Bag 43. Terima Kasih
Setelah Baratab mengumumkan kejahatan Diadia, suasana lapangan bergemuruh dengan berbagai reaksi dari kerumunan warga. Ada yang tampak terkejut, beberapa saling berbisik dengan tatapan tidak percaya, sementara yang lain menatap Diadia dengan tatapan marah atau penuh kecurigaan.
"Apa? Dia seorang penipu?" Terdengar bisikan dari arah kiri, diikuti satu-dua penyihir yang saling memandang seolah mencari kepastian.
"Jadi selama ini dia memperdaya kita semua?" ujar seorang pria tua, suaranya bergetar antara marah dan kecewa mendalam.
Seorang wanita muda, wajahnya pucat, mengepalkan tangan seakan menahan emosi. "Dia mengaku sebagai Shade of Flora... tapi dia bahkan bukan keturunan asli!"
Seorang anak yang datang bersama ibunya menatap panggung dengan binar mata polos. "Ibu, kenapa mereka bilang begitu? Bukankah Nona Diadia adalah penyelamat kita?"
Ibunya dengan suara tenang, membelai kepala anaknya dan berbisik takut, "Mungkin dia bukan seperti yang kita kira, Nak..."
"Penipu? Apa yang dia katakan? Nona Diadia telah memimpin kita selama 900 tahun! Katakan saja kau ingin mengambil takhtanya!"
Kecaman demi kecaman semakin menggelora. Suara-suara pro dan kontra bersahutan. Beberapa penyihir muda dengan emosi tak terbendung tampak ingin maju ke depan, memarahi Diadia atau menyeret Baratab.
Situasi ini sangat kacau. Wajah-wajah di sekitarku tampak ragu. Mereka melihat Diadia sebagai sosok penyelamat, dan kabar ini jelas bagaikan pukulan keras yang sulit dipercaya.
Diadia tergelak, suaranya melengking tajam. Ekspresinya menunjukkan ketenangan yang mencolok, seolah semua tuduhan yang diarahkan padanya hanya lelucon murahan.
"Sungguh tuduhan yang tidak masuk akal, Raja Barat. Atas dasar apa kau mengira aku seorang pembohong yang berpura-pura?"
Baratab berdiri dengan sorot mata kebencian, menjawab lantang tanpa ragu. "Karena kau tidak pernah melakukan apa pun untuk negeri ini! Kau hanya menikmati semua kehormatan dan kekuasaan dari peran Shade of Flora. Bukankah seharusnya sebagai keturunan dewa, kau dapat melakukan sesuatu terhadap bencana ramalan? Tapi lihatlah, kau hanya menempel seperti parasit pada seekor naga!"
"Hanya karena aku tidak menunjukkan kekuatanku pada kalian semua, kau lantas mencapku sebagai penipu? Haruskah para shade memamerkan kekuatannya hanya untuk memuaskan keraguan orang-orang?"
"Ya, harus!" Baratab membalas dengan nada tinggi, tidak membiarkan Diadia menyusun kalimat penyangkalan. "Shade of Memokeeper mendirikan sebuah menara di Kerajaan Timur, sebuah karya yang membuktikan kekuatannya bagi klan. Sedangkan kau? Kau hanya duduk bermain-main di atas takhta, mengabaikan peran yang seharusnya kau emban! Selalu memakai alasan remeh untuk menghindar."
Jangan termakan provokasinya, Diadia! kataku dalam hati, masih berusaha menerobos kerumunan untuk sampai ke depan.
Baratab mengangkat tangannya, membuat kerumunan diam. "Kau bisa mengelak semaumu, Nona Diadia. Tapi ingatlah, kau sedang berdiri di bawah Pedang Kejujuran." Dia menunjuk ke arah pedang perak yang berputar lembut di atas kepala Diadia. "Jika pedang itu berhenti menari, maka kebohonganmu dikonfirmasi. Dan seluruh rakyat di negeri ini akan tahu siapa dirimu yang sebenarnya! Kau takkan berada di bawah perlindungan Tuan Magistrate lagi!"
Sekelumit ketegangan muncul di wajah Diadia meski senyumnya tetap bertahan. Penduduk yang menonton persidangan menahan napas menyaksikan pedang yang terus berputar tanpa henti, menunggu momen tepat untuk menjatuhkan keputusan pada terdakwa.
Akhirnya aku sampai di barisan terdepan. Uatura orang pertama yang menotis batang hidungku, melotot kaget seolah ingin bilang: apa yang dilakukan bocah itu di sini?
Baratab melangkah maju, suaranya menggema dengan nada menantang. "Katakan pada kami, apa kau benar-benar Shade of Flora?"
Sebelum Diadia sempat merespons, aku tidak bisa menahan diri lagi. "Diadia! Kumohon, jujur saja!" Teriakanku memecah suasana tegang.
Semua mata langsung tertuju padaku. Diadia memandangku, wajahnya sulit terbaca, namun ada sedikit kejutan yang tergambar di matanya. Aku melangkah maju, mengabaikan desisan kaget di antara kerumunan.
"Aku tahu suara yang dibawa angin adalah milikmu," kataku berusaha menahan air mata. "Kau lelah dengan peranmu, kan? Bukankah itu sebabnya kau mengadu pada sang angin, berharap ada seseorang yang mendengar keluh-kesahmu? Aku... aku mendengarnya. Jadi kumohon, jujurlah. Aku tidak mau sampai kehilanganmu juga. Aku tidak sanggup harus kehilangan temanku lagi. Tolonglah, Diadia..."
Uatura segera memerintahkan penjaga untuk menangkapku, namun aku memberontak, berusaha melepaskan diri dari cengkeraman mereka. Mataku tetap tertuju pada Diadia, yang... Eh? Dia tersenyum mantap?
Aku menelan ludah, tubuhku kaku sejenak. Apa arti senyuman itu? Senyum yang bukan hanya tenang, tapi seolah mengandung sebuah pengertian yang lebih dalam—sebuah ketenangan yang tidak pantas ada di tengah situasi seberat ini. Senyum keyakinan tinggi.
Diadia membentangkan tangannya dengan raut wajah percaya diri. "Aku, Diadia Von Tovenar, adalah Shade of Flora. Pecahan jiwa Sang Descender dengan nama Paijo-Jo. Tidak ada yang bisa menghancurkan takhtaku!"
Lututku luruh ke tanah. Aku terduduk lemas. Kenapa kau tidak mau menyerah? Kenapa kau justru menerima tantangan Baratab? Mata Diadia yang sempat redup sesaat, kini bersinar dengan tekad mengejutkan. Apakah dia malah termotivasi dengan kata-kataku?
Tapi yang paling mengejutkan adalah, Pedang Kejujuran tidak berhenti! Baratab dan raja lainnya berkeringat dingin. Kenapa ia tetap berputar? Jangan bilang... Diadia jujur?
"Dia seorang shade sejati? Tidak mungkin! Pasti ada kesalahan di sini," kata Baratab kentara panik. Dia sudah menguji kemampuan relik tersebut dan itu berfungsi dengan baik.
Tuan Magistrate bangun dari posisinya dengan perlahan, matanya tajam menatap Baratab yang tersentak kaget. "Kurasa kita sudah mendapatkan jawabannya, Yang Mulia Raja Baratab. Apakah anda sudah siap menerima konsekuensi atas tindakan anda telah berani menyidang keturunan dewa?"
Ucapan Tuan Magistrate menggantung di udara, menambah ketegangan yang semakin meliputi tempat ini. Setiap mata kini tertuju pada Baratab, menunggu reaksinya. Akankah dia mengakui kesalahannya? Ataukah dia akan terus mempertahankan tuduhannya?
Rahang Baratab mengeras, tidak menyerah. Dia menatap kalung yang dikenakan Diadia dengan tatapan penuh kebencian, lalu menyeringai. "Ini pasti karena benda itu!" serunya sebelum tiba-tiba melompat maju.
Tuan Magistrate sontak berteleportasi untuk mencegahnya, namun Baratab jauh lebih cepat. Dalam sekejap, kalung itu sudah berada di tangannya. Saat itu juga, Pedang Kejujuran yang dari tadi berputar tiba-tiba berhenti.
Hening sesaat. Semua pasang mata terbelalak, menutup mulut. Aku berbinar-binar.
"HAH! Lihatlah, kecurigaanku terbukti!" Baratab mengangkat kalung di tangannya. "Gadis ini memakai benda yang berhubungan dengan Yang Mulia Paijo asli untuk menipu semua orang, termasuk Pedang Kejujuran! Aku tidak tahu bagaimana dia mendapatkannya, tapi sepertinya dia telah melakukan sesuatu pada shade kita. Gadis ini layak dihukum!"
Kilau kepercayaan di wajah Diadia menghilang sepenuhnya. Tuan Magistrate menatapnya dengan penuh murka, namun tertegun melihat perubahan mendadak pada gadis itu.
Diadia yang muda dan anggun, berubah menjadi nenek-nenek tua. Kulitnya keriput, rambutnya berubah putih seketika, dan postur tubuhnya tampak menua dengan cepat.
Napasku tercekat. Apa yang terjadi pada Diadia? Semua orang terdiam, tidak percaya dengan perubahan yang baru saja terjadi.
Tuan Magistrate mengerutkan alis, menyelidik kalung di tangan Baratab, menghela napas. "Begitu rupanya. Aku mengerti sekarang. Benda ini adalah artefak pemanjang umur. Nona Diadia hanyalah manusia biasa."
"APA?! Hanya manusia biasa?! Jadi selama ini kita menyembah seorang manusia?!"
Penduduk kecewa berat. Mencemooh Diadia yang menunduk. Empat raja menyeringai akan situasi yang berbalik menguntungkan mereka. Perjanjian Haberit of Oath tidak sia-sia!
Tuan Magistrate menatap Diadia, sorot matanya marah dan kecewa. Wajahnya yang biasanya tenang sekarang dipenuhi dengan rasa marah yang terkendali. "Kau... apa yang telah kau lakukan pada Yang Mulia Paijo?"
Diadia tersenyum tipis. Sebuah senyum yang menandakan nasib buruk akan segera menimpa dirinya. Dia pasrah menerimanya.
Dengan hati yang berat, Tuan Magistrate melangkah maju ke depan panggung dan berkata, "Gadis ini telah menipu kita semua, mengklaim dirinya sebagai seorang keturunan dewa dan memanfaatkan kekuatan serta kepercayaan yang tidak seharusnya dia miliki. Oleh karena itu, atas nama keadilan dan perwakilan Sang Descender, aku menjatuhkan hukuman mati padamu, Diadia Von Tovenar."
Baratab diam-diam menyeringai puas, mati-matian menyembunyikan kegembiraannya. Yes! Berhasil! Rencananya untuk membuat Tuan Magistrate berpihak pada bangsawan telah membuahkan hasil! Dia menang!
Diadia yang selama ini menjadi sosok yang tak terjangkau, akhirnya jatuh. Dan kini, setelah seribu tahun kekuasaan dan tipu daya, takhta itu kembali ke tangan yang lebih pantas.
Pedang Kejujuran bercahaya. Siap menghukum.
Diadia menatapku yang menangis di tanah, tersenyum lemah. "Terima kasih, Kala, kau telah memberiku kebahagiaan singkat. Aku minta maaf apa yang terjadi pada Encore, Wise, dan Rinascita. Aku tidak bisa menolong."
"Kenapa...? Kenapa kau tidak mau jujur?"
Dia tersenyum pahit. "Aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan. Maaf ya... Dan, aku sangat senang bisa mengenal dirimu."
"Waktunya penghakiman seorang pendosa!"
"TIDAKKK!!!" Aku berteriak, mencoba memanjat platform tapi aku sudah terlambat.
Pedang Kejujuran jatuh menimpa Diadia. Jutaan gelembung transparan meledak di udara. Setiap gelembung membawa angin kencang yang menghempas siapa pun yang ada di dekatnya. Para raja, bangsawan, penduduk, sedikit terdorong ke belakang. Kalung yang tadi dipegang Baratab terbang melayang, menggelinding jatuh ke depanku.
Diadia telah dieksekusi.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top