Kumohon, Aretha. Jangan biarkan semua itu terjadi..." ucap (Y/n) sebelum ia kehilangan kesadarannya.
***
Yo minna!
Bentar lagi tamat🗿✨
Buat kalian yang udah baca dan vomment sampe chapter ini, makasih banyakk🥺💕💞❤💗💖
Stay safe ya minna!💃
I luv ya!
Wina🌻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top