Chapter 7 - Started to Moved Away
Author's POV
"Ohayou, Giyuu-Senpai!" seru (Y/n) pagi itu.
Giyuu yang berjalan beberapa meter di depan (Y/n) seketika menoleh ke arahnya. Lalu, mengalihkan pandangannya lagi ke depan.
Merasa tidak mendapat sahutan apapun dari Giyuu, (Y/n) menyapanya lagi. Namun, reaksinya masih sama. Lelaki itu terus berjalan tanpa memedulikan (Y/n) yang berdiri termenung beberapa meter di belakangnya.
(Y/n) menatap kepergian Giyuu. Namun, karena ia merasa cukup dengan sifat mengabaikan dari lelaki itu, (Y/n) pun mengejarnya. Menyapanya lagi dan mendapatkan reaksi yang sama lagi.
"Giyuu-Senpai, ada apa denganmu?" Akhirnya (Y/n) mengatakan kalimat yang berbeda. Bukan lagi mengucapkan "selamat pagi" seperti sebelumnya.
"Tidak ada apa-apa. Tetapi, jangan dekati aku untuk saat ini," ucapnya datar dan dingin.
Diberikan perkataan seperti itu oleh Giyuu, (Y/n) hanya bisa terpaku. Ia tahu sifat dingin dan kaku milik lelaki itu. Hanya saja, biasanya sifat itu tidak pernah ditunjukkan kepada dirinya. Berbagai pikiran negatif mulai memenuhi isi kepalanya. Apakah Giyuu marah karena (Y/n) tidak memberikan kabar mengapa ia tidak masuk sekolah tiga hari yang lalu? Ataukah karena alasan lain Giyuu menjadi bersikap seperti ini padanya?
Hingga tanpa sadar karena melamun terlalu lama, bel masuk sudah berbunyi. Dengan panik, (Y/n) langsung berlari menuju kelasnya.
***
Bel istirahat telah berbunyi tepat setelah sensei di dalam kelas (Y/n) keluar dari kelas. (Y/n) langsung mengeluarkan ponselnya dari saku rok seragamnya. Ia mencari kontak milik Giyuu di daftar nama teman-temannya di aplikasi LINE. Setelah menemukannya, ia langsung mengetik pesan singkat.
Giyuu-Senpai, apakah kau ingin makan siang bersamaku?
Setelah terkirim, (Y/n) menunggu balasan dari Giyuu dengan perasaan bercampur aduk. Khawatir, gelisah, takut. Namun, setelah beberapa saat menunggu, tidak ada jawaban dari Giyuu. Sama sekali tidak ada.
Detik itu juga, harapan (Y/n) pupus seketika. Ia bangkit dari duduknya. Berjalan dengan langkah yang terasa berat dari tempat duduknya menuju atap sekolah. Ia melewati koridor sekolah dengan langkahnya yang terseok-seok.
Setibanya di atap sekolah, angin yang cukup sejuk menyapanya. Gadis itu segera duduk di sana. Ia bersandar pada dinding yang berada di tepi atap sekolah. Manik (e/c)nya menatap pada langit yang berwarna biru. Warna langit itu mengingatkan dirinya dengan Giyuu. Lelaki itu selalu memakai pakaian dan aksesoris seperti jam tangan dengan warna yang senada. Warna biru.
"Apa yang telah kulakukan padanya hingga dia menjadi sedingin itu padaku?" gumam (Y/n) sambil menatap angkasa yang terbentang di atasnya.
Bento yang ada di tangannya ia diamkan begitu saja. Saat ini ia sama sekali merasa tidak nafsu untuk makan. Bahkan dari beberapa hari yang lalu. Ia hanya ingin makan makanan yang ia suka. Bukan masakan ibunya yang selalu terasa lezat.
Dengan perasaan yang sulit dijelaskan saat ini, (Y/n) membuka tutup kotak bekalnya. Sebuah nasi omelete dengan sayuran dan potongan sosis berbentuk gurita mengisi kotak bekalnya. Di atas nasi omelet itu terdapat tulisan dengan saos tomat.
Lekas sembuh, (Y/n).
Melihat pesan singkat yang ditulis oleh ibunya, ia tersenyum haru. Biasanya (Y/n) membuat bekal seorang diri. Namun, hari ini ibunya melarangnya. Wanita itulah yang membuatkan bekal untuk (Y/n).
Satu tetes air mata terjatuh ke atas punggung tangannya. Disusul oleh tetes air mata yang berikutnya. Hingga kemudian berubah menjadi isak tangis yang pilu.
Beruntung hanya ada dirinya sendiri di atap sekolah. Jika ada orang lain, entah bagaimana (Y/n) harus menjelaskan tentang ia menangis ketika melihat isi kotak bekalnya. Bisa saja orang lain berpikir jika isi kotak bekalnya terlalu menyedihkan hingga membuatnya menangis.
Tangan (Y/n) yang telah memegang sumpit bergerak untuk mengambil nasi omelete yang terlihat lezat itu. Rasa manis dari telur memenuhi rongga mulutnya. Sambil mengunyah, pikiran gadis itu melayang kepada seseorang. Tentu saja kepada Giyuu.
"Apakah dia juga sedang makan saat ini?"
(Y/n) memasukkan sesuap nasi omelete ke dalam mulutnya lagi. Ia jadi merasa penasaran dengan bagaimana reaksi Giyuu jika ia tawarkan nasi omelete ini.
***
Sudah terhitung sebanyak tiga kali (Y/n) mengecek ponselnya. Dan sudah tak terhitung berapa banyak pesan yang ia kirimkan pada Giyuu. Entahlah, ia hanya tidak ingin menyerah. Ya, tidak untuk saat ini.
(Y/n) membaca ulang pesan yang ia kirimkan. Bisa dikatakan pesan sebanyak ini adalah spam, namun ia tidak boleh menyerah untuk mencari tahu mengapa Giyuu bersikap berbeda hari ini.
Ia pun memejamkan matanya sejenak. Kepalanya ia sandarkan pada sandaran kursi belajar di kamarnya. Jika Giyuu tidak membalas pesannya kali ini, maka gadis itu tidak tahu harus berbuat apa lagi selanjutnya.
***
Ponselnya bergetar sejak tadi. Namun, si pemilik ponsel tidak ada niat sama sekali untuk mengecek siapa si pengirim pesan dan apa pesan yang dikirimkannya. Ia tengah mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan oleh sensei-nya hari ini.
Karena ponselnya yang sejak tadi bergetar kini menjadi hening, Giyuu melirik sekilas untuk melihat layar benda pipih itu. Tampak beberapa pesan dari LINE di layarnya yang menyala sebelum layarnya kembali berubah gelap.
Giyuu menghela napas. Ia meletakkan pensilnya ke atas meja sebelum mengambil ponselnya. Tangannya bergerak mengetik pesan singkat kepada pengirim pesan yang sejak tadi membuat ponselnya bergetar.
Setelah itu, ia mengembalikan ponselnya ke tempat semula lalu kembali mengerjakan tugasnya.
***
Jangan ganggu aku, (Y/n).
(Y/n) tertegun. Ia memang mengharapkan balasan dari Giyuu. Namun, bukan pesan yang berisi kata-kata menyakitkan seperti ini. Ia hanya ingin semuanya kembali seperti semula. Hanya itu saja.
Namun, mengapa ini semua terasa sulit dan menyakitkan?
Ia tertunduk sedih. Menatap pada layar ponselnya yang menunjukkan pesan terakhir dari Giyuu. Tangannya bergetar. Air matanya mulai turun dari pelupuk matanya. Hingga tangisnya mulai terdengar. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Berusaha meredam suara tangisnya di sore itu.
Ada satu hal yang terlintas di dalam pemikirannya. Sebuah hal yang paling ingin ia hindari dan jauhkan dari pikirannya.
Apakah ia harus menyerah sekarang?
***
Yo minna!
Sad-ny mulai kerasa ya, ya gak?🗿
Oke, oke. Cerita ini masih jauh dari tamat. So, stay tuned terus ya🥺
Kalian semua yang sudah baca juga vomment, terima kasih bangett🤧❤✨
I luv ya!
Wina🌻
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top