Bag 37. Penyelamatan
Ada satu hal yang membuatku khawatir.
Sumber magia milikku bukanlah dari jantung seperti para penyihir lainnya, melainkan berasal dari Essentia—semacam inti yang menyusun wujud spirit-ku. Jika alat segitiga ini menyedot pusat energi itu... apakah mungkin aku akan mati? Bagi spirit, Essentia berfungsi laksana jantung yang dampaknya akan fatal jika rusak atau terserap habis.
Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika energi itu hilang, atau bahkan bagaimana aku akan bertahan tanpa Essentia. Selama ini, aku selalu menganggapnya sebagai bagian tak terpisahkan dari diriku—sumber kekuatan yang sekaligus menyimpan jiwaku. Tanpa benda itu, apa aku masih akan ada?
Tubuh ini hanyalah wadah yang dibuat Ibu agar aku bisa hidup layaknya manusia. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan jika tubuh ini terluka. Yang penting hanyalah menjaga Essentia tetap utuh, karena itu satu-satunya bagian dari diriku yang tak tergantikan.
Sementara aku sibuk memikirkan risiko kematian, teknologi itu bergetar. Mulai mengambang di udara, berdenyut dengan irama yang semakin cepat. Mata mengerikan di tengahnya terlihat mau terbuka. Apakah jika itu terbuka energiku akan disedot?
Tidak ada yang bisa kulakukan. Pikiranku buntu. Staminaku melemah karena luka di perut yang semakin nyeri tiap kali aku berusaha bergerak, ditambah aku dirantai. Kelelahan menggerogoti semangatku.
Aku mengantuk. Kalau tidur sebentar, bisa saja semuanya sudah selesai, kan?
Saat kesadaranku nyaris lenyap sepenuhnya, seberkas cahaya kecil muncul di ujung pandanganku. Aku membuka mata sedikit, setengah penasaran, setengah tak peduli. Cahaya itu berbentuk not balok DO yang bersinar lembut, jatuh perlahan dari udara seperti bintang kecil yang tersesat. Ia mendarat ke pipiku. Itu terasa hangat.
Benda apa ini? Rasanya familiar...
Sesaat kemudian, not balok lainnya mulai bermunculan dari udara. Salah satunya yang berwarna hijau jatuh ke arah perutku. Begitu ia menyentuh lukaku, sobekannya menghilang. Menguar jadi partikel-partikel cahaya kecil yang berpendar dan memudar.
Aku menatap tak berkedip. Lukaku tertutup sempurna! Apakah ini mantra penyembuhan? Tapi... dari mana datangnya?
Sebelum aku bisa mengurai jawaban, suara gemuruh terdengar. Guncangan yang kuat datang dari atas, membuat lantai menara ini bergetar hebat. Aku mendongak, mataku melebar ketika melihat atap menara yang besar, kokoh, dan tinggi di atas sana berderak kasar, lalu..., SRING! Atap itu terbelah menjadi dua, runtuh dengan suara bergema yang memekakkan telinga.
Bongkahan batu besar berjatuhan dari ketinggian, meluncur ke tempatku. Seolah merespon bahaya itu, not-not balok yang melayang di sekitarku berpendar terang. Dalam sekejap mereka berubah jadi tameng, melindungiku dari hujan puing-puing.
Terlihatlah sosok-sosok bayangan di antara reruntuhan. Siluet mereka menyilaukan di bawah sinar rembulan yang masuk melalui celah besar di atap menara. Salah satu dari mereka menatapku dengan senyuman mantap dan berseru lantang, "Maaf kami telat!"
Aku tersenyum lebar. "Teman-teman! Wise!"
🌙🌙🌙
Wise membelah rantai-rantai yang mengikat tangan dan kakiku dengan satu ayunan cepat. Aku beranjak bangun, refleks menatapnya, memastikan semuanya aman.
“Kau baik-baik saja? Kudengar mereka juga memakaikan benda ini padamu,” ucapku sambil menunjuk teknologi penyedot yang kini sudah hancur oleh Encore.
Wise mengangguk pelan. "Memang. Tapi prosedur penarikan Aura murid pendekar dan Magia murid penyihir berbeda. Kau tidak bisa menyihir karena rune segel, tapi itu tak berlaku pada para pendekar pedang."
“Jadi, meskipun mereka mencoba menyedot auramu, mereka tidak bisa menghentikan teknik bertarungmu sepenuhnya, ya?”
Wise tersenyum lebar, jelas ada denting mengejek di balik matanya yang berbinar. “Tepat sekali. Aura murid-murid dari jurusan pedang adalah kekuatan internal yang tumbuh dari latihan fisik dan mental. Beda dengan penyihir,” dia menambahkan sambil mengangkat bahu santai, “yang langsung tidak berdaya kalau ada rune segel.”
Dia meledekku? Dia sedang meledekku, kan?!
Kalau saja situasinya normal, aku pasti sudah menempeleng kepalanya. Bisa-bisanya dia menghardikku di saat begini! Aku meliriknya dengan campuran kesal dan gengsi, menarik napas. Akan kulupakan kali ini karena dia sudah menyelamatkanku.
Aku beralih ke Encore yang menepuk-nepuk jubah karena hujan debu bangunan. "Terima kasih sudah memahami pesanku, En."
"Tidak masalah. Tidak sulit untuk dipahami."
Rinascita mendekat, menatapku khawatir sambil meremas tongkatnya. "A-apakah masih ada yang terasa sakit? Kalau ada, tinggal bilang saja! Akan kusembuhkan!"
"Ooh! Jadi mantra barusan punyamu, ya? Pantas saja aku merasa familiar. Kau pasti mempelajari teknik milik Nona Harmo." Aku menunjuk pergelangan tanganku yang sudah tidak lagi memerah. "Aku sembuh seratus persen! Mantramu sangat efektif, Rina."
"Ah, iya... Soalnya sangat menghemat Spirit Gauge namun kualitasnya cukup tinggi. Hanya mantra itu yang sempat dia ajari." Rinascita menundukkan murung, teringat lagi kalau Harmoniel sudah menghilang.
Tanganku terkepal. "Teman-teman, ada yang ingin kusampaikan tentang Diadia."
Aku menceritakan semua yang dikatakan empat raja. Tentang kecurigaan mereka bahwa Diadia adalah shade palsu, tentang rencana mereka membuat Pedang Kejujuran dan membuat Tuan Magistrate berpihak padanya, dan tujuan mereka mengembalikan kejayaan para bangsawan. Semuanya.
Encore melangkah mundur. "Diadia... seorang penipu? Mustahil. Maksudku, apa gunanya dia berpura-pura menjadi sosok shade? Apa untungnya? Itu tindakan yang berbahaya! Sekali ketahuan, dia akan dieksekusi!"
Rahang Wise mengeras. "Aku tidak percaya. Pasti ada konspirasi terjadi di sini. Kalau dia palsu, lantas siapa dia sebenarnya?"
Di sampingnya, Rinascita berbisik dengan nada getir, suaranya hampir tenggelam oleh kegalauan. “Aku tidak tahu penjara budak ini disiapkan oleh para raja. Aku tidak tahu bahwa para bangsawan sebusuk ini."
Aku menepuk tangan, menarik perhatian mereka semua. "Ini bukan saatnya untuk galau atau marah!" seruku menegaskan. "Kita harus segera kembali ke akademi dan menguak kejahatan para raja. Urusan Diadia apakah dia shade asli atau bukan, biarkan Tuan Magistrate yang mengambil alih."
Mereka saling tatap, lalu mengangguk.
Aku memanggil Sinyi yang langsung muncul begitu mendengar panggilanku. Tanpa basa-basi dia memelukku. Marah-marah dan terisak. "Aku mengkhawatirkanmu, dasar bodoh!" omelnya dengan mata berkaca-kaca.
Melihat ekspresi itu, aku merasa sedikit canggung. Meskipun aku tahu dia peduli, rasanya aneh melihatnya begitu emosional. Bukankah Sinyi hanya sebuah sapu?
"Hei, bagaimana dengan para tawanan dalam penjara menara ini?" celetuk Encore.
Giliran aku dan Wise yang bersitatap.
Tinggalkan saja? Toh, mereka sudah didoktrin oleh raja-raja sialan itu. Dibawa pun mereka pasti akan memberontak dan meminta kembali ke sini. Tapi aku tidak bisa tidak memikirkan perkataan Baratab.
Dan ternyata Rinascita merasakan hal yang sama. Dia mengelus dagu. "Kala, kau bilang tadi Baratab mendoktrin para penyihir yang telah kehilangan magia dengan kepercayaan bahwa mereka adalah penyelamat dari ancaman ramalan. Jujur, itu mengangguku."
Aku mengangguk. "Benar, kan? Aku juga merasa aneh. Ada sesuatu yang berbeda dengan pernyataan tersebut. Entah kenapa, Baratab sialan itu kelihatan jujur."
"Tunggu, kau ingin bilang raja-raja keparat itu tahu cara menghadapi ramalan?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top