Bag 25. Peri di Bangsa Penyihir

Aku tidak mengerti.

Mata itu, tanda sayap kupu-kupu yang mengilap di kedua retinanya, jelas merupakan mata peri yang memiliki karunia Art of Wings. Pertanyaannya, apa yang dilakukan seorang peri di tanah kekuasaan penyihir? Dan sejak kapan dia berbaur?

Pikiran itu berkelebat di kepalaku, namun sebelum aku bisa menelaah lebih jauh, Wise sudah bertindak. Dia menghunus pedangnya dan mengarahkannya ke arah Encore yang tetap terdiam meski rahasianya terbongkar.

"Heh, kau! Jangan pura-pura bisu! Apa yang kau lakukan di sini, hah? Apa misimu? Kau disuruh memata-matai Klan Penyihir yang sedang di ujung tanduk oleh ramalan?"

"Tidak. Aku tidak pernah berpikir begitu."

"J-jangan kau pikir kau bisa meluluhkanku hanya karena punya mata yang cantik," balas Wise dengan suara yang goyah.

Pupus sudah niatku ingin menginterogasi. Aku memutar mata malas. Sungguh? Di tengah situasi ambigu begini, Wise masih saja berulah. Ini benar-benar kebiasaan buruk yang harus segera disembuhkan atau jangan-jangan sudah masuk stadium akhir.

Aku menghela napas panjang, mencoba mengambil alih situasi yang semakin canggung. "Sudahlah. Kau tenangkan dulu dirimu, Wise. Kurasa Encore berkata jujur."

"Tunggu, Kala! Jangan dekat-dekat dengannya!" kata Wise menahan tanganku. "Mamaku bilang, para peri itu punya sifat diam-diam menghanyutkan dan suka iseng. Dia bisa saja menaruh sayap di punggung kita lalu menerbangkan kita tanpa ada prospek kapan kita akan diturunkan."

Aku setuju dengan sifat pertama. Ibu juga mengatakan hal sama, bangsa peri bagai air tenang menghanyutkan, sulit ditebak. Tapi soal mereka jahil? Aku mengernyit. Sejak kapan para peri dikenal iseng?

Encore bersedekap "Aku tersinggung nih. Kau telah didoktrin yang aneh-aneh oleh orangtuamu. Kami tidak sembarangan menggunakan Art of Wings ke orang lain."

"B-benarkah? Sial, apa aku ditipu Mama?"

Aku mengabaikan Wise yang merengek karena merasa diperdaya, kembali menatap Encore. "Jadi, apa jawabanmu?"

Gadis itu menghela napas berat. "Aku benci negeriku. Peri-peri yang memiliki karunia diperbudak menciptakan sayap untuk diberikan ke turis yang selalu berdatangan setiap hari. Aku muak dengan rantai kehidupanku dan melarikan diri. Kebetulan aku tertarik pada Klan Penyihir. Tamat."

"Jangan bilang tamat begitu saja, heh! Bukankah Klan Peri memiliki subklan? Apa ya namanya..., Fairyda kalau tidak salah."

"Ya, memang ada. Fairyda adalah tempat tinggal para peri yang dibuang oleh Ibu Kota. Tapi aku tidak berhak menumpang seperti benalu di sana. Mereka pasti sangat benci pada peri yang berasal dari Ibu Kota."

Aku berseru jengkel. "Woi! Sudah dulu tentang Klan Peri! Mereka sepertinya punya masalah tersendiri, tapi kita tidak punya waktu untuk itu! Wave kedua telah dimulai!"

Berbeda dengan putaran pertama, monster putaran kedua cenderung pintar dan saling bahu-membahu dalam menyerang. Mereka berkoordinasi dengan lebih efisien.

Wise menyikut lengan Encore, antusias. "Hei, hei, coba lakukan sesuatu dengan kekuatan perimu. Sejak dulu aku penasaran dengan penggunaan Art of Wings."

"Tidak mau. Aku bisa ketahuan. Oh iya, kalian jangan sampai membeberkannya."

"Dikasih hati minta jantung nih anak! Lagian kau menipu semua orang dengan mengambil atribut Penyihir Sayap. Jadi apa susahnya unjuk kemampuan?"

Aku menatap jengkel mereka berdua, gregetan. Bagus! Sementara mereka asyik mengobrol, monster mengepung dan kian mendekat. Padahal aku butuh bantuan di sini, mereka malah sibuk bercakap-cakap.

"Master Ultimatia akhirnya datang!"

Seruan murid penyihir dan ksatria memotong pembicaraan mereka. Aku membanting monster terakhir dengan sekuat tenaga, lalu mendongak seperti yang lain. Phew! Beliau datang tepat waktu, sebelum putaran ketiga dimulai.

Tapi ada yang aneh. Biasanya angin dari Tuan Magistrate selalu berhasil menyapu bersih awan hitam yang menutupi bulan, namun kali ini, meskipun beliau sudah berulang kali mengerahkan kekuatannya, awan itu tetap tidak bergerak sedikitpun.

Wise memotong leher monster sebelum berdiri di dekatku. "Apa yang terjadi?! Master Ulti tidak dapat mengusir awan? Wave ketiga sudah mau dimulai lho!"

"Aku juga ingin tahu."

Tuan Magistrate yang tampak kesulitan dengan kekuatannya, mengatupkan rahang. Tubuhnya perlahan berubah dalam hitungan detik menjadi seekor naga perkasa yang memancarkan aura dahsyat. Orang-orang di bawah sampai harus berpegangan supaya tidak terbawa oleh sapuan badai.

Dengan satu embusan napas kuat, angin topan yang dibuatnya menghempaskan seluruh awan dari langit Klan Penyihir. Menghapus kegelapan dalam sekejap. 

Seluruh murid penyihir dan ksatria di sekelilingku langsung berteriak kaget, mungkin takut atau kagum. Tapi tidak denganku. Mataku justru berbinar melihat kejanggalan yang terpampang di atas sana.

Apa hanya perasaanku saja, atau memang bulannya terasa lebih dekat?

🌙🌙🌙

Pertama Saran, sekarang Reason. Kudengar dia telah kembali ke akademi dan aku hendak menanyakan keberadaan Saran, tapi dia juga tak tampak batang hidungnya. Aku mengkhawatirkan mereka berdua.

Sial, jangan-jangan mereka menjadi korban dari Cocoon of Cacophony lagi.

Aku memasuki kelas ramuan, mengedarkan pandangan hingga menemukan ketua kelas tengah merapikan buku-bukunya. Bagus, dia ada di sini. Tanpa berpikir dua kali, aku melangkah cepat menghampirinya.

"Hei! Kau ketua di kelas ini, kan?"

"Huh? Apa maumu, rakyat jelata?"

Kata-kata itu dulu mungkin mengusik, tapi sekarang sudah tidak lagi. Aku fokus pada tujuanku. "Apa kau melihat Reason?"

Dia menyandarkan diri ke meja sambil mengangkat alis. "Bukankah dia mengambil misi baru dengan si kembar bau sayur itu?"

Kembar? Maksudnya Lusa dan Esok? Aku menggelengkan kepala, ingin bertanya lanjut. Tapi cowok itu mengibaskan tangan, tak tertarik memperpanjang percakapan.

Dasar bangsawan menyebalkan! Ramalan sudah dekat, namun mereka masih saja menganggap dirinya di atas angin.

"Lho, Kala, sedang apa kau di sini?"

Aku menoleh dan mendapati Dadia berdiri di ambang pintu. "Kau rupanya. Bermain di akademi lagi, ya? Apa kau tidak punya kegiatan apa pun di Court of Elders?"

"Tentu saja punya." Dadia merogoh sesuatu dari sakunya. "Aku ingin memberikan—"

"Yang lebih penting dari itu, apa kau ingin ikut denganku, Wise, dan Encore? Kami berencana mau ke pusat kota nanti."

Berkat kekuatan Tuan Magistrate, langit menjadi cerah dari malam yang biasanya. Wise bilang alun-alun Ibu Kota Tovenar akan mengadakan festival peringatan Malam Tanpa Awan. Akan ada banyak wahana seru dan makanan di sana.

Lupakan sejenak tentang ramalan atau apa pun itu. Sangat disayangkan jika aku melewati festival pertamaku di Ibu Kota yang megah. Mana tahu aku bisa dapat informasi mengenai Haberit of Oath.

"Apa aku boleh ikut dengan kalian?"

Aku mengangguk mantap. "Tentu saja. Lagipula kita sudah berteman, kan? Toh, mereka lah yang mengusulkan idenya."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top