Bag 30. Ke Tempat Terhormat
"Apa kita tidak bisa menggunakan mantra Modifilo saja untuk mengubah pakaian?"
Wise menghela napas panjang. "Kau tidak dengar apa yang dikatakan Dadia? Tempat itu dilindungi oleh medan antisihir. Segala jenis mantra akan dinetralkan. Percuma saja."
Kami hanya memerlukan waktu sepuluh menit untuk memilih pakaian, namun para gadis telah menghabiskan hampir setengah hari di boutique ini. Mereka masih sibuk mematut diri di depan cermin besar, menilai dengan teliti.
Suara seorang pegawai yang datang mendekat memecah lamunanku, membawa beragam kain baru yang lebih mewah dan beragam. Senyum di wajah para gadis tampak semakin cerah, menerima pilihan baru itu dengan antusias dan segera membandingkan corak dan teksturnya.
Sementara itu, aku memegang perut yang sudah mulai keroncongan. "Ukh, aku kelaparan... Sarapan tadi pagi kurang," gumamku lirih. Kalau tahu mereka akan selama ini, mungkin aku sudah memesan makanan tambahan.
Wise mengangkat bahu melihatku mengeluh untuk ke sekian kalinya. "Lihat sisi baiknya. Ini pengalaman baru,” ujarnya, meskipun raut wajahnya menunjukkan bahwa dia juga lelah.
Aku mendengus masam. "Pengalaman menunggu lima jam? Coba bilang itu lagi saat cacing-cacing dalam perutmu berontak."
Wise menatapku dari ujung kepala sampai ujung kaki, lalu menyeringai. "Padahal badanmu kecil, tapi nafsu makanmu tinggi. Cacingan ya?"
"Kau cari ribut denganku, brengsek?"
"Anak kecil tidak boleh mengumpat! Nanti diculik iblis yang benci anak-anak nakal."
Sebelum pertengkaran kami memanas, Encore keluar dari ruang ganti. Dia berdiri di depan kami yang siap-siap mau baku hantam sambil berkacak pinggang. "Oh, kalian masih di sini?" tanyanya santai, seolah tidak menyadari betapa lamanya waktu yang dihabiskan untuk memilih pakaian. "Kukira kalian sudah pergi makan."
"Ya, kami di sini," balasku, berusaha menahan sarkasme di ujung lidahku. "Menikmati pengalaman menunggu yang... menyenangkan."
Encore tertawa geli dan menepuk pundakku. "Sabar, Kala. Pergi ke tempat terhormat seperti Court of Elders bukan urusan sepele. Kita harus memastikan semuanya sempurna."
Wise bersedekap. "Lantas, memilih kain selama lima jam bagian dari persiapan penting itu?"
Encore ringan mengangkat bahu. "Tentu saja. Detail adalah segalanya, apalagi untuk wanita. Jangan tinggalkan kami ya, penjaga!" Dia mengedipkan mata secara sengaja sebelum kembali bergabung dengan yang lainnya.
Tolong keluarkan aku dari sini!
Tidak bisa. Kesabaranku sudah mencapai batas maksimal. Aku tidak sanggup terus menunggu. Akhirnya kukeluarkan tongkat dari balik jubah. Keuntungan dari tongkat seperti sumpit ini adalah portabel dan mudah diselipkan di mana saja, siap digunakan dalam situasi darurat.
Wise menahan lenganku yang baru saja berdiri. Terjadi keheningan singkat di antara kami.
"Mau apa kau, Wise-Se?" tanyaku datar.
Dia menatapku dalam-dalam dengan ekspresi serius yang dibuat-buat. "Seharusnya itu pertanyaanku, Kala-La. Beraninya kau berniat melarikan diri sendirian. Apa kau tidak pernah mendengar azab dari meninggalkan teman?"
"Tidak pernah dan tidak tahu."
Wise tersenyum manis. "Bukankah sahabat itu harus saling berbagi penderitaan?"
Keheningan itu terasa semakin berat. Tapi aku tidak bisa lagi menahan hasrat untuk keluar dari situasi ini. Maka, dengan cepat aku menepis tangannya, lalu berlari menuju pintu sambil bersiap melafalkan mantra teleportasi yang sudah kusiapkan di dalam kepala.
Namun, sebelum aku sempat mengucapkan satu kata pun, Wise menyergapku. Tangannya langsung menutup mulutku dengan sigap, mencegahku menyebutkan mantra.
"Takkan kubiarkan kau kabur! Setidaknya ajak aku kalau mau kabur! Kita menderita bersama!" desisnya penuh semangat persahabatan yang sangat tidak kuinginkan saat ini.
Tanpa pikir panjang, aku menggigit jarinya.
"Arghh!! Kau, sialan…!" serunya, melepaskan tangannya sambil merengut kesakitan. Tapi aku sudah tidak peduli lagi. Dalam satu gerakan cepat, aku berhasil meloloskan diri dari toko. Sekarang tinggal berteleportasi ke akademi.
Belum sempat aku menikmati momen itu, belum sempat aku menyebut kata ajaibnya, sebuah suara mendesing tajam di sampingku. Wush! Sebuah pedang melayang dan menancap ke tiang papan di sebelahku, nyaris mengenaiku.
Aku menoleh dengan napas terengah-engah, menatap pedang yang tertancap itu dengan mata melotot. "Kau mau membunuhku?!"
"Kau duluan yang mengasung perkelahian ini!"
Suara pengumuman memotong, "Cocoon of Tacet telah terbuka! Flawed menyerang! Para petualangan atau murid akademi diharapkan segera ke lokasi. Warga Flawless disarankan pergi ke tempat perlindungan! Sekali lagi..."
Aku dan Wise berhenti saling tarik rambut, sama-sama menyeringai. Ini dia jalan keluarnya.
🌙🌙🌙
Akhirnya, hari yang dinantikan tiba.
Akademi diliburkan untuk siswa-siswa yang tidak mendapatkan undangan, sementara mereka yang beruntung termasuk aku dan Wise, bersiap-siap di bawah patung descender yang megah. Malam ini bulan purnama. Cahaya perak menyiram seluruh kawasan Klan Penyihir.
Tanda jengkel memenuhi wajahku sampai ke ubun-ubun. Wise dan Encore sialan! Mereka berjanji akan datang pukul tujuh. Ini sudah mau jam delapan, dan aku masih sendirian di lorong.
Aku mendongak menatap Court of Elders yang bercahaya. Walau aku tidak bisa mendengar apa yang terjadi di atas dan di dalam bola itu, yang jelas acaranya sudah mau dimulai. Dadia dan lainnya pasti sudah menunggu.
"Yo, Kal!" Panjang umur, Wise akhirnya datang juga bersama Encore tengah memperhatikan jubah membungkus sempurna tubuhnya. "Apa kau sudah menunggu dari... tadi..."
Seruan Wise menguap begitu saja ketika dia melihatku menoleh dengan ekspresi kerasukan setan. Mungkin aku terlihat seperti zombie yang baru bangkit dari kubur dengan mata melotot dan alis berkerut dalam kemarahan.
Wise sigap mengangkat kedua tangan. "Baiklah, baiklah! Aku tahu aku salah. Tapi aku menunggu Encore yang kelamaan dandannya."
"Heh! Kenapa jadi menyalahkanku?" sahut Encore tidak terima disalahkan. "Bukankah kau yang kelamaan membelah rambutmu untuk memikat para gadis bangsawan?"
"Eh, hei, kau yang paling lama dalam memilih aksesoris rambut! Padahal semua bentuk pita sama, tapi kau begitu plinplan! Bahkan saat memakai lensa kontak untuk menutupi mata kupu-kupumu membutuhkan sepuluh menit!"
"Itu karena kau terus mendesak! Aku kan jadi tidak fokus saat memasukannya! Bagaimana kalau salah dan mataku jadi sakit?"
"Kau kan penyihir, tinggal gunakan mantra penyembuh. Tidak ada yang susah. Oh, atau kau tidak bisa menguasainya makanya takut?"
"Jurusan pedang sepertimu tahu apa."
Aku bergantian menatap mereka yang malah asyik adu mulut siapa yang paling banyak membuang waktu. Satu menit berlalu, dua menit berlalu, dan mereka tetap terjebak dalam perdebatan yang tampaknya tak ada habisnya.
Aku menarik napas panjang, menenangkan diri agar tidak meledak. Seumur-umur menjadi roh angin, aku tidak pernah merasa gatal oleh emosi. Menjadi manusia sangat melelahkan karena harus merasakan berbagai emosi.
"Bagaimana kalau kalian tutup mulut masing-masing sebelum kuterbangkan entah ke mana dan kalian bisa menceloteh di sana?" ancamku dengan angin berputar di sekitar.
Keduanya terdiam sejenak, saling tatap dengan wajah pucat. Angin yang tiba-tiba berembus jelas bukan angin alami, melainkan panggilan. Dan mereka tahu siapa Penyihir Angin di sini.
"S-siap," kata mereka, tampak berkeringat.
"Bagus. Sekarang ayo kita naik ke atas sana. Tempat terhormat, Court of Elders!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top