Chapter 3: Vyzov

Vigge berhasil menghindar saat satu jitakan hampir mengenai kepalanya. Ia berubah kembali menjadi siberian cat yang kini berdiri di pojok ruangan dengan perasaan bersalah. Vigge menatap Viktor dengan tangan yang memijat kepalanya.

Kain satu meter milik Viktor terbuat dari serat wol yang langka. Hanya domba helai emas yang memakan rumput hutan Sibera di musim panas yang bulunya bisa digunakan untuk kain satu meter tersebut. Tidak hanya itu, beberapa bahan lainnya pun ditambahkan untuk anti-alergi Viktor.

Alasan Viktor hanya membuat satu kain saja tidak lain dan tidak bukan adalah pertama, musim panas di Ruzia hanya berlangsung satu minggu. Kedua, domba hutan Sibera dengan helai emas sudah menjadi hewan yang dilindungi, jadi ilegal bentuknya jika Viktor memburunya terlalu banyak. Terakhir, Viktor memang semalas itu untuk urusan membuat kain satu meter.

Lama bergeming, akhirnya Vigge memanggil lelaki yang kini duduk di ujung kasur ruangan acak-acakan tersebut. "Viktor?"

"Bagaimana aku bisa keluar rumah sekarang?" Viktor menoleh ke arah Vigge dengan tatapan marah.

Meski tahu jika Viktor tidak akan pernah menyakiti Vigge, begitu pun sebaliknya, tetap saja kucing itu takut apabila majikannya sudah marah.

"Eh, Viktor? Hmmm ... sepertinya aku ingat kalau kau masih menyimpan satu gulungan wol di mobilmu." Vigge berbicara dengan hati-hati. "Biar aku ambilkan, jika boleh," tawarnya.

Viktor tidak menggubris pada awalnya, ia sibuk memandangi kain satu meter yang kini berubah menjadi dua belah kain lima puluh sentimeter. "Hey, butuh waktu yang lama untuk aku menjahitnya."

"Benar juga." Vigge kembali meringkuk dan menutupi wajah dengan ekor panjangnya.

"Vigge, kau bisa menyetir mobil, kan?" tanya Viktor kemudian.

Vigge langsung bangkit dan mengangguk yakin. "Tidak mahir, t-tapi—"

"Kalau begitu, kau yang ambil mobilku dan jemput aku di sini." Ide Viktor tanpa perdebatan langsung diterima oleh Vigge, kucing itu langsung berdiri dan kembali berubah menjadi wujud manusia. "Ada syaratnya."

Vigge yang mulai melangkah pun kembali terdiam. "Jangan aneh-aneh."

"Kau harus pakai setidaknya celana pendek jika pergi ke luar, bodoh. Lihat? Kau tidak mengenakan apa-apa, lantas apa bedanya dengan aku asli yang pergi jika begitu?" Nada Viktor kembali meninggi.

Omelannya ditanggapi dengan gerakan bibir Vigge yang mengejek. Ia segera meraih acak celana pendek berwarna hitam dengan bola-bola putih dari dalam laci. Tempat itu memang dikhususkan untuk pakaian Vigge yang sudah disihir olehnya sendiri untuk mengikuti wujud dirinya.

Apabila Vigge dalam wujud kucing, maka seluruh pakaian dan barang-barang di dalam laci tersebut akan menjadi barang-barang kucing. Begitu sebaliknya, jika Vigge dalam wujud kloningan Viktor, maka barang dan pakaian di sana berubah menjadi barang dan pakaian manusia.

Jiwa Viktor tetap melekat dalam diri Vigge, hal ini dibuktikan dengan fakta bahwa Vigge tidak pernah mau mengenakan pakaian juga jika bukan karena terpaksa. Padalah tidak ada yang salah dengan wujud Vigge dalam bentuk Viktor, ia tidak akan terkena alergi sekali pun mengenakan pakaian tebal musim dingin.

Setelah mengenakan celana pendek tersebut, Vigge bergegas pergi.

"Yang warna kuning!" Viktor berteriak sesaat sebelum pintu rumah terdengar ditutup secara kasar. "Eh, kucing sialan."

Bagaimana bisa kain ini robek, asataga. Memang aku sudah tidak menggantinya selama beberapa tahun, tetapi kukira masih tahan dan belum rapuh. Kucing bodoh itu pasti menariknya dengan sekuat tenaga.

Viktor menggerutu dan malah terus menyalahkan Vigge atas peristiwa naas yang menimpa kain satu meternya itu.

Tidak lama kemudian, tato di dada kanan Viktor kembali terasa panas. Ia memejamkan mata dan mencoba masuk ke dalam obrolan telepati Edvard.

"Kau di mana, Anak Muda?" tanya Edvard dari seberang sana.

"Anak muda, anak muda." Itu adalah panggilan yang dibenci oleh Viktor dari Edvard dan anggota Regodnity lain. "Aku masih di rumah. Tidak usah banyak bicara, aku sedang pusing."

"Hey, lihat? Betapa tidak sopannya kau, sedang bicara dengan siapa kau?" omel lelaki lain yang bernama Heinrich—perwujudan Dewa Hoenir.

Mata Viktor bergulir ke arah atas, dengan malas ia menjelaskan, "Kainku robek, jadi aku tidak bisa keluar rumah."

"Hah, boleh aku lihat?" Terdengar suara perempuan dari seberang sana yang tidak lain dan tidak bukan adalah Shannon—perwujudan dari Dewi Skadi.

"Pasti kecil," timpal seseorang yang diketahui sebagai Magnus—perwujudan dari Dewa Loki—dan diikuti suara tertawa dari seluruh anggota—kecuali Viktor tentunya.

"Kau gila?" Sudah menjadi makanan sehari-hari jika Viktor selalu mendapati ejekan seperti itu dari seluruh anggota Regodnity. Maka dari hal itu lah Viktor sudah muak berada di dalam organisasi elite ini.

"Dengar, bayi kita marah." Suara Skadi sangat jelas menggambarkan situasi di mana perempuan atletis itu sedang meminum alkohol.

Viktor masih menunggu-nunggu terkait hal apa yang hendak dibahas dalam panggilan ini. Ia sebenarnya tidak pernah mau mendengarkan panggilan telepati dari Regodnity, biasanya dari Vigge-lah dirinya mendapatkan semacam rangkuman pembicaraan panggilan.

Benar-benar aku tidak bisa kehilangan Vigge. Gumam Viktor seraya menarik napas panjang.

"Laboratorium di Yakuzia, kau harus ke sana terlebih dahulu. Ada masalah di sana." Suara Edvard yang berwibawa justru membuat Viktor semakin kesal.

"Kenapa kau tidak jabarkan saja masalahnya apa di sini?" tanya Viktor ketus.

"Kau harus mengeceknya sendiri, ini perihal virus yang kau buat dan kau suntikan ke seorang bayi berumur dua bulan." Viktor pun mendengar jika Edvard sedang makan karena dari suaranya yang mengecap.

"Kau tahu? Itu virus baik, tidak mungkin menyebabkan masalah." Sebenarnya dalam hati Viktor ia tahu kalau virus tersebut akan membuat dirinya repot. Namun, ego miliknya masih berada di puncak.

"Lantas, ini apa?" Edvard mengirimkan rekaman dalam bentuk memori kilas balik pada Viktor.

Sebuah suasana yang cukup kaos sedang terjadi di sebuah laboratorium familiar. Viktor melihat bayi gemuk berusia dua bulan yang sebulan lalu ia suntikan virus itu sudah dalam keadaan mengering. Semua operator di sana mencoba melakukan beberapa upaya untuk menyelamatkan bayi tersebut.

"Bayi itu sudah mati, lalu?" tanya Viktor enteng. "Sudah risikonya jika objek dan sampel uji coba mengalami kegagalan, inilah salah satunya."

Sesaat kemudian Viktor meninggalkan panggilan telepati tersebut karena ia mendengar pintu depan terbuka dan Vigge telah kembali. Alih-alih memeberikan key card mobil pada Viktor, kucing itu malah membuka kembali celana boxer polkadotnya.

"Heh, kenapa kau buka lagi?" Melihat adegan itu jelas Viktor langsung protes.

"Tidak, aku tidak akan mengenakan apa pun." Vigge berbicara demikian seraya memberikan apa yang seharusnya tadi ia berikan. "Ayo, cepat, ini sudah jam berapa." Terlihat keringat mengucur di wajahnya.

"Kau lah yang menyetir." Viktor tidak mengambil key card dari Vigge, ia hanya meraih kain robek tadi dan bergegas pergi.

"Viktor ... ayolah ... barusan aku hampir menabrak pagar rumahmu saat parkir." Vigge berjalan di belakang majikannya sambil mencoba menyelipkan key card di sela-sela jari Viktor.

"Hampir, kan?" Lelaki itu menghindarkan tangannya.

"Aku tahu kalau kau tidak akan mati keracunan dan suhu ekstrim, tetapi tidak akan lucu jika kau mati karena kecelakaan lalulintas, Viktor." Mendengar hal itu, Viktor langsung menghentikan langkahnya.

"Hih! Lain kali ketika kuajarkan menyetir, kau belajar sungguh-sungguh." Ia segera meraih key card secara terpaksa dari genggaman Vigge. "Bawa tas kerjaku," lanjutnya.

Keduanya bergegas keluar rumah dan berlari kecil menuju mobil yang terparkir tepat di depan rumah. Saat melihat mobil listrik kuning tersebut Viktor kembali mematung, ia menoleh ke arah Vigge yang sudah memasang senyum termanisnya.

Mata mereka bertemu. "Kau tidak lihat, mobil lain parkir menghadap ke mana? Kau tidak lihat, mobil lain batas parkirnya sampai mana? Kau bilang hampir? Mana ada hampir, ini lihat, sini, sini—." Viktor menarik tangan Vigge sampai ke bagian depan mobil.

"Lihat, hah? Lampu ini tadinya tidak pecah, lho. Dan ... ini apa?" tunjuk Viktor ke bagian penyok samping kaca lampu mobil yang pecah.

"Aku bilang, aku tidak mahir menyetir mobil, kan? Aku seekor kucing, kau lupa?" Vigge mencari sebuah pembelaan atas apa yang ia lakukan.

"Kucing macam apa yang bentuknya manusia tanpa busana seperti ini, hah?" omel Viktor seraya meninggalkan Vigge dan masuk ke dalam mobil.

Dari kaca mobil depan Viktor melihat Vigge memberikan pose Lyubov'—dalam bahas Russia berarti cinta—menggunakan tangannya. Tidak segan-segan ia langsung menyalakan klakson panjang.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top