Bag 31. Diadia Von Tovenar

Baru sampai di halaman, aku sudah terpukau oleh kemegahan Court of Elders. Lanskapnya amat luas dan menyerupai pelataran istana di dongeng yang sering Ibu ceritakan dulu. Tidak ada jejak sihir terlihat di sini. Setiap detailnya dipahat dengan tanah, dari tiang-tiang besar yang menjulang hingga relief bunga dan pola bulan yang tertatah di dinding batu. Sentuhan manual ini memberi kesan manusiawi di tengah kehidupan serba memakai mantra ajaib.

Kereta kuda dari berbagai keluarga bangsawan terparkir di sisi halaman, masing-masing menampilkan lambang keluarga mereka dengan corak anggun. Beberapa kereta dilengkapi jendela kaca berornamen emas dan perak. Aneka macam. Kereta-kereta ini ditarik oleh pegasus bersurai putih, meringkik pelan.

Aku memperhatikan pelayan dan kusir yang berdiri di samping kereta. Mereka mengenakan seragam formal yang rapi dan khas. Ada yang berseragam hitam dengan bordir perak, ada pula yang memakai jubah biru gelap berhiaskan logo keluarga mereka di dada. Mereka berdiri tegap dengan mimik datar, menundukkan kepala saat sang majikan turun dari kereta, lalu mengawal mereka menuju pintu utama istana.

"Kudengar pegasus binatang langka dan sulit ditemukan. Kalau dibeli di pelelangan legal, harganya tidak tanggung-tanggung," celetuk Wise bersungut-sungut. Dia takjub sekaligus sinis. "Level bangsawan memang beda."

Encore mengangguk setuju sambil merapikan gaunnya yang berkilauan. "Spesies mereka saat ini tinggal di Klan Druid, mengingat tempat itu sangat hijau. Pegasus sepertinya sangat cocok dengan lingkungan alami di sana."

"Klan Druid? Uhh, banyak rumor jelek tentang klan itu dan semuanya terdengar sesat."

Aku melepaskan pin jubah, mengeluarkan surat undangan untuk diberikan ke penjaga. "Sudah, ini bukan waktunya mendengki dan bergosip. Kita harus segera menemukan yang lain."

Penjaga memeriksa undangan kami, kemudian memberi anggukan hormat, mengizinkan kami melangkah ke dalam aula. Begitu melewati pintu tinggi dan lebar, suasana berubah drastis seakan kami memasuki dunia yang berbeda.

Hall utama sangat luas, berkilau oleh cahaya dari kristal-kristal besar yang tergantung di langit-langit, memantulkan warna biru elegan ke seluruh ruangan. Dinding-dindingnya dihiasi mural-mural magis, menggambarkan sejarah Klan Penyihir, Sang Descender, Empat Raja, lengkap dengan siluet Empat Shade. Bahkan untuk ukuran siluet, itu sangat misterius.

Aroma harum bunga, wangi parfum, dan rempah-rempah memenuhi udara, menambah keindahan suasana yang mengelilingi kami. Belum lagi musik klasik mengalun dengan indah.

Para bangsawan berkumpul dalam berbagai kelompok, mengenakan pakaian mewah yang tampak berat dan sesak. Mereka terlibat dalam obrolan santai tentang berbagai topik, mulai dari kabar terbaru di kalangan aristokrasi hingga gosip yang beredar tentang keluarga bangsawan lain. Semua percakapan itu hanya formalitas belaka seolah-olah mereka lebih mementingkan penampilan daripada ketulusan.

Bangsawan memang jagonya gimik.

Encore beringsut ke sebelahku yang fokus mencari Dadia. "Kita benar-benar berada di dunia mereka," bisiknya pelan, melirik sekeliling. "Aku penasaran berapa harga gaun-gaun itu."

Apa itu penting? Itu hanya onggokan kain.

"Aku lebih penasaran harga pilar emas itu. Tidak hanya satu, tapi belasan. Kalau dijual, kita pasti kaya. Aku mau ganti pedang," ucap Wise tidak mau ketinggalan. Dia memasang wajah penjahat yang merencanakan sesuatu.

Astaga! Ini Wise juga, kenapa ikut-ikutan sih? Kami ke sini bukan untuk merampok. Mereka seharusnya turut membantuku mencari Dadia, Rinascita, atau Harmoniel. Bukan malah menargetkan barang-barang berharga...

Hidungku mencium bau harum menggugah selera dari meja-meja yang dipenuhi hidangan lezat. Aku spontan menoleh, spontan berbinar. Surga makanan tengah melambai padaku.

Aku sudah menghilang di antara Wise dan Encore. Mataku tak berhenti bersinar melihat kue-kue lapis berwarna cerah yang dihiasi krim lembut dan buah-buahan segar. Juga puding cokelat dalam gelas antik seolah memanggil untuk dicicipi. Roti keju disusun rapi di atas papan, dikelilingi irisan buah anggur dan kismis.

Tidak bisa. Ini terlalu banyak dan cantik! Aku tidak tahu harus mulai makan yang mana. Satu pertanyaanku: apa aku boleh mengambilnya?

Pelayan memandangiku yang ngiler dengan tatapan masam. "Rakyat jelata datang untuk mengisi perut?" ucapnya kentara meremehkan. "Silakan, ambil saja. Ini keberuntunganmu dalam tahun ini. Jadi nikmatilah sepuasnya."

"B-benarkah, Tuan?? Aku sungguh boleh memakannya?" Aku berkata semangat, tidak peduli dengan sindirannya. "Terima kasih! Kau pria yang baik!" lanjutku, tersenyum tulus.

Pelayan itu yang awalnya tampak jijik dengan keberadaan rakyat biasa, perlahan melunak. Pipinya sedikit memerah. Dia berdeham, berusaha menutupi kekikukannya. "Asal jangan berlebihan," peringatnya sebelum pergi.

Aku segera mengambil beberapa potong kue tart dan puding cokelat, menikmati setiap gigitan dengan bahagia. Sial, ini sangat enak! Air mataku hampir tumpah saking lezatnya. Mereka membuatnya dari apa sih? Pasti pakai bahan-bahan legendaris! Sup Ibu kalah enak!

"Apa itu enak?" Seseorang bergumam.

"Ya! Sehangat kasih sayang Ibu," jawabku polos tanpa menoleh, sibuk mengambil mangkuk baru untuk mencoba puding rasa lain.

Encore menjewerku. "Kami mencarimu sejak tadi dan kau malah enak-enakan ngemil di sini!"

Aku cengengesan. "Habisnya makanan di sini enak banget. Kalian sebaiknya coba deh."

"Dasar!" Wise tadinya ingin protes, akhirnya ikut mengambil piring dan mulai mengisinya dengan berbagai kudapan. "Eh, tapi benar juga. Ini kelihatan enak," katanya mencicipi kue tart.

Saat kami bertiga asyik-asyiknya menikmati makanan tanpa beban, tiba-tiba terdengar tawa angkuh dari belakang. Sekelompok bangsawan muda sebagai kami dengan sikap sombong mendekati kami. Pakaian mereka lebih glamor, menatap kami seperti menatap lalat.

"Lucu sekali," kata pemimpinnya yang memakai mantel penuh pernak-pernik emas. "Rakyat jelata benar-benar tidak tahu malu dan tidak tahu diri. Berani-beraninya kalian makan seolah ini pesta kalian juga. Aku harus protes pada dewan mengizinkan jelata masuk ke sini."

Temannya yang perempuan, dengan kipas yang diayun-ayunkan, menyeringai. "Pajak dibayar untuk keperluan negeri, bukan untuk diberikan ke orang rendah. Kau benar, kita harus protes dan mendukung ayah kita untuk mogok kerja."

Sebelum aku sempat menjawab, atmosfer berubah ketika sosok yang kami cari dari tadi melangkah maju. Siapa lagi kalau bukan Rinascita dan Harmoniel. Mereka bangsawan terkemuka; yang satu putri raja, satunya lagi putri duke. Jelas berada di tingkatan berbeda.

"Oh, ya? Silakan. Kami akan menerima surat mogoknya dengan senang hati," kata Rinascita tersenyum manis tapi terlihat berbahaya.

"Rina! Harmo! Kami sudah menunggu kalian!"

Mata Wise seketika berubah jadi mata cinta, mengabaikan kelompok bangsawan yang membeku tidak percaya kami berteman. "Nona Harmo! Nona Rina! Kalian mengagumkan malam ini! Sungguh luar biasa indah dan menawan!"

"Fufufu, Wise juga tampak tampan."

Rinascita mengetuk lenganku yang ingin mengambil kue baru, menyelipkan rambut yang terjuntai ke telinga. "Bagaimana menurutmu?"

"Apa maksudmu bagaimana?" kataku polos.

Encore menepuk dahi. "Tidak peka sekali."

"Omong-omong kalian melihat Dadia tidak?"

Pertanyaanku terpotong oleh suara pengumuman bergema mengatakan bahwa Empat Raja dari empat kerajaan memasuki hall. Semua tamu berbaris rapi, termasuk aku yang mengintip dari kerumunan. Aku penasaran bagaimana rupa para raja yang diagungkan...

Mataku melotot. Geh!! Itu mereka? Sial, aku telah keliru! Kupikir empat raja kakek-kakek tua yang berjanggut putih panjang, ternyata mereka sangat muda dan tampan-tampan.

Kejutannya tidak berakhir sampai di sana.

"Yang Mulia Diadia Von Tovenar dan Monsieur Magistrate de Ultimatia, memasuki hall!"

Di situlah semua orang tak terkecuali para raja membungkuk ketika mendengar nama yang digunakan Shade of Flora disebut, melangkah anggun didampingi Tuan Magistrate.

Aku mematung melihat Yang Mulia Paijo, Sang Descender, untuk pertama kalinya.

"Dadia...? Sedang apa di sana...?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top