Chapter 4: Magazinchik
Vigge segera masuk ke dalam mobil. Memasang mimik muka tanpa dosa ia duduk di samping Viktor.
"Kau bisa menjahitnya kan?" tanya Viktor dengan tatapan penuh selidik ke arah Vigge.
Vigge mengangguk pelan dengan senyuman yang masih tergambar. "Menjahit, aku bisa. Aku pernah melihatmu menjahit kain ini juga, aku masih ingat."
"Kau pun hampir tiap hari melihat aku menyetir," sindir Viktor dengan cepat.
Viktor segera memberikan potongan kain sakralnya itu, sedangkan Vigge mengambil gulungan kain wol serat emas di jok mobil belakang.
Tidak lama kemudian, setelah Viktor memastikan cara menjahit Vigge sudah benar, ia langsung melajukan mobilnya dengan mulus ke jalan raya. Viktor mengatur seluruh kaca mobil menjadi warna gelap agar orang-orang dijalan tidak melihat penampakan dua lelaki tanpa busana di dalam mobil.
"Kenapa tidak kau gunakan sihir untuk memperbaikinya, Viktor?" tanya Vigge yang matanya terus fokus dengan jahitannya. "Ini ... sedikit merepotkan."
"Tidak, hasilnya akan berbeda, Vigge." Viktor membelokkan mobilnya ke arah jalan yang lebih besar. "Jika kau tidak ikhlas, tidak usah kau lakukan." Viktor melirik sedikit ke arah animagus kontraknya itu.
"Aku kan hanya bertanya, dasar emosian," cibir Vigge pelan.
"Oh, iya. Aku harus pergi ke swalayan terlebih dahulu." Viktor menghentikan mobilnya karena memang sedang ada lampu merah di depan. "Haduh, kenapa kau tidak bawa celanamu coba."
"Aku kan sudah bilang, aku tidak mau pakai," timpal Vigge.
"Terus, siapa yang turun untuk beli beberapa kebutuhan di swalayan?" tanya Viktor.
"Tenang, aku bawa handphone-mu. Kau telpon saja pegawai swalayan itu untuk membelikan barangmu dan suruh dia antarkan ke mobil." Vigge mengangkat kedua pundaknya secara bersamaan kemudian menunjuk ke arah door panel.
"Bodoh."
Viktor kembali melajukan mobil listriknya. Alih-alih pergi ke swalayan, Viktor malah berhenti di sebuah minimarket yang di luarnya terlihat seorang gadis baru membuka toko tersebut.
Gadis itu berambut pirang dengan gaya dikuncir ekor kuda. Menggunakan seragam toko ketat berwarna merah yang senada dengan lipstiknya saat ia menghadap ke arah mobil Viktor. Tinggi gadis itu cukup jauh dibawah Viktor dan ditaksir usianya baru menginjak dua puluh.
Viktor menurunkan kaca jendela mobilnya setengah agar hanya kepalanya saja yang keluar. "Hey, permisi."
"Viktor, bukankah kau sudah biasa keluar tidak mengenakan apa pun? Kenapa sekarang kau sok-sokan ingin menjaga privasi?" Vigge yang sedari tadi matanya tidak lepas dari jarum dan benang pun kini menengok ke arah lelaki di sampingnya.
Sedetik kemudian ia tertawa terbahak-bahak.
Sesaat kemudian Viktor menutup kembali jendela mobilnya rapat-rapat dan pergi dari sana, sebelum seorang gadis tadi mendekat ke arahnya. Dengan muka yang merah merona, Viktor seperti menahan malu.
Vigge yang masih tertawa seolah tidak tertahankan. "Bagaimana bisa ... bagaimana bisa kau bangun, Adik Viktor?" Pertanyaan itu jelas mengandung makna ejekan.
"Diam kau!" Viktor masih menahan malu dan beberapa kali memposisikan duduknya agar lebih rileks, tetapi jelas tidak bisa.
"Kenapa kau gerak-gerak seperti itu, itu tidak akan tertutupi." Lagi-lagi Vigge mengolok-olok Viktor sambil terkekeh.
Lelaki yang sedang menyetir itu pun akhirnya hanya bisa pasrah saja dan harus tebal telinga mendengar ejekan Vigge.
"Apakah gadis tadi sangat cantik? Seksi? Ah, sayangnya aku tidak melihatnya, jadi aku tidak bisa menilai." Satu jitakan akhirnya berhasil mendarat tepat di ubun-ubun Vigge setelah mengatakan hal itu.
"Cepat, kau sudah selesai belum menjahitnya?" tanya Viktor.
"Hey, kau memukulku terlalu keras," protes Vigge seraya mengusap-usap kepalanya. "Ini sebentar lagi selesai."
"Kau tahu, ini memang bangun begitu saja, bukan karena gadis itu." Viktor tiba-tiba memberikan klarifikasi atas kejadian memalukan tadi. "Namanya lelaki, pagi hari pasti begini, kan?"
Mendengar itu, Vigge hanya bisa menahan tawa agar jitakan bagian dua tidak kembali mendarat di kepalanya.
Keadaan mobil pun kembali hening. Viktor tidak menyalakan musik di radio dan keduanya pun tidak ada pembahasan. Rencana pergi ke swalayan atau minimarket pun batal.
Sesuai dengan perintah dari Edvard, Viktor akan mengunjungi laboratorium miliknya di Yakuzia terlebih dahulu. Bagaimana pun karena Viktor dan Vigge memulai perjalanan saat hari sudah menjelang siang, jadi tidak menutup kemungkinan keduanya tidak akan pulang sampai hari esok ke rumah.
Perjalanan menuju Yakuzia dari Mosca cukup memakan waktu. Pergantian suasana wilayah perkotaan dengan gedung-gedung pencakar langit yang padat ke sebuah wilayah kaku yang hanya di isi dengan kawasan industri membuat Viktor sebenarnya malas pergi ke Yakuzia.
Banyak pabrik tekstil semacam garment di sana yang asap pembuangannya bisa membuat alergi Viktor kambuh lagi. Selain itu, terdapat banyak laboratorium dari Profesor lain yang berdiri di Yakuzia dan menjadi kompetitor Viktor.
Berbeda dengan di Mosca, ternyata di Yakuzia sedang terjadi hujan dengan volume air yang sangat besar. Kota ini terlihat lebih sepi dari Mosca, penduduknya semua sibuk bekerja di dalam ruangan. Aktivitas di luar ruangan pun minim membuat Yakuzia seperti kota mati. Namun, suara bising mesin-mesin dari pabrik sangat jelas terdengar hingga ke jalanan.
Penduduk di Yakuzia benar-benar workaholic sampai di tahap lebih baik bekerja setiap hari daripada harus izin menjaga keluarga yang sekarat di rumah sakit.
Sampai di perbatasan Mosca dan Yakuzia, kain satu meter milik Viktor pun akhirnya selesai dijahit. Ia menepikan mobilnya terlebih dahulu dan segera mengenakan kain tersebut untuk menutupi sesuatu yang masih mengganggu sejak lama tadi.
Salah satu kelebihan dari kain satu meter milik Viktor adalah selain menutupi area intim, kain itu juga mengandung sihir dengan kemampuan menyamarkan sesuatu yang mencuat dan sedikit mengganggu pandangan dari balik kain tersebut.
Setelah di rasa nyaman, Viktor kembali melajukan mobilnya. Ia melirik sedikit ke arah Vigge. "Apa senyum-senyum?" tanyanya ketus.
"Tidak ada." Salah Vigge malah menjawab, jadi tawa yang ia tahan sedari tadi kembali keluar.
Namun, karena sudah mengenakan kain satu meter itu, Viktor tidak terlalu menggubrisnya.
"Kau tertawa sekali lagi, akan kubuang kau di jalan sini." Viktor mengancam Vigge dengan hal yang mustahil.
"Iya, iya." Vigge pun menghentikan tawanya. "Hmmm, jadi kira-kira kenapa virus itu bisa membunuh bayi gemuk yang malang?"
"Vigge, semakin banyak eksperimenku yang gagal, semakin berpeluang aku dikeluarkan dari Regodnity." Viktor menjelaskan dengan nada yang antusias.
"Jadi, ini memang rencanamu?" tanya Vigge kebingungan.
"Bayi itu aku adopsi dari tempat panti asuhanku dulu, aku sengaja menjadikannya objek percobaan, dan yah ternyata kebetulan yang gagal ada pada bayi itu." Seolah tidak berperasaan, Viktor berkata dengan sangat ringan sambil sesekali jari telunjuknya diketuk-ketukan di stir mobil.
"Padahal aku menyukai bayi itu, aku sudah memilih dia nama." Wajah melas Vigge terlihat mengkhawatirkan. "Valdo, artinya penguasa yang terkenal. Bagus, kan?"
"Yah, bagus. Tapi dia sudah mati, Vigge. Kau juga bukan seorang Ahli Nujum—Necromancer—jadi tidak bisa kau hidupkan kembali bayi itu." Lelaki yang fokus menyetir itu sedikit memiringkan kepalanya ke kiri.
Sebenarnya perkataan Viktor semuanya tidak ada yang salah, tetapi bagaimana dirinya menjelaskan dengan nada yang datar dan terdengar enteng membuat dirinya dikenal dengan ilmuwan gila tidak berperasaan oleh seluruh karyawannya.
Mobil Viktor memasuki sebuah gang yang sangat sempit, bahkan hanya bisa dilewati oleh satu mobil saja. Akses menuju laboratorium miliknya di Yakuzia memang sengaja ia bangun di tempat terpencil.
Alasan yang melandasi keputusan ini adalah karena di lab yang satu ini Viktor melakukan eksperimen bersifat gore yang sebenarnya memerlukan izin yang sangat rumit dari pemerintah Ruzia. Sedangkan, Viktor tidak memilikinya.
Sesampainya di depan bangunan terbuat dari pagar besi dengan kawat listrik yang mengitari, Viktor pun memasuki mobilnya ke dalam dan segera parkir. Saat ia turun, sebuah pemandangan tidak asing ia temui.
Terdapat dua gedung di laboratorium ini. Gedung A di bagian kanan berisikan ruangan pengawas ekperiman, dan Gedung B di bagian kiri berisikan ruangan eksperimen dan penjara objek penelitian. Viktor berjalan menuju Gedung A diiringi Vigge di sampingnya.
"Vigge, jangan pakai wujud itu." Untungnya Viktor menyadari kalau Vigge masih dalam wujud manusia.
Sesungguhnya, tidak ada yang mengetahui jika Viktor memiliki hewan kontrak yang bisa berubah menjadi wujud dirinya yang lain. Semua orang hanya tahu kalau Viktor punya kucing jenis siberian cat yang menggemaskan. Jelas Viktor merahasiakan ini karena ia tahu bahwa penduduk Ruzia tidak percaya yang namanya sihir.
"Oh, iya lupa." Secepat kilat Vigge berubah kembali ke wujud aslinya dan melompat kegendongan Viktor.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top