Bag 18. Sang Descender

Akhirnya! Aku level 25 juga! Kelas ramuan dan kelas mantra memberiku banyak EXP.

Dengan begini, aku tidak lagi harus makan roti keras dan susu hambar. Di hadapanku kini ada hidangan penuh daging, sayur segar, dan... apa ini, saus? Ini benar-benar peningkatan hidup!

Baru saja aku mengambil suapan pertamaku, sebuah bayangan besar menutupi piringku. Aku mendongak sedikit. Sosok itu menggeser kursi dengan santai, duduk di sebelahku.

Apaan? Hanya Wise, batinku cuek, meneruskan suapan. Mataku melebar. Daging empuk dan saus yang manis-pedas. Ini sangat enak!

"Hei, Kala, apa kau mau ikut bersamaku membasmi dungeon? Aku kurang satu penyihir nih," ajaknya dengan suara rendah.

"Tidak dulu. Nanti ada kelas sejarah."

"Ah, benar juga. Kalau begitu aku akan mengikutinya juga. Kangen Encore sayangku~"

Hm? Perasaanku saja atau suaranya terdengar sedikit aneh? Ujung mataku memperhatikan goresan di lengannya yang kekar. Nah, sejak kapan Wise punya bekas luka dan bisepnya berotot? Kami kan sama-sama manusia lidi. Aku juga tidak ingat Wise sejangkung ini.

Aku tersedak, melotot menyadari perubahan Wise. "Kau! Apa yang terjadi padamu??"

"Hmm? Entah, tahu-tahu begini. Aku mengikuti kelas setiap hari dan leveling di dungeon."

Sial, aku tahu mata pelajaran jurusan pedang dan jurusan sihir itu berbeda. Jika kami lebih banyak belajar teori dan materi, maka mereka condong ke praktek. Tak heran siswa di sana kebanyakan mengambil pekerjaan petualang dan memasuki dungeon dan reruntuhan tua.

Padahal hanya beberapa hari tidak bertemu,  Wise sudah berubah sedrastis ini. Rasanya aneh dan kesal dia lebih tinggi dariku sekarang di mana aku harus mendongak untuk melihatnya. Sial, aku tidak bisa menerimanya. Akan kumantrai dia kalau dia berani mengejekku.

Aku memutar-mutar daging di mulutku, mendadak rasanya pahit, padahal tadi lezat sekali. Sambil menatapnya penuh rasa curiga, aku bertanya, "Jika kau terus leveling selama belakangan ini, berapa levelmu sekarang?"

"102," jawabnya nyengir dengan tanda peace. "Menyelesaikan dungeon memberimu banyak EXP tahu! Apalagi jika kesulitannya A ke atas."

Aku menarik kerah bajunya, menariknya mendekat hingga wajahnya nyaris sejajar dengan wajahku. "Kau, pengkhianat brengsek! Bukankah kita sebaya, sama-sama 10 tahun?!"

"Informasi dari mana itu? Aku 12 tahun tuh," ralatnya sambil tertawa. Senyumnya tetap santai meski aku mencengkram kuat kerahnya. "Hei, hei, tenanglah! Aku tidak meninggalkanmu, kok. Aku hanya... ya, sedikit maju lebih dulu. Makanya ikutlah denganku ke dungeon besok. Akan kubagikan seluruh EXP untukmu."

Aku mendecih, melepaskan cengkeraman. "Kau bisa bebas bermain-main sesuka hatimu. Aku tidak punya waktu untuk itu. Rahasia Haberit of Oath, ramalan kuno, lalu pemilik penjara budak, aku harus mengungkap tiga misteri itu."

"Oh iya, ramalan. Kutipannya begini kan: Bulan Akan Segera Jatuh. Apa maksudnya bulan di langit akan jatuh ke daratan?"

Aku memanyunkan bibir. Tidak mungkin seharfiah itu. Jika bulan benar-benar jatuh, daratan akan luluh lantak. Aku tidak yakin Sang Dewa hanya diam menyaksikan itu terjadi.

"Belum lagi masalah murid-murid menghilang misterius seolah ditelan kegelapan. Haah, aku iri denganmu. Menikmati kehidupan akademi tanpa tahu malapetaka yang menanti."

"Cih! Aku tidak hanya bermain-main tahu," gumamnya menggenggam sebuah tongkat berkepala bulan sabit yang elegan. Ada ukiran simbol astrologi seperti zodiak di batangnya.

Wise cemberut. Menyembunyikan benda itu.

🌙🌙🌙

Setelah jam makan siang, Wise pergi sebentar untuk menghadiri kelasnya sendiri. Aku mengisi waktu dengan membaca di perpustakaan. Begitu jam lima sore, kami pun berangkat ke kelas sejarah dan berpapasan di lorong.

Wise menggosok-gosok tangan. "Sudah lama aku tidak bertemu dengan Encore~"

"Apa di sana tidak ada pendekar wanita?"

"Tentu saja ada! Tapi tidak melihat wajah Encore beberapa hari ini membuat hatiku layu. Bunga membutuhkan air untuk tetap segar!"

Tanda jengkel memenuhi wajah dan leherku. Si bedebah ini sama sekali tidak berubah! Aku mempercepat langkah, enggan mendengar celotehan absurd si maniak wanita itu.

Sesampainya di kelas, Encore pertama yang menoleh. Tangannya terangkat. "Yo! Kalian sudah di sini," sapanya, tersenyum teduh.

Melihat sosok Encore, mata Wise langsung berbinar. Dia berlari mendekati kursi gadis itu sambil menari lebay. "Nona En! Sudah lama kita tidak bertemu! Bagaimana kabarmu?"

"Hahaha! Kau terlihat berbeda ya, Wise."

Aku menghela napas. Sudahlah, semerdekanya saja. Sementara mereka bercakap-cakap riang, aku duduk di belakang Saran yang tengah merapal kitab mantra. Si kembar asyik bermain sihir gelembung di sampingnya, cekikikan. Ketua kelas alias Reason sibuk membaca buku.

Memang ya, kelas ini satu-satunya yang damai.

"Yo, murid-muridku! Apa kalian sudah lama menunggu guru kalian yang genius ini?!"

Dan, seperti biasa, Madam Pedestrian muncul dengan tingkah konyol yang mirip Wise. Keceriaannya mengalir ke seluruh ruangan, membuat suasana kelas seketika hidup.

"Apa kalian siap menjelajahi kebenaran—"

Aku mengangkat tangan, tidak mau keduluan. "Madam! Bolehkah saya bertanya?"

Encore mengerjap. Lebih-lebih Wise, menatapku kaget. "Wah, aku tidak menyangka Kala sangat bersemangat dalam pelajaran sejarah yang membosankan bagi kalangan penyihir."

Madam Pedestrian tersenyum lebar, senangnya melihat antusiasme-ku. "Tentu saja, Kala! Aku di sini bertugas berbagi sejarah."

"Kalau begitu, siapakah Sang Descender?"

"Wow! Kau menanyakan pertanyaan yang menarik!" Dia beranjak dari meja dan berjalan di depan kelas, seolah ingin memberikan penjelasan yang mendalam. Berdeham.

"Baiklah, dari mana aku harus memulainya? Setelah Katastrofi dibalik menjadi Asfalis yang ajaib, Sang Dewa tidak bisa langsung turun ke daratan. Pembalikan menggerogoti tenaganya hingga dia harus berdiam diri untuk beberapa waktu di Katedral Sabaism. Tapi dia tidak bisa membiarkan daratan dipimpin oleh mereka yang egois. Itu hanya akan memancing masalah baru seperti perebutan tanah kekuasaan.

"Maka dia pun mengutus enam descender, para keturunan dewa, untuk mengelola dan memimpin enam klan yang kita ketahui saat ini. Nah! Descender kita memiliki kepribadian dan pandangan yang unik terhadap manusia.

"Baginya manusia yang memiliki emosi berupa cinta, benci, penyesalan, dan harapan adalah hal paling mempesona di dunia ini. Dia ingin mempelajari keindahan hati manusia tanpa sepengetahuan rakyatnya lantas membelah jiwa serta karakteristik menjadi empat bagian.

"Pertama, Shade of Life yang bertugas memegang kendali atas kehidupan, Life-fe. Kedua, Shade of Fate yang bertugas memegang takdir, tidak diketahui namanya. Ketiga, Shade of Memokeeper yang bertugas menjaga semua ingatan, Memori-Ri. Lalu terakhir, Shade of Flora yang bertugas melindungi alam, Paijo-Jo.

"Yang Mulia Paijo adalah pecahan yang memiliki 60% kebijaksanaan descender. Oleh karena itu, dia yang paling dihormati. Namun, itu hanya panggilan dari gelar resminya. Di sini kita lebih mengenalnya sebagai Diadia Von Tovenar. Beliau tinggal di Court of Elders lho."

"HEE?!! BELIAU TINGGAL DI AKADEMI?!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top