Chapter 9 - Gone

Author's POV

Seusai perpisahan yang menyakitkan itu, (Y/n) menghabiskan waktunya dengan menangis. Sama seperti kemarin, hari ini ia pun tidak pergi ke sekolah. Ibunya sudah menceramahinya dari pagi tadi. Meskipun sudah diceramahi hingga mulutnya berbusa, tetap saja (Y/n) tidak pergi ke sekolah.

Alasannya sederhana. Ia tidak ingin bertemu dengan Giyuu. Jika ia pergi ke sekolah, itu artinya kemungkinan ia bertemu dengan Giyuu akan menjadi lebih besar daripada ia diam saja di rumah.

"(Y/n)."

(Y/n) pun menoleh kala namanya dipanggil. Ia menatap ke ambang pintu. Ibunya berdiri di sana.

"Jika Kaa-san ingin mengomeliku lagi, aku tidak ingin dengar," ucapnya ketus dan mengabaikan fakta jika wanita yang berdiri di sana adalah ibunya sendiri.

Kaa-san masuk ke dalam kamar (Y/n) sambil tersenyum samar. Ia duduk di tepi tempat tidur anaknya. Sementara itu, (Y/n) tengah berbaring tengkurap di atas tempat tidurnya.

"Kaa-san tanya baik-baik padamu. Mengapa kau tidak ingin pergi ke sekolah, Nak?"

Suara lembut milik ibunya menarik perhatian (Y/n) dari ponsel di tangannya. Ia pun mengubah posisinya menjadi duduk lalu menatap sang ibu.

"Ada orang yang kuhindari. Aku tidak ingin bertemu dengannya," ungkap (Y/n) dengan raut wajah yang menyiratkan kesedihan.

"Mengapa kau tidak ingin bertemu dengannya?" Ibunya mengusap surai (h/c) milik gadis itu.

Jika ditanya seperti itu, (Y/n) pun merasa sulit untuk menjelaskannya. Ia tidak tahu harus mengatakan apa di saat ibunya belum mengetahui siapa pacarnya itu. Ah, ia sudah bukan pacarnya lagi, melainkan hanyalah seorang lelaki yang telah menyakiti perasaannya.

"Aku tidak tahu." (Y/n) memilin jari tangannya.

"Apakah kau ingin cerita pada Kaa-san? Jika kau belum siap, tidak apa-apa. Kaa-san akan selalu siap mendengarkan ceritamu kapan saja, (Y/n)," kata Kaa-san sambil menatap (Y/n) dengan senyuman di wajahnya.

"Baiklah. Aku akan cerita semuanya pada Kaa-san."

(Y/n) pun mulai menceritakan semua kejadian yang ia alami. Penderitaannya, rasa sakitnya, juga kebahagiannya meskipun hanya sesaat. Ibunya mendengarkannya hingga selesai. Ia hanya terus memandang lembut ke arah (Y/n) sambil sesekali mengusap punggung anaknya.

Selesai (Y/n) bercerita, wanita itu menatap padanya. Dengan tatapan ibunya yang lembut, (Y/n) merasa tenang seketika.

"Apakah kau benar-benar membencinya, (Y/n)?"

Pertanyaan yang dilontarkan oleh Kaa-san membuat (Y/n) diam. Ia tidak tahu harus menjawab apa.

"Aku tidak tahu, Kaa-san." Ia diam lagi. "Aku tidak terlalu membencinya. Namun, mengingat sikapnya yang telah menyakitiku selama beberapa hari ini, membuatku ragu."

"Apakah kau masih menyukainya, hm?" Kaa-san mengusap pucuk kepala (Y/n) dengan lembut.

"Aku... masih menyukainya. Bukan, aku mencintainya, Kaa-san." (Y/n) menatap yakin ke arah ibunya.

"Jika benar seperti itu, maka katakanlah padanya. Jangan katakan pada Kaa-san, oke?" nasihat wanita itu lagi sebelum memeluk singkat tubuh (Y/n).

(Y/n) mengangguk.

"Kaa-san, aku ingin ke kamar mandi sebentar," pamitnya cepat sebelum sempat mendengar sahutan dari ibunya.

Selepas kepergian (Y/n), wanita paruh baya itu mengamati kamar putrinya. Beberapa action figure tersusun rapi di dalam lemari berkaca transparan. Ada beberapa poster anime kesukaannya yang tertempel di dinding. Sesekali, wanita itu tersenyum melihat apa isi kamar anaknya.

Ia beranjak keluar dari kamar (Y/n). Sudah beberapa belas menit gadis itu belum keluar dari kamar mandi. Ibunya pun memutuskan untuk mengecek ke sana secara langsung.

"(Y/n)? Apakah kau masih di dalam, Nak?" Ia mengetuk pintu kamar mandi.

Namun, tidak ada sahutan dari dalam. Dengan panik bercampur khawatir, ibu (Y/n) membuka pintu itu. Ternyata pintu itu tidak dikunci oleh (Y/n) dari dalam.

Namun, pemandangan di dalam sana sudah cukup membuat jantung ibunya berhenti seketika.

***

Lelaki bersurai hitam itu berjalan menyusuri trotoar. Ia tidak tahu ke mana tujuannya. Hanya berjalan sambil menunduk saja. Tatapannya tertuju pada sneakers putih yang dikenakannya yang sedang berjalan perlahan.

Ibunya sempat bertanya padanya. Karena jarang sekali Giyuu pergi ke luar rumah. Biasanya ia hanya akan keluar rumah jika hanya diajak oleh (Y/n). Namun, kini tidak ada lagi ajakan dari gadis itu.

Masih sambil melamun, tanpa disengaja tubuhnya ditabrak oleh seseorang. Giyuu tidak terjatuh. Namun, orang yang menabraknyalah yang terjatuh.

"Ittai!"

Anak lelaki itu terduduk di atas tanah. Tanpa berpikir panjang, Giyuu langsung mengulurkan tangan ke arahnya. Bermaksud menolong anak lelaki itu. Uluran tangannya pun disambut olehnya.

"Maaf aku menabrakmu, Nii-san!" serunya sambil menyatukan kedua tangannya sambil memejamkan matanya dengan erat. Menandakan ia tengah meminta maaf dengan sungguh-sungguh.

"Tidak apa-apa," ujar Giyuu dua detik setelah permintaan maaf itu dilontarkan.

"Eh, Nii-san kan pacar baru kakakku!" pekik anak lelaki itu sambil membulatkan matanya.

Giyuu hanya bisa mengernyit saat mendengar apa yang anak kecil di hadapannya itu katakan tadi. Pacar? Kakaknya?

"Aku tidak paham dengan maksudmu," ungkap Giyuu.

"(Y/n) nee-chan. Nii-san itu pacar (Y/n) nee-chan, bukan? Ya kan?" cecarnya bersemangat.

"(Y/n)? Apakah kau adiknya?" tebak Giyuu akhirnya.

"Ya! Aku adiknya! Namaku (F/n) Hiro! Salam kenal!" ucap Hiro sambil membungkuk. Surai pirangnya menutupi wajahnya.

"Aku Tomioka Giyuu. Salam kenal, Hiro."

Setelah pertemuan mendadak yang tak disengaja itu, Hiro pun mengajak Giyuu ke taman yang berada tak jauh dari sana. Di sana, mereka duduk di salah satu kursi yang disediakan.

"Nee-chan bercerita banyak tentangmu, Nii-san!" seru Hiro antusias.

"Tentangku?"

"Ya! Nee-chan terlihat sangat senang ketika dia menceritakanmu!" tambahnya.

Giyuu mengalihkan tatapannya dari Hiro. Manik birunya menatap pada bebatuan yang dipijaknya. Sebuah senyum samar terbentuk di wajahnya.

"Wah! Nii-san tersenyum! Kata Nee-chan, Nii-san itu jarang tersenyum," celetuk Hiro tiba-tiba.

Senyum di wajah Giyuu pun memudar. Ia kembali menatap pada Hiro. "(Y/n) berkata seperti itu?"

Hiro mengangguk kuat. "Ya! Maka dari itu, aku ingin mengajarkanmu cara untuk tersenyum!"

"Mengajarkanku?"

"Benar! Nii-san tidak kebe—"

"Hiro-kun!"

Panggilan itu menginterupsi pembicaraan mereka. Hiro langsung menoleh ke belakang. Ibunya sedang berjalan dengan cepat menuju mereka.

"Kaa-san mencarimu sejak tadi. Kau pergi ke mana saja? Apa kau baik-baik saja?" cerocos Chieko ketika ia sampai di sana.

"Aku baik-baik saja, Kaa-san." Hiro terkekeh. "Aku senang Kaa-san khawatir padaku!"

"Tentu saja Kaa-san khawatir padamu!" Chieko menatap ke arah Giyuu yang duduk di samping Hiro. "Are? Siapa ini, Hiro-kun?"

"Nii-san adalah pacarnya (Y/n) nee-chan!" Hiro mulai menjelaskannya pada Chieko.

Pacar? Apakah hubungan antara Giyuu dan (Y/n) masih bisa disebut sebagai sepasang kekasih setelah apa yang terjadi selama ini?

"Ara, salam kenal. Aku Chieko, ibunya Hiro," ujar Chieko memperkenalkan dirinya.

Giyuu mengangguk. "Tomioka Giyuu desu."

Ponsel milik Chieko tiba-tiba berbunyi. Wanita itu langsung merogoh isi tasnya. Mencari keberadaan ponselnya itu. Setelah menemukannya, ia pun langsung menekan tombol berwarna hijau pada layarnya.

Namun, tepat tiga detik setelah panggilan itu diangkat, berita yang paling tak ingin mereka dengar terdengar melalui panggilan dari ponsel itu.

***

Yo minna!

Seperti biasanya, Wina lupa update lagi🤧

Lupa mulu oi, apa yang diinget?🙂🔫

Maap ya. Karena book Wina ada banyak banget, jadi Wina sering lupa😭💔

Yang udah baca, vote dan comment, terima kasih bangett🥺💖❤

I luv ya!
Wina🌻

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top