Chapter 3 - Saudade

(Y/n) tidak dapat menghilangkan tentang hal apa yang baru saja ia lihat beberapa saat yang lalu. Semua itu masih terekam jelas di dalam kepalanya. Lagi pula ia tidak mungkin bisa melupakannya semudah yang ia inginkan. Karena faktanya, gadis itu merasa sangat senang kala ia melihat lelaki itu setelah bertahun-tahun lamanya.

"(Y/n)-chan?"

Lagi-lagi lamunan (Y/n) buyar karena panggilan dari Mitsuri. Gadis itu sontak mengalihkan pandangannya dari gelas berisi mango smoothie-nya yang sejak tadi hanya ia aduk. Makanan yang tersaji di depannya pun masih belum disentuh sedikit pun olehnya.

Mendapati (Y/n) tengah melamun lagi, sontak Mitsuri pun ingin bertanya. Ia khawatir karena bahkan tadi siang ketika di sekolah (Y/n) pun tertangkap basah sedang melamun oleh Mitsuri. Namun, gadis itu tetap bertingkah seperti biasa saja. Seolah-olah ingin menunjukkan jika tidak ada hal yang mengganggu dirinya.

"Kau melamun lagi. Apakah ada hal yang mengganggumu?" Dengan raut wajah khawatirnya, Mitsuri pun bertanya. Ia yakin ada sesuatu yang gadis itu tidak beritahu padanya.

Gelengan kepala (Y/n) membuat Mitsuri merasa lega. Rasa khawatir yang masih tersisa bagai indukstansi diri dalam ilmu Fisika dapat ia rasakan dengan jelas.

Namun, Mitsuri berusaha menghilangkan kegundahannya itu. Ia yakin (Y/n) memang baik-baik saja dan jika terdapat suatu hal yang terjadi padanya, (Y/n) pasti akan mengatakannya kepadanya. Setidaknya itulah yang Mitsuri harapkan.

"Baiklah. Jika ada sesuatu, kau bisa mengatakannya kepadaku," ujar Mitsuri kemudian.

"Um. Terima kasih, Mitsuri-san."

***

Pertemuan yang terjadi secara tak disengaja itu kembali memenuhi isi kepala (Y/n). Yang ia ingat, hanyalah tentang bagaimana wajah lelaki itu. Sangat berbeda jauh semenjak yang terakhir ia lihat. Tentu saja, sembilan tahun sudah berlalu. Musim demi musim telah berganti. Tidak mungkin jika lelaki itu masih memiliki rupa yang sama seperti yang (Y/n) lihat terakhir kali, bukan?

Semilir angin bertiup dari arah utara. Meniup surai (h/c) yang dibiarkan tergerai itu. Seketika ia teringat dengan pesan yang (Y/n) terima beberapa hari yang lalu. Di saat yang sama dengan pertemuan yang tak disangka itu.

Bibirnya menghela napas panjang. Bagaimana rupa lelaki itu kini digeser dan tergantikan oleh isi pesan singkat itu. Pesan yang menyatakan tentang ia yang belum membayar biaya laboratorium. Jika (Y/n) belum melunasinya, maka ia tidak akan dapat mengikuti Penilaian Tengah Semester nanti.

Rasa pening seketika menghampiri dirinya. Menusuk-nusuk kepalanya hingga membuat gadis itu harus menopang tubuhnya pada pagar pembatas atap sekolah. Keningnya mengernyit. Berusaha mengurangi rasa pening di kepalanya. Pada akhirnya, atap sekolahlah yang menjadi saksi bisu atas dirinya yang perlahan mulai kehilangan kesadaran.

***

"Rasa lelah dan beban pikiran membuatmu menderita anemia."

Pandangan (Y/n) tetap tertuju ke arah langit-langit ruangan itu. Bau obat-obatan antiseptik memenuhi indra penciumannya. Sementara, telinganya mendengarkan apa yang dokter di sebelahnya itu katakan.

"Apakah (Y/n)-chan akan baik-baik saja, Sensei?"

Mendengar suara itu, seketika (Y/n) tersadar akan keberadaan Mitsuri di sana. Ia tersenyum samar melihat raut wajahnya yang menyiratkan kekhawatiran.

"Ya, (F/n)-san akan baik-baik saja jika ia mulai menjaga pola makannya dan juga rajin melakukan aktivitas yang baik untuk tubuh," jelas dokter itu lagi. "Dan jangan membuat dirinya merasa terlalu lelah," tambahnya.

"Hai. Terima kasih, Sensei." Mitsuri membungkuk seraya dokter itu berjalan pergi meninggalkan ruangan. Kini tersisa (Y/n) dan Mitsuri di sana.

Mitsuri berbalik dan langsung bersitatap dengan manik (e/c) milik (Y/n). Sekilas, (Y/n) dapat merasakan amarah dari balik manik hijau itu.

"(Y/n)-chan, apa saja yang kau lakukan selama ini? Sampai-sampai kau menderita anemia secara tiba-tiba," todong Mitsuri sambil berkacak pinggang.

(Y/n) diam sejenak sebelum terkekeh pelan. "Aku hanya belajar, melakukan kerja part time, dan juga menemanimu," jawabnya disertai senyuman.

"Kalau begitu, kau tidak perlu melakukan itu semua. Mulai besok, akulah yang akan mengatur jadwalmu. Selama ini, kau tidak pernah peduli dengan kesehatanmu sendiri, (Y/n)-chan. Bagaimana bisa kau peduli kepada orang lain jika dirimu sendiri kau telantarkan?" cerocosnya panjang kali lebar kali tinggi sama dengan volume balok.

"Hai, hai. Aku akan menuruti perkataanmu," sahut (Y/n). Tak urung, sebuah senyum terpatri pada paras ayunya.

***

Sesuai perkataan Mitsuri kemarin sore, gadis itu benar-benar mengatur semua jadwal yang akan (Y/n) lakukan. Mulai dari pagi hingga malam tiba. Setiap hari, pada jadwal itu terdapat perbedaan dan juga persamannya. Persamaannya ialah sarapan di setiap pagi sebelum memulai beraktivitas.

Semenjak (Y/n) hidup sebatang kara, ia tidak pernah memakan sarapan di pagi hari. Ia masih teringat bagaimana rasanya suasana ketika sarapan bersama kedua orang tuanya. Setiap gadis itu memakan sarapannya, seketika ia teringat dengan mereka dan berakhir larut di dalam kesedihan.

Pada akhirnya, (Y/n) memutuskan untuk tidak pernah membuat dan memakan sarapan di pagi hari lagi. Ia tahu, hal itu tidak baik untuk kesehatannya. Namun, bayang-bayang kesedihan itu masih kerap kali menghantuinya. Ia tidak memiliki pilihan lain.

Namun, pagi ini berbeda. Sebuah sarapan yang sederhana telah tersaji di hadapan (Y/n). Tentu saja Mitsuri-lah yang membuatkannya untuknya. Mengingat gadis itu juga yang menawarkan diri untuk mengatur semua jadwal (Y/n) bagaikan sekretaris pribadinya.

"Silakan dinikmati sarapannya selagi masih hangat, Nona (Y/n)."

(Y/n) tertawa pelan kala ia mendengar apa yang Mitsuri katakan. "Terima kasih, Mitsuri-san."

Dengan perlahan, (Y/n) melahap menu sarapan yang telah dibuat oleh Mitsuri. Mitsuri sendiri duduk di hadapan (Y/n). Menunggu reaksi dan pendapat dari temannya itu tentang masakannya.

"Rasanya sangat lezat," komentar (Y/n) setelah ia menelan satu suap ke dalam kerongkongannya.

Mendengar komentar itu, Mitsuri tersenyum senang. Ia merasa senang karena (Y/n) menyukai masakannya itu. Namun, senyumnya mendadak lenyap kala ia melihat gadis di hadapannya itu tiba-tiba menitikkan air mata.

"Eh?"

(Y/n) sontak mengusap pipinya. Tepat di bagian bawah matanya. Sekali usapan saja tidak membuat air mata itu berhenti mengalir dari sana. Justru kini disusul oleh tetes selanjutnya. Menciptakan tangisan yang mendadak di pagi hari.

"(Y/n)-chan! Ada apa?!"

Dengan rasa gundah, Mitsuri bangkit dari duduknya. Ia segera mendekati (Y/n) dan sontak langsung memeluk tubuh gadis itu. Menguatkannya untuk saat ini. Memberikan rasa hangat di kala angin musim semi berhembus di luar.

Kala suara (Y/n) perlahan terdengar, Mitsuri tertegun seketika. Namun, ia kembali mengeratkan pelukan pada tubuh temannya itu. Sekaligus ingin memberitahu jika saat ini (Y/n) tidaklah seorang diri.

"Aku, aku merindukan kedua orang tuaku..."

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top